Renungan Harian
Selasa, 7 September 2021
Bacaan I: Kol. 2: 6-15
Injil: Luk. 6: 12-19
SEORANG ibu yang terpilih menjadi ketua organisasi di paroki dan sedang menjalankan tugasnya lalu bertanya:
“Romo, ketika saya terpilih menjadi ketua organisasi ini sebenarnya saya ini terpilih atau tersalibkan?”
Sebuah pertanyaan yang membuat saya termenung dan tidak mudah untuk menjawab.
“Menurut ibu sendiri berdasarkan pengalaman ibu, apakah ibu merasa sebagai orang yang terpilih atau orang yang tersalibkan,” tanya saya.
“Romo, saat proses pemilihan yang diawali dengan proses penjaringan calon pengurus, sampai batas waktu yang ditentukan tidak ada yang mencalonkan diri dan juga tidak ada yang bersedia untuk dicalonkan.
Karena tidak ada yang dicalonkan maka, para pengurus lama dan para senior menghubungi saya, mendorong saya agar bersedia untuk dicalonkan. Para pengurus dan para senior dengan amat ramah dan baik berjanji akan mendukung dan membantu saya.
Setelah saya mempertimbangkan dan bicara dengan keluarga, maka saya menerima tawaran untuk dicalonkan. Saya merasa terpanggil dan juga meski saya banyak keterbatasan. Namun karena berharap dukungan dari pengurus lama dan para senior membuat saya berani menjawab bersedia.
Romo, dalam perjalanan menjadi ketua, apa yang dikatakan para pengurus lama dan para senior itu tidak terjadi.
Semua hal yang saya kerjakan harus sesuai dengan kemauan para pengurus lama dan para senior.
Saya seolah-olah hanya menjadi orang yang mengerjakan tugas-tugas yang diberikan oleh para pengurus lama dan para senior, itu pun masih sering disalah-salahkan dan tidak jarang dengan kata-kata dan nada yang kasar.
Saat saya tidak setuju dengan ide itu dan saya bersama pengurus membuat kegiatan yang berbeda maka kami akan “didamprat” dan berbagai cara digunakan agar apa yang kami kerjakan tidak bisa jalan.
Romo, saat kami mengalah dan menunggu apa yang menjadi ide dan perintah senior, saya dan kawan-kawan “didamprat” juga dianggap tidak kreatif dan bergantung dengan mereka.
Sampai suatu saat kami berfikir sebenarnya siapa pengurusnya? Sampai kami berkesimpulan sebenarnya mereka itu yang ingin selalu menjadi pengurus. Namun karena terbentur aturan, maka menjadi orang lain, namun siapa pun yang terpilih merekalah yang akan mengendalikan.
Romo, kami sebenarnya tidak anti kritik.
Kami sadar bahwa kami ini baru dan butuh bimbingan. Namun cara mereka bicara, menegur membuat kami terluka.
Kami sampai bertanya: “Apakah begini organisasi katolik, organisasi Gereja memperlakukan anggotanya?”
Saya dan teman-teman pengurus lama menyesal menerima tanggungjawab ini.
Bukan karena beban organisasi yang berat, tetapi sikap para pengurus lama dan para senior.
Itulah romo, mengapa saya bertanya apakah saya ini terpilih atau tersalibkan,” ibu itu menjelaskan.
Sabda Tuhan hari ini sejauh diwartakan dalam Injil Lukas mengingatkan bagaimana memilih seorang pelayan.
Yesus berdoa semalam-malaman, kiranya Ia berdiskresi dengan Allah.
Yesus tahu siapa yang dipilih dengan segala kelemahan dan kelebihannya dan Ia tahu bagaimana harus mendampingi mereka agar mampu menjalankan tugas sebagai orang yang terpilih.
“Semalam-malaman Ia berdoa kepada Allah. Keesokan harinya, ketika hari siang, Ia memanggil murid-muridNya dan memilih dari antara mereka dua belas orang yang disebut-Nya Rasul.”
Bagaimana dengan aku?
Saat aku memilih seseorang menjadi pelayan apakah aku memilih dari buah doaku?