“The Revenant”, Totalitas demi Bertahan Hidup

4
2,715 views

KIRANYA menjadi jelas, bahkan sejak zaman baheula pun, hasrat akan kekuasaan, kekayaan, dan kenikmatan sudah senantiasa menjadi pemicu utama bagi manusia untuk bertindak brutal di luar nalar. Ketika peradaban manusia masih dianggap sangat ‘rendah’ dan moralitas belum bisa bicara banyak tentang pola hubungan relasi antar manusia, maka tradisi menguliti kepala manusia dianggap sesuatu yang sangat lumrah di belahan bumi Amerika.

Pun pula sama halnya, ketika sekelompok orang kulit putih dari kawasan Eropa dengan seenaknya membakar secara membabi buta permukiman kelompok lain milik penduduk asli Benua Amerika: Kaum Indian. Kisah pedih kebiadaban orang-orang Eropa di Amerika ini terus berlanjut, ketika mereka juga tak ragu menggantung kelompok penentang di atas ketinggian pohon, membumihanguskan perumahan sekalian merampas harta bendanya dan lalu membawa pergi kaum perempuan dan memperlakukan mereka sebagai ‘budak seks’.

revenant indian
Berperang melawan penduduk asli Benua Amerika: suku Indian berbagai etnik. (Ist)

Inilah potret Amerika di tahun-tahun pertama ketika gelombang migrasi penduduk Eropa mulai berdatangan menjejakkan kakinya di Benua Amerika untuk tujuan bisnis dan misi rohani mewartakan Injil. Ketika misi bisnis bersamaan dengan misi rohani ini bertemu dengan penduduk asli lokal Amerika yakni kaum Indian, maka terjadilah beberapa episode berdarah sebagaimana dulu sering muncul dalam film-film Western para koboi: pembakaran permukiman penduduk, perampasan harta benda, penggantungan manusia, pembunuhan anak-anak dan pemerkosaan terhadap kaum perempuan muda.

Dari situlah barangkali lalu muncul istilah barbar. Sebuah istilah yang diambil dari tradisi Barat Eropa untuk kemudian diterapkan di Benua Amerika guna menyebut perilaku brutal tak berbudaya. Ketika istilah itu dicoba dilekatkan pada kaum Indian, maka budaya menguliti kepala musuh menjadi penandanya. Ketika istilah sama dilekatkan sama kelompok kulit putih Eropa di Amerika, maka terdakwalah rendahnya moralitas manusia yang hangus oleh nafsu serakah untuk meraih kejayaan, kehormatan, dan kenikmatan seksual.

Dan persis itulah yang disematkan kelompok pengembara orang-orang Perancis untuk menyebut kaum Indian sebagai les sauvages (kelompok barbar tak berbudaya). Padahal, istilah sama pun juga layak disematkan kepada semua pengembara kulit putih dari Eropa –baik dari Perancis, Inggris, Spanyol, dan Portugal— sebagai kaum barbar. Mereka merampas tanah dan permukiman mereka, menelanjangi para gadis dan kemudian memperkosanya, lalu pergi begitu saja setelah semua lahan permukiman Indian dibumihanguskan.

Berburu kulit berang-berang
Kulit berang-berang yang tebal dan hangat menjadi bahan buruan kelompok kulit putih. Untuk mengejar kekayaan ini, sekelompok orang kulit putih rela meninggalkan barak mereka yang hangat menuju hamparan hutan yang super dingin demi kulit berang-berang ini.

Ada dua kelompok orang kulit putih yakni keturuan Irlandia dan Inggris serta keturunan Perancis. Hugh Glass (Leonardo DiCaprio) yang menjadi tokoh sentral dalam film The Revenant ini masuk dalam kelompok barisan pengembara keturunan Inggris-Irlandia.

Namun, karena unsur salah paham, justru kelompok ini malah diburu habis oleh kelompok Indian suku Ree karena dianggap telah melarikan gadis anak pemimpin suku Ree. Padahal, yang melarikan anak gadis suku Ree ini adalah kelompok pengembara Perancis.

the revenant dingin
Di tengah hawa super dingin dan hamparan luas tak bertuan, Hugh Glass mencoba bertahan hidup. (Ist)

Kelompok kulit putih Inggris secara tak sengaja masuk dalam pusaran konflik ini. Tiba-tiba saja, kelompok suku Indian Ree secara membabi buta menyerang mereka, ketika tengah rehat usai mengumpulkan banyak kulit berang-berang. Usaha menyelamatkan diri menjadi terhambat, karena Glass terluka parah karena serangan beruang.

Kondisi ini memaksa Kapten Andrew Henry (Domhnall Gleeson) membuat keputusan berat: pergi meninggalkan Glass yang sekarat dan membunuhnya terlebih dahulu atau menyuruh beberapa orang untuk menjaganya dan kemudian menguburkannya secara layak bila nyawanya sudah tak bisa diselamatkan.

Ketidaksabaran John Fitzgerald (Tom Hardy) akhirnya memunculkan niat jahat persekongkolan untuk melenyapkan Glass dengan cara menguburkannya secara paksa, sekalipun dia masih hidup. Untuk tindakan tak bermoral ini, Fitz rela  mengorbankan Hawk –anak Glass hasil perkawinannya dengan gadis lokal Indian—dan  memperdaya Jim Bridger lalu kemudian mengintimidasinya agar tutup mulut mengunci rapat-rapat cerita di balik “hilangnya” Glass dan Hawk.

revenant-trailer
Senantiasa dibayang-bayangi oleh indahnya kehidupan masa lalu ketika anaknya Hawl masih bayi tidur dalam dekapannya. (Ist)

Asimilasi budaya
Hawk adalah sosok manusia yang hidup dalam dua alam budaya berbeda. Ia lahir dari perempuan Indian, namun bibit awal hidupnya berasal dari laki-laki kulit putih bernama Glass yang menjadi ayah kandungnya. Sejak usia dini dan akhirnya menginjak dewasa, ia digembleng Glass agar menjadi pemuda tangguh tak gampang menyerah pada keadaan.

Glass adalah sosok manusia yang hidup dalam dua alam yang berbeda: antara ilusi yang senantiasa membayang-bayangi hidupnya dan kondisi riil yang kini dia hadapi bersama anaknya bernama Hawk. Ibu anak ini sudah tiada; mati dibantai oleh kawanan pengembara Perancis yang merangsek merampas perkampungan Indian. Bayang-bayang kehidupan hepi semasa masih merawat Hawk yang masih kecil dan bayang-bayang wajah istrinya yang berparas Indian inilah nafas kehidupan Glass hingga punya daya tahan hidup yang luar biasa.

Bayang-bayang ‘kasih’ tentang hidupnya di masa silam inilah yang kiranya menjadi latar belakang mengapa akhirnya film bagus ini menyebut dirinya dengan judul The Revenant.

Alam super dingin nan indah
Hebatnya film The Revenant ini tidak hanya terbaca dari totalitas Leonardo DiCaprio sang pemeran Hugh Glass yang mencoba bertahan hidup di tengah cuaca super dingin. Namun juga dari sisi sinematografinya yang bagus.

Panorama alam yang indah di musim dingin –hamparan daratan es dan salju— serta hutan belukar yang tiba-tiba menjadi tak ‘ramah’ namun indah karena dedaunannya digelayuti bongkahan es menjadi daya tarik kenapa film ini berhasil menyabet beberapa penghargaan Golden Globe. Tinggal selangkah lagi, kalau-kalau DiCaprio dan The Revenant hasil besutan sutradara kelahiran Meksiko Alejandro G. Iñárritu mampu meraih Oscar di pesta bergengsi ajang insan film Hollywood ini.

Tiga lokasi menjadi pilihan sutradara bersama timnya untuk menaruh rekaman gambar riil ke dalam seluloid film yakni Kanada, Amerika, dan akhirnya Argentina.

The-Revenant-2
Nohtak kecil manusia di tengah hamparan daratan bersalju. (Ist)

Keindahan film ini, selain unsur tayangan gambarnya yang menawan, juga racikan musiknya yang sangat memberi warna. Musik membawa aksentuasi tersendiri, ketika hamparan daratan luas tertutup oleh salju dan seorang manusia bernama Glass nyaris hanya satu noktah kecil saja. Juga, ketika Glass harus menempuh perjalanan di atas hamparan saljut bersama kudanya yang setia untuk memburuh Fitz dan mengakhiri hidupnya lantaran dendam telah berusaha membunuhnya dan menewaskan anaknya Hawk.

The Revenant tentunya film indah, bukan hanya karena lanskap panorama alam musim dingin yang aduhai. Namun, bicara tentang tiga nafsu serakah manusia untuk meraih kekayaan, kuasa, dan kenikmatan dengan cara mengubur moralitasnya sendiri dan mencelakakan orang lain. Tambahan lain adalah daya juang manusia untuk tetap bisa bertahan hidup justru dibayang-bayangi oleh indahnya kehidupan di masa silam.

 

4 COMMENTS

  1. menarik untuk dicermati dan disimak, khususnya moralitas cerita yang mengajarkan berbagai nilai-nilai kehiduapan yang luhur… tfs pak matias..

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here