Tidak Melihat, Namun Percaya

0
459 views
Ilustrasi: Truk besar penuh muatan hendak masuk lambung kapal feri penyeberangan dari Pelabuhan Merak ke Pelabuhan Bakauheni di Lampung. (Mathias Hariyadi)

Puncta 16.04.23
Minggu Paskah II
Yohanes 20:19-31

SAYA tidak percaya diri, saat menyeberang sungai atau menaikkan motor di perahu hanya lewat satu papan kayu.

Waktu tugas di Kalimantan, beberapa kali saya alami jatuh tercebur di sungai, karena tidak percaya diri.

Waktu itu banyak perjalanan harus menyeberang sungai. Motor harus dinaikkan ke sampan atau dikendarai sendiri melewati sebatang papan kayu.

Konsentrasi dan keseimbangan harus dijaga. Kalau takut dan ragu-ragu bisa terpeleset jatuh beserta motor dan seluruh bawaannya.

Saya mendapat pelajaran nyata tentang percaya, ketika menyeberang Sungai Kapuas dengan kapal. Saya disuruh ambil mobil “gres” dari dealer di Pontianak.

Ini pengalaman pertama kali. Sungai Kapuas sedang surut. Kapal penyeberang bersandar di bawah. Jembatan menuju kapal posisinya turunan tajam.

Saya tidak bisa melihat jalur turunan itu dari dalam mobil. Satu-satunya cara hanyalah mengikuti aba-aba dua orang tukang parkir.

Satu di dek kapal di bawah, satu lagi dampingi saya dari atas. Mereka memandu dengan kode tangannya dan aba-aba untuk berani turun.

Roda depan harus lurus dengan jembatan selebar roda mobil. Tangan kanan pegang stir mobil. Tangan kiri pegang rem tangan. Kaki kiri injak rem. Kaki kanan pelan-pelan mengatur jalannya mobil.

Mata dan telinga fokus pada perintah tukang parkir. Keringat dingin sebesar biji jagung “nyerocos” membasahi tubuh.

Sebelum ini, saya melihat mobil box membawa muatan berat terguling tidak mampu menahan beban dan jatuh tercebur ke sungai. Peristiwa itu menimbulkan keraguan dan ketakutan.

Apa saya bisa melewati jembatan penyeberangan ini? Apalagi kondisi mobil saya masih “kinclong” baru keluar dari dealer. Takut terjadi kecelakaan.

“Roda lurus?” tanya tukang parkir di bawah. “Yuk pak, pelan-pelan maju. Pegang rem tangan dan injak remnya.”

Saya tidak bisa melihat jalan turun, karena tertutup oleh dashboard. Saya hanya melihat kedua tangan tukang parkir itu memberi kode. Saya dengan gemetar mengikuti dan percaya pasti mereka tidak akan mencelakakan saya.

Mobil berhasil masuk ke dek kapal. Lega rasanya. Tetapi perasaan itu tidak lama. Karena saya harus melakukannya sekali lagi untuk naiknya di seberang sana.

Bermodalkan percaya pada tukang parkir, ikuti perintah-perintahnya dengan benar, walau tidak bisa melihat jalan, singkirkan rasa takut, pasti akan selamat.

Demikian juga pengalaman para murid setelah kematian Yesus. Mereka mengalami ketakutan, berdiam diri di rumah dengan pintu terkunci. Mereka tidak berani beranjak dari keputus-asaan dan kesedihan.

Lalu Yesus datang memberi semangat, “Damai sejahtera bagi kamu.”

Ia memberi perintah, “Sama seperti Bapa mengutus Aku, demikian juga sekarang Aku mengutus kamu.”

Mereka diutus untuk pergi mewartakan sukacata Injil.

Tomas tidak percaya kalau tidak melihat sendiri. Maka Yesus menampakkan Diri kepadanya dan berkata, “Karena engkau melihat Aku, maka engkau percaya. Berbahagialah mereka yang tidak melihat, namun percaya.”

Percaya itu tidak harus melihat, tetapi yakin dengan bimbingan-Nya kita akan selamat.

Saya percaya pada bimbingan tukang parkir kendati saya tidak melihat jalan. Jika ikut perintahnya akan selamat, jika tidak, akan jatuh tercebur.

Percayakah anda pada perintah Tuhan?

Di tengah gelap ada cahaya,
Cahaya pelangi di ufuk senja.
Tidak melihat namun percaya,
Ikut perintah-Nya pasti bahagia.

Cawas, mari kita percaya…

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here