Kamis, 12 Januari 2023
- Ibr. 3:7-14.
- Mzm. 95:6-7, 8-9, 10-11.
- Mrk. 1:40-45.
SETIAP manusia pasti pernah mengalami sakit, baik sakit ringan atau pun yang berat.
Ketika sakit, badan akan merasakan tidak nyaman bahkan harus menahan rasa sakit.
Terkadang orang yang mengalamai sakit masih bisa menjalankan aktivitas dan tetap bekerja seperti biasanya.
Namun, ada pula ketika dalam kondisi tertentu, orang yang sakit tidak dapat beraktivitas harus beristirahat total untuk menjalani pengobatan secara intensif.
Saat mendapat giliran anugerah sakit tak selamanya harus disesali, karena terkadang dengan sakit kerap kali kita berjumpa dengan hikmah Allah.
Kadang karena sakit seseorang menjadi lebih peka dan bisa merasakan anugerah kesehatan, bahkan bisa makan dengan leluasa dan dapat beraktivitas serta beribadah dengan baik.
“Tiba-tiba saja tangan dan kakiku tidak bisa bergerak,” kata seorang bapak yang duduk di atas pembaringan itu.
“Saya terkena stroke hingga tidak bisa lagi melakukan aktivitas, meski hanya untuk menolong diri sendiri,” lanjutnya.
“Semuanya seakan sudah berakhir, duniaku pun berubah total,” ujarnya.
“Saya hanyalah beban bagi isteri dan anak-anakku,” sambungnya.
“Hatiku tidak tega melihat isteri dan anak-anak harus membanting tulang demi kehidupan keluarga kami,” lanjutnya.
“Aku ingin sembuh dan ingin kembali mengambil peran yang selama ini terpaksa dilakoni isteri dan anak-anakku,” tegasnya.
“Sudah semua obat dan nasihat orang lain saya ikuti, namun Tuhan masih memberiku ujian untuk sabar dan berdoa,” ujarnya.
“Semoga Tuhan mendengar suara hatiku dan memandang penderitaanku dan berkenan menyembuhkanku,” tegasnya.
Dalam bacaan Injil hari ini kita dengar demikian,”
Maka tergeraklah hati-Nya oleh belas kasihan, lalu Ia mengulurkan tangan-Nya, menjamah orang itu dan berkata kepadanya: “Aku mau, jadilah engkau tahir.”
Seketika itu juga lenyaplah penyakit kusta orang itu, dan ia menjadi tahir.”
Dalam masyarakat Yahudi waktu itu, penderita kusta dianggap najis.
Orang yang bersentuhan dengan penderita akan menjadi najis.
Karena itu, mereka harus tinggal di luar kota agar masyarakat tidak tertular kenajisan. Mereka itu dianggap sebagai orang buangan.
Penderita kusta tak ubahnya mayat hidup.
Secara jasmaniah hidup, namun dianggap mati. Lebih tepat, dimatikan masyarakatnya.
Bahkan, mereka tidak diizinkan mengikuti ibadah karena dianggap tidak bersih.
Dengan kata lain, penderita kusta tak pernah beribadah.
Orang kusta itu tanpa mengindahkan aturan, dia mendatangi Yesus.
Tindakan yang bukan tanpa risiko. Biasanya orang akan menyingkir bila berpapasan dengan penderita kusta.
Dia siap ditolak. Tekadnya satu: hidup lahir batin. Dan dia percaya bahwa Yesus sanggup menolongnya.
Bagaimana dengan diriku?
Apakah aku sungguh percaya bahwa Tuhan Yesus bisa mengubah segalanya menjadi baik?