Adanya kejahatan di dunia ini dapat menyebabkan orang mempertanyakan kebaikan Tuhan. Bagaimana Tuhan dapat disebut adil, Mahakasih dan Mahakuasa ketika Tuhan tampak diam saja saat menyaksikan orang baik mendapatkan kemalangan dan sebaliknya orang jahat justru memperoleh kemakmuran? Bagaimana Tuhan disebut adil ketika Ia tampak tidak berbuat apa-apa saat para pembela kebenaran justru dikejar-kejar dan menderita sedangkan para penguasa yang jelas-jelas sudah tidak mendengarkan hati nurani justru tetap aman dalam posisinya? Bagaimana kita dapat mengatakan bahwa Tuhan adil ketika menyaksikan bencana alam dahsyat yang membuat banyak orang tidak bersalah menderita?
Tantangan serius bagi orang-orang yang percaya kepada Tuhan adalah problem kejahatan. Jika Tuhan adil, tentu DIA akan menghancurkan semua orang jahat, Jika Tuhan Maha Kuasa, tentu DIA akan mencegah agar bencana alam yang membuat banyak orang tidak bersalah menderita tidak terjadi. Jika DIA berbelaskasihan, tentu DIA akan selalu melindungi umatnya dari berbagai tindakan jahat dan bencana alam dahsyat. Namun itu semua tidak selalu terjadi. Jadi?
Jawaban atas Protes Manusia
Kejahatan dibedakan menjadi dua, yakni kejahatan moral (moral evil) dan kejahatan alam (natural evil). Yang dimaksud dengan moral evil, adalah kejahatan yang terjadi karena kehendak bebas manusia, misalnya, pembunuhan, perampokan, pemerkosaan, penindasan, dsb. Sedangkan yang dimaksud dengan natural evil adalah berbagai hal yang “jahat”, terlepas dari kehendak bebas manusia, misalnya bencana gunung meletus, banjir, gelombang tsunami, dan berbagai bencana alam lain yang menyengsarakan manusia. Orang-orang yang percaya kepada Tuhan ditantang untuk menjawab persoalan ini.
Dalam buku “Evil and The God of Love”, John Hick, seorang teolog dan filsuf Inggris, mencoba menjawab kegelisahan orang-orang yang menggugat keberadaan Tuhan yang Mahaadil, Mahakuasa, dan Mahakasih.
Terhadap kejahatan moral, jawabannya sederhana: Allah telah memberikan manusia kebebasan. Justru dengan kehendak bebas itulah manusia bisa bahagia dengan sebenar-benarnya. Namun kebebasan juga membawa konsekuensi. Manusia bisa jahat karena menyalahgunakan kehendak bebasnya. Jadi, Kehendak bebas memang bisa menciptakan dua kemungkinan, yakni kebaikan dan kejahatan. Namun demikian, fakta adanya kejahatan tidak kemudian membuat kehendak bebas itu harus dicabut oleh Tuhan. Jika dicabut, manusia hanya akan menjadi robot, tidak mempunyai kebebasan untuk menentukan diri sendiri, tidak bisa benar-benar bahagia.
Misteri
Bagaimana penderitaan yang disebabkan oleh gejala alam yang berada di luar kuasa manusia? Setelah menganalisa dan menjelaskan banyak hal, Hick memberikan satu jawaban: Itu semua masih misteri. Namun demikian, hal tersebut justru akan mengundang orang untuk menolong orang tanpa pamrih. Apabila penderitaan yang disebabkan oleh bencana alam itu hanya akan menimpa orang-orang jahat, orang tidak akan tergerak untuk membantu. Justru karena yang terkena tidak hanya orang jahat, orang akan lebih digerakkan untuk membantu mereka.
Penderitaan dan kejahatan tidak akan bisa dipahami tanpa mengakui adanya hidup sesudah mati. Setelah mati, manusia dibawa menuju keselamatan oleh Tuhan. Tidak setiap orang akan langsung bisa diterima oleh Tuhan. Mereka harus dibersihkan terlebih dahulu. Mereka yang perjalanan hidupnya sudah diuji (lewat penderitaan), dan ternyata mampu bisa semakin menyempurnakan dirinya lewat penderitaan itu, tidak perlu diuji lebih banyak lagi dalam penyucian. Jadi, sejauh penderitaan manusia itu dipergunakan untuk mengabdi rencana Tuhan, penderitaan itu menjadi sarana untuk bersatu denganNya dalam kebahagiaan. Itulah sebabnya John Hick menyebut dunia ini sebagai “Soul Making Valley”, lembah untuk semakin membersihkan jiwa kita, semakin menyucikan jiwa kita, agar kita siap di dunia abadi nantinya.