Renungan Harian
Selasa, 06 April 2021
Bacaan I: Kis. 2: 36-41
Injil: Yoh. 20: 11-18
SIANG itu, saya menerima kabar duka. Ada seorang ibu yang meninggal.
Saya mengenal baik ibu itu. Ia tinggal dengan suaminya dan tidak memiliki anak. Maka, saya segera ke rumah almarhum untuk menemui suaminya.
Bapak yang amat saya kenal karena kami sering ngobrol. Ia sering memberi masukan berkaitan dengan kotbah-kotbah saya.
Bapak itu duduk di ruang tamu. Tampak amat berduka, meski tidak menangis. Sementara warga lingkungan berdatangan membereskan rumah agar dapat menerima warga yang mau melayat.
Ketika saya menyampaikan dukacita, ia menjawab: “Romo, saya amat kehilangan ibu. Sekarang bagi saya semua gelap. Romo tolong bantu mengurus ibu sebaik mungkin, saya pasrah ke Romo, saya tidak bisa mikir.”
Saya menawarkan untuk mengantar dan menemani bapak itu ke rumah sakit untuk melihat isterinya dan dia setuju.
Saya mengantar ke rumah sakit, dan bapak itu menangis melihat jenazah isterinya. “Selamat jalan ya djeng, sebentar lagi saya nyusul,” bapak itu berbisik.
Setelah selesai upacara pemakaman, sore hari saya berkunjung ke rumah bapak itu untuk ikut doa bersama dengan umat lingkungan.
Selesai doa, bapak itu bertanya: “Romo, Tuhan ada di mana ya? Saya mau minta agar saya boleh ikut isteri saya.”
Saya hanya diam, amat menyedihkan mendengar dia mengatakan hal itu.
Ketika merayakan ekaristi mengenang 40 hari ibu itu dipanggil Tuhan, bapak itu bercerita: “Romo, saya sudah bertemu dengan Tuhan, dan saya sekarang sudah tenang.”
Saya sudah mengikhlaskan dia pergi mendahului saya, dan pada saatnya nanti saya akan menyusul dia.
“Saya merasakan disapa Tuhan, saat saya berdoa Rosario, yang sebenarnya sebagai pengantar tidur saya.
Saya seperti mendengar suara bapak saya memanggil saya dan membuat saya tersadar, bahwa saya telah tenggelam dalam kesedihan yang justru membuat perjalanan isteri saya tersendat, dan saya ditegur seperti orang yang tidak beriman.
Saya diingatkan dengan percakapan kami berdua, tentang bagaimana nanti seandainya salah satu dari kami dipanggil terlebih dahulu.
Kami telah berjanji tidak akan tenggelam dalam kesedihan karena cinta kami tidak terpisahkan juga oleh kematian.”
“Saya sadar romo, dia sudah bahagia, saya tahu dia di mana, hanya untuk menghubunginya saya belum menemukan kode areanya. (istilah kode area no telepon). Saya yakin suatu saat saya akan menemukan kode area itu.”
Sejak saat itu saya melihat bapak itu lebih segar, kelihatan sudah kembali ke kesibukannya dan selalu misa pagi lagi sendirian.
Sekarang a ke gereja selalu naik sepeda, karena sekarang sendirian.
Sebagaimana pengalaman Maria Magdalena tidak mengenali Yesus,meski Yesus berdiri di dekatnya.
Kesedihan dan duka yang mendalam menjadikannya tidak mampu mengenali Yesus. Namun saat Yesus memanggil namanya Ia langsung mengenalnya.
“Kata Yesus kepadanya: “Maria!”
Maria berpaling dan berkata kepadaNya dalam bahasa Ibrani, “Rabuni!”, artinya “Guru.”
Bagaimana dengan aku?
Pengalaman personal macam apa yang membuat aku mudah menemukan Tuhan?