Sabtu, 2 April 2022
- Yer. 11:18-20.
- Mzm. 7:2-3.9b-10.11-12.
- Yoh. 7:40-53
SATU di antara kelemahan kita adalah mudah sekali menilai orang hanya dari penampilan luar atau mendengar dari perkataan orang lain.
Kita cenderung suka apabila menilai orang lain, tetapi tidak suka jika orang lain berbalik menilainya.
Saat selalu merasa di atas orang lain, pasti akan muncul perasaan angkuh, yang pada akhirnya membuat kita berprasangka buruk dan memandang remeh.
Pikiran yang dipenuhi prasangka buruk akan sulit sekali melihat kebaikan orang lain, walaupun itu hanya sekecil kerikil.
Waktu saya masih kecil, ada tentangga yang terkenal suka marah dan suka ribut dengan tetangga; bahkan mungkin orang satu kampung pernah diajaknya ribut. Tetapi dengan bapak saya, tetangga saya itu sangat baik, bahkan cenderung menuruti apa kata bapak saya.
“Kalau lihat orang yang keras hati jangan dilawan dan dipancing untuk marah,” kata bapak kepada kami.
“Dia hanya perlu telinga dan suara yang menyejukkan, bukan nasihat; apalagi alasan-alasan yang seakan menenatang dia,” lanjutnya.
“Jika kita tahu, kesalahannya dan menjadi gunjingan orang, jangan ditanggapi,” sambungnya.
“Lebih baik kita temui dia dan biarkan dia cerita apa yang sedang dijalaninya, hingga kita tidak menyudutkan dia dengan omongan yang kita dengar,” kata bapak lagi.
“Dalam banyak hal, saya menghargaimu karena engkau mau datang menemuiku dan menanyakan kebenaran apa yang kamu dengar,” kata tetanggaku yang suka marah itu kepada bapak.
“Karena banyak orang yang omong hanya menyambung atau meneruskan omongan orang lain tanpa mau mendengar apa yang sebenarnya terjadi,” lanjutnya.
“Iya meski begitu, perlulah kita menjaga hati kita supaya tidak cepat emosi, mungkin orang tidak berani berurusan dengan kita karena sikap temperamen kita,” sahut bapak.
“Padahal, Mas tahu saya bukan orang yang suka mendendam, saya cepat mengampuni,” kata tetangga itu.
“Tetapi orang sudah terlanjur mencap saya sebagai tukang marah dan tukang ribut,” katanya lagi.
“Hanya dirimu yang bisa mengubah pandangan orang lain,” sahut bapak.
Dalam bacaan Injil hari ini kita dengar demikian,
“Nikodemus, seorang dari mereka, yang dahulu telah datang kepada-Nya, berkata kepada mereka:
“Apakah hukum Taurat kita menghukum seseorang, sebelum ia didengar dan sebelum orang mengetahui apa yang telah dibuat-Nya?”
Jawab mereka: “Apakah engkau juga orang Galilea? Selidikilah Kitab Suci dan engkau akan tahu bahwa tidak ada nabi yang datang dari Galilea.”
Emosi dapat memengaruhi keputusan dan sikap kita karena pikiran kita menjadi kurang jernih.
Pertimbangan kita makin buruk bila kita menaruh syak wasangka terhadap seseorang dan mengambil keputusan berdasarkannya.
Mendengar dan tidak terlalu cepat membuat kesimpulan akan memperkokoh keputusan kita dalam memberi penilaian yang tepat dan benar.
Kita harus berpikir ulang sebelum kita mengambil keputusan atau menetapkan keputusan.
Orang bijak mengatakan bahwa jangan pernah mengambil keputusan pada saat sedang tidak mampu mengendalikan emosi.
Bagimana dengan diriku?
Apakah aku bertindak atas dasar omongan orang?