SEMULA kedua orangtuanya tidak paham mengapa Titus Brandsma akhirnya malah memilih menjadi Karmelit dan bukan menjadi Fransiskan.
Baru di kemudian hari motivasi panggilan diketahui. Titus merasa dirinya amat tertarik kepada kekayaan mistik hidup iman Katolik. Keinginannya itu menemukan tempat yang paling tepat di dalam Ordo Karmel (O.Carm)
Panggilan ke dalam hidup mistik itu semakin tumbuh subur, ketika Titus Brandsma membaca kisah dan karya-karya sosok mistikus besar, yakni Teresa dari Avila dan Yohanes dari Salib.
Ia juga menemukan lingkungan yang mendukung minatnya.
Biara Karmel Boxmeer di mana dia memulai formasinya sebagai calon anggota Ordo Karmel (novisiat) semakin menjawab kerinduannya.
Mistikus atau mistik
Sebenarnya orang macam apakah seorang mistikus itu?
Mistikus adalah seorang yang mengalami pengalaman mistik (persatuan dengan Allah) lewat pengalaman-pengalaman rohani di dalam hidup sehari-hari.
Ia yakin bahwa persatuan dengan yang ilahi (Tuhan) itu dapat dialami melalui komunikasi langsung.
Mistikus memahami bahwa proses persatuan itu memerlukan waktu bertahun-tahun dan usaha yang keras. Ditempuh antara lain lewat berdoa, kontemplasi dan serah diri (self-surrender) kepada Tuhan.
Para mistikus sejati biasanya tidak (mau) banyak bicara tentang pengalaman mistiknya. Mereka berbahagia dengan pengalamannya itu.
Persatuan mereka dengan Tuhan membuahkan pengalaman kasih dan persatuan dengan segala sesuatu yang lain (bukan Tuhan).
Dua aspek hidup mistik
Titus Brandsma menulis bahwa mistik mempunyai dua aspek, yakni aspek ilahi dan manusiawi. Ada elemen teologis dan humanis.
Ia membedakan mistik doktrin dari mistik hidup.
- Yang pertama bisa diajarkan oleh mereka yang tidak pernah mempunyai pengalaman mistik. Mereka ini teoretisi mistik.
- Sementara yang kedua lahir dari pengalaman nyata persatuan dengan Allah.
Santa Teresa dari Avila dan Santo Yohanes dari Salib, misalnya, termasuk sosok mistikus tipe kedua. Namun mereka juga penulis otoritatif tentang mistik.
Walau ia menaruh hormat kepada kedua mistikus di atas, ditegaskannya pula bahwa hidup mistik Karmel tidak mulai dari mereka. Keduanya dibentuk dan memulai hidup spiritualitas Karmel menurut regula Karmel.
Mereka berdua itu hanya melanjutkan tradisi Karmel. Dengan itu, ia mau menegaskan bahwa hidup doa dan mistik dari Ordo Karmel (O.Carm) dan Ordo Karmel Tak Berkasut (OCD) itu mengalir dan tumbuh dari sumber yang sama.
Dua tujuan hidup
Menurut Titus Brandsma, hidup Karmel itu memiliki dua tujuan.
- Yang pertama adalah memenuhi semua kewajiban, menghindari dosa dan menghayati keutamaan.
Ini mesti diraih dengan bantuan rahmat Allah lewat latihan dan praktik.
- Yang kedua adalah mengalami kehadiran Allah dan manisnya kemuliaan surgawi.
Ini dirasakan bukan hanya setelah mati, tetapi saat orang masih hidup di dunia ini. Ini bisa diraih semata-mata berkat kebaikan dan rahmat Allah.
Hidup Karmel itu bersifat mistik. Para Karmelit dipanggil menghayati hidup mistik, suatu pemberian Tuhan. Karena itu, betapa pentingnya meletakkan dasar hidup mistik sejak awal formasi Karmel.
Tentang hal itu, Titus Brandsma menulis catatan sebagai berikut.
“Mulai saat mereka diterima ke dalam Ordo, para novis harus mempraktikkan hidup rohani yang mendalam dan tidak diizinkan melakukan aktivitas apa pun kecuali yang berkaitan dengan dasar yang sudah diletakkan.”
Bagi Titus Brandsma, mistik merupakan proses di mana Allah memasuki jiwa dengan kasih. Dan jiwa menyerah kepada kasih itu sambil melepaskan diri dari segala macam kelekatan, karena tunduk kepada gerakan Roh Kudus yang bernyala-nyala.
Tuhan memanggil setiap orang ke dalam hidup mistik. Keyakinannya ini tercermin dalam tulisan-tulisan tentang mistik.
“Setiap orang Kristen mempunyai kemampuan ini: menyambut Allah. Setiap orang memiliki sepercik api yang suatu saat menjadi cahaya atau api yang memancarkan kebijaksanaan sejati dan kasih yang murni. Di dalam jiwa hal ini menjadi awal hidup bersama Allah.”
Pemikiran-pemikiran tentang mistik lebih dari sekedar khazanah intelektual dalam menara gading yang teoritis. Tetapi lahir dan mengalir dari sikap hidup pribadinya dalam menghayati persatuan dengan Allah dan sesama.
Menghayati hidup mistik itu tidak berarti hanya tinggal dalam biara dan mengisolasi diri di tempat sepi. Hidup mistik itu dapat dihayati dalam kesibukan yang luar biasa padatnya.
Itulah yang tampak dalam diri Titus Brandsma. (Berlanjut)