Senin, 13 Juni 2022
- 1Raj. 21:1-16.
- Mzm: 5:2-3.5-6.7.
- Mat. 5:38-42.
DENDAM dan ingin balas dendam biasanya berawal dari sakit hati yang menumpuk menjadi benci.
Rasa dendam boleh saja tak tampak. Namun jika dibiarkan mengaliri hati kita, hal ini bisa menjadi penyakit hati, dan mental. Bahkan berdampak buruk pada tubuh.
Tidak ada cara lain untuk menghilangkan dendam, selain dengan memaafkan dan merelakan agar hidup kita bahagia.
“Tidak mudah untuk melupakan tindakan kakakmu pada ayahmu dulu,” kata seorang ibu pada anaknya.
“Apalagi jika ingat bagaimana di akhir hidupnya, ayahmu ingin melihat kakakmu dan anaknya namun mereka tidak mau datang,” lanjutnya.
“Rasanya sakit sekali, jika ingat semua itu,” imbuhnya.
“Namun dalam kondisi saat ini, ketika dia kena stroke dan tidak bisa apa-apa dan ditinggalkan istrinya, saya tidak tega,” kata ibu itu.
“Bu, bagaimana pun dia adalah kakak saya dan anak ibu, kesalahan sebesar apa pun jadi tidak ada artinya jika melihat dia menderita,” sahut anak ibu itu.
“Mari kita rawat dia, dan kita bawa untuk berobat, saya ada sedikit dana untuk biayanya,” lanjutnya.
“Kamu sudah bisa mengampuni kesalahan kakakmu?” tanya ibu itu.
“Saya tidak ada lagi ada rasa marah dan ingin membalas dendam pada kakak, apalagi melihat kondisi dia seperti saat ini, lemah dan tidak berdaya,” jawab anak itu dengan mantap.
“Kalau hanya mengingat kesalahan dan memelihara rasa sakit hati, rasa dendam dan benci tidak akan pernah pergi dari hati ini,” lanjutnya.
“Saya melihat ibu, juga sudah menerima kakak dan mau menyambut kakak seperti dulu, maka aku pun ingin menerima kakak kembali dalam hidupku,” sambungnya lagi.
Dalam bacaan Injil hari ini kita dengar demikian,
“Tetapi Aku berkata kepadamu: Janganlah kamu melawan orang yang berbuat jahat kepadamu, melainkan siapa pun yang menampar pipi kananmu, berilah juga kepadanya pipi kirimu.”
Memaafkan kesalahan orang lain, hanya bisa kita lakukan jika kita berani mengambil langkah yang tegas.
Tidak membiarkan diri dijerat oleh pikiran kelam akibat duka masa lalu. Namun berani berpikir positif, melihat dengan penuh syukur pribadi yang mau kembali dan bertobat.
Tidak ada gunanya membalas kejahatan dengan kejahatan karena itu akan menjadi rantai penderitaan yang tidak terputus.
Intinya, jangan balas kejahatan dengan kejahatan, tetapi tunjukan bahwa kita berbeda karena kita adalah pengikut Kristus.
Sebab kalau tidak mengampuni orang yang bersalah dengan kita, apa bedanya kita dengan mereka yang hidup dalam dendam dan dosa.
Bagaimana dengan diriku?
Apakah aku mengampuni orang yang bersalah dengan diriku?