Tetaplah Ingat dan Waspada!

0
1,436 views

Banyak orang menyebut masa sekarang ini sebagai “zaman edan”. Istilah “zaman edan” ini konon pertama kali diperkenalkan oleh Ranggawarsita dalam Serat Kalatida, yang terdiri atas 12 bait tembang Sinom. Salah satu bait yang paling terkenal, diterjemahkan sebagai berikut,

menyaksikan zaman gila,
serba susah dalam bertindak,
ikut gila tidak akan tahan,
tapi kalau tidak mengikuti (gila),
tidak akan mendapat bagian,
kelaparan pada akhirnya,
namun telah menjadi kehendak Allah,
sebahagia-bahagianya orang yang lalai,
akan lebih bahagia orang yang tetap ingat dan waspada.

Syair tersebut menurut analisis seorang penulis bernama Ki Sumidi Adisasmito adalah ungkapan kekesalan hati Ranggawarsita pada masa pemerintahan Pakubuwono IX yang dikelilingi para penjilat yang gemar mencari keuntungan pribadi.

Syair tersebut rasanya masih relevan hingga zaman modern ini di mana banyak dijumpai para pejabat yang mencari keuntungan pribadi tanpa memedulikan nasib rakyat. Korupsi merajalela dimana-mana, penegakan hukum diabaikan, kekuasaan digunakan untuk mengeruk keuntungan pribadi atau kelompok.

Lalu apa yang harus kita lakukan di zaman ini? Apakah kita ikut arus atau ikut-ikutan gila sesuai tren dunia?  Tentu tidak, kita justru harus berjuang untuk menjadi saksi kebenaran. Jangan sampai kita ikut gila.

Tetap teguh
Memang sungguh berat hidup di zaman ini, tetapi apakah kita harus menyerah?  Kita mesti yakin bahwa masih banyak orang yang tetap teguh menjaga kejernihan berpikir dan mampu bertindak dengan benar. Masih banyak orang yang tetap menjaga kejernihan hati nuraninya dan integritasnya.

Beberapa waktu lamanya, kira-kira selama sepuluh tahun saya memimpin sebuah pusat koperasi yang mengelola uang lebih dari 54 miliar rupiah dengan nilai transaksi setiap bulan 1 miliar rupiah. Bagi saya pribadi itu sebuah tanggungjawab yang tidak ringan, karena tantangan dan godaannya sangat besar, apalagi pemimpin sebelumnya dipecat karena korupsi miliaran.

Setelah saya menyerahkan kembali tampuk kepemimpinan lembaga itu, tidak ada perasaan kecewa atau kehilangan justru merasa sangat lega dan bahagia, karena bisa melewati waktu selama sepuluh tahun itu tanpa kecurangan sama sekali. Sensasi perasaan lega dan bahagia ini sungguh membuktikan bahwa bila kita berbuat atau bertindak baik dan benar, akan ada rasa lega dan bahagia diakhir tugas itu.

Apa yang telah saya lakukan bukanlah tindakan yang luar biasa, karena apa yang saya lakukan hanyalah sebuah tindakan kecil yang bisa dilakukan semua orang, yaitu bekerja dengan jujur dan membebaskan diri dari kepentingan pribadi.

Kuncinya adalah bagaimana kita selalu berupaya untuk tetap menjaga kejujuran dan integritas diri. Integritas diri yang saya maksud adalah upaya menjaga nilai–nilai serta prinsip hidup positif yang menjadi pegangan atau ukuran dalam bertindak. Semakin kuat kita menjaga nilai-nilai dan prinsip hidup, semakin kuat kita menjaga integritas kita. Salah satu nilai-nilai dan prinsip hidup yang paling mendasar adalah kejujuran tersebut.

Tidak bisa instan
Integritas diri kita ini tidak bisa terbentuk hanya dalam sehari. Integritas diri terbentuk mulai masa kanak-kanak, melalui pengalaman-pengalaman hidup serta dipengaruhi oleh lingkungan pula. Maka penting bagi kita mulai mengajarkan nilai-nilai kejujuran dan prinsip-prinsip kebenaran sejak dini pada anak-anak kita.

Sebenarnya setiap hari integritas kita diuji atau setidaknya mendapatkan tantangan, apalagi di zaman edan ini, banyak sekali penawaran-penawaran kemudahan atau kesenangan instan yang bertentangan dengan prinsip-prinsip integritas hidup yang baik dan benar di mata Tuhan.

Tetapi sebenarnya ujian atau tantangan itu justru bisa membuat integritas seseorang semakin kuat bila bisa mampu melewatinya, ibarat berlatih olah raga, ujian dan tantangan terhadap integritas diri kita justru akan memperkiat otot-otot integritas kita.

Lalu bagaimana agar kita tetap kuat bertahan dan mampu membuat keputusan yang tepat sesuai nilai-nilai dan prinsip hidup yang baik?    Sesuai saran para guru kita, maka kita harus terus menjaga kesadaran diri, tidak mudah larut atau tergiur sesuatu yang tampaknya benar, enak atau menyenangkan. Kita harus menimbang-nimbang, mengukur dengan hati yang jernih dan nurani yang bersih sebelum kita memutuskan segala sesuatu.

Akhirnya, seperti dua baris terakhir Serat Kalatida, yaitu: “sebahagia-bahagianya orang yang lalai, akan lebih bahagia orang yang tetap ingat dan waspada.”

Mari kita saling mengingatkan untuk menjadi manusia yang tetap ingat Tuhan dan waspada dari godaan dosa.

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here