Tiga Pertanyaan

0
263 views
Kebijaksanaan by Wallace

Puncta 02.07.23
Minggu Biasa XIII
Matius 10: 37-42

SEEKOR tikus selalu mencuri makanan yang dikumpulkan seorang pengemis. Si pengemis bertanya kepada tikus, “Hai tikus, kenapa kamu selalu mencuri makananku?”

Dengan lincahnya tikus menjawab, “Kamu ditakdirkan hanya punya tiga makanan saja, kalau tidak percaya, tanyakan kepada Sang Budha?”

Pengemis muda itu mengembara mencari Sang Budha. Ia menginap di suatu rumah. Tuan rumah punya anak gadis yang bisu. “Anak muda, jika kamu ketemu Sang Budha, tanyakan kenapa anakku sakit bisu sekian lamanya?”

Pengemis itu berterimakasih atas tumpangan dan mengingat pertanyaan orang tua itu.

Ia harus melewati gunung dan lembah. Ia bertemu dengan penyihir yang sudah hidup ribuan tahun dengan tongkatnya. Ia membawa pengemis itu terbang melintasi gunung dengan tongkatnya.

Penyihir juga meminta, “Coba tanyakan kepada Sang Budha, seharusnya saya sudah masuk surga, kenapa saya belum juga bisa pergi ke sana?”

Lalu pengemis itu tiba di pinggir sungai yang lebar. Ia berjumpa dengan kura-kura raksasa yang bersedia menyeberangkan pengemis itu.

Sambil berenang kura-kura itu berkata kepada anak muda itu, “Coba tanyakan juga kepada Sang Budha, saya sudah hidup sangat lama, seharusnya saya sudah menjada naga, kenapa hal itu belum tercapai?”

Akhirnya pengemis itu ketemu Sang Budha. Sang Budha hanya mau menjawab tiga pertanyaan. Padahal pengemis muda itu punya empat pertanyaan.

Ia merasa kasihan kepada kura-kura, penyihir dan gadis malang yang tidak bisa bicara. Ia merelakan pertanyaannya sendiri tersimpan dalam hati.

Ia memutuskan untuk bertanya tentang masalah mereka. Sang Budha menjawab, “Kura-kura tidak mau meninggalkan tempurungnya. Kalau ia mau, ia bisa menjadi naga.

Penyihir itu tidak mau melepaskan tongkatnya. Tongkat itu menghalangi dia ke surga. Dan gadis itu bisa bicara kalau dia ketemu belahan jiwanya.”

Pengemis itu kembali kepada kura-kura. “Apa kata Sang Budha?”

Jawab pengemis itu, “Kamu harus mau melepaskan tempurungmu.”

Kura-kura melepaskan tempurungnya. Di dalamnya ada banyak mutiara. Ia berikan mutiara itu kepada pengemis. “Aku tidak membutuhkan semua ini,” kata kura-kura. Lalu ia berubah menjadi naga.

Pengemis itu bertemu dengan si penyihir. “Apa kata Sang Budha?”

Jawab pengemis, “Kamu harus melepaskan tongkatmu. Tongkatmu itu seperti jangkar yang menghambat engkau ke surga.”

Ia memberikan tongkatnya kepada si pengemis. Ia pergi ke surga. Pengemis itu membawa mutiara yang sangat berharga dan tongkat ajaib.

Pengemis itu singgah di pondok orangtua yang anak gadisnya bisu. “Apa kata Sang Budha?” Jawab pengemis itu, “Ia bisa bicara kalau ketemu belahan jiwanya.”

Si gadis keluar dan menemui pengemis muda itu dan tiba-tiba bisa berkata, “Bukankah engkau yang singgah di sini sepekan yang lalu?” Akhirnya mereka menemukan cintanya dan hidup dalam damai sejahtera.

Ketika kita berani meninggalkan segalanya, kita akan memperoleh semuanya.

Pengemis itu mengorbankan pertanyaannya sendiri untuk diajukan kepada Sang Budha. Namun ia justru mendapatkan semua jawaban dari pertanyaannya.

Yesus berkata, “Barangsiapa mempertahankan nyawanya, ia akan kehilangan nyawanya, dan barangsiapa kehilangan nyawanya demi Aku, ia akan memperoleh kembali.”

Inilah paradoksal kasih; ketika kita berani melepaskan, kita justru akan mendapatkan.

Malam-malam ke Weleri,
pintu gapura sudah terkunci.
Marilah kita ikhlas berbagi,
Tuhan akan selalu memberi.

Cawas, terus berbagi…

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here