Tidak Sekadar Puasa

0
46 views
Ilustrasi: Berdoa dan berpuasa by Philippine Catholic Mission

Puncta 16.02.24
Jum’at Sesudah Rabu Abu, Hari Pantang
Matius 9:14-15

SAAT ini kita sudah memasuki masa puasa yakni masa Prapaskah. Kita menjalani masa puasa selama 40 hari.

Waktu 40 hari bisa dibilang panjang, tetapi juga bisa dibilang pendek. Panjang, jika kita melakukannya hanya sebatas menjalani aturan. Pendek, jika kita bersungguh-sungguh ingin memperbaharui diri kita.

Kalau kita hanya terjebak menjalani puasa sebagai aturan atau kewajiban belaka, maka puasa ini tidak ada pengaruhnya sama sekali. Waktu puasa hanya berlalu begitu saja seperti hari-hari biasa. Tidak ada maknanya sama sekali. Tidak ada perubahan sikap.

Dalam kutipan Injil hari ini, Yesus ditanyai mengapa murid-murid-Nya tidak berpuasa, sedang murid-murid Yohanes dan kaum Farisi menjalani aturan puasa. Yesus menghubungkan puasa dengan kedatangan mempelai laki-laki yaitu Diri-Nya.

Ketika pengantin laki-laki masih ada, maka orang tidak berpuasa, tetapi berpesta. Baru setelah pengantin laki-laki diambil, mereka akan berpuasa. Ketika Yesus sudah diambil dari tengah-tengah kita, maka murid-Nya akan berpuasa.

Puasa adalah waktu menantikan kedatangan Pengantin Laki-laki. Kita menyiapkan diri untuk menyambut Kristus. Saat itulah kita berpuasa.

Jadi puasa bukan melulu soal tidak makan dan minum, tetapi menyiapkan diri lebih pantas untuk menyambut kedatangan-Nya.

Nabi Yesaya dalam bacaan pertama lebih menekankan lagi makna puasa. “Sesungguhnya, kamu berpuasa sambil berbantah dan berkelahi, serta memukul dengan tinju dengan tidak semena-mena.

Inikah puasa yang Kukehendaki: mengadakan hari merendahkan diri? Menundukkan kepala seperti gelagah? Dan membentangkan kain karung serta abu sebagai lapik tidur? Itukah yang kausebutkan berpuasa?”

Tuhan menjawab lewat Nabi Yesaya; “Bukan. Berpuasa yang Kukehendaki ialah: engkau harus membuka belenggu-belenggu kelaliman dan melepaskan tali-tali kuk; membagi-bagikan rotimu bagi orang yang lapar, dan membawa ke rumahmu orang miskin yang tak punya rumah; dan apabila engkau melihat orang telanjang, supaya engkau memberi dia pakaian, dan tidak menyembunyikan diri terhadap saudaramu sendiri.”

Puasa tidak hanya dibatasi soal tidak makan dan minum, tetapi puasa harus terwujud dalam tindakan kepedulian terhadap orang-orang miskin.

Berbuat baik kepada mereka yang menderita, miskin, lapar dan telanjang, tidak punya rumah. Dengan tindakan kebaikan itulah kita menyambut kedatangan kembali Yesus Kristus, Sang Mempelai Laki-laki.

Kita berpuasa, tidak makan dan minum, tetapi jika kelakuan kita tidak berubah, tetap menindas sesama, membiarkan orang kelaparan dan menderita, maka puasa kita hanya sebatas menjalankan atura-aturan belaka.

Mari membangun sikap yang benar dalam berpuasa.

Menerima abu tepat di dahi,
Tidak dicoret-coret di kedua pipi.
Kita berlatih mengendalikan diri,
Dengan bertindak dan lebih peduli.

Cawas, tidak sekedar melakukan aturan
Rm. A. Joko Purwanto Pr

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here