Minggu, 28 Juli 2024
2Raj. 4:42-44.
Mzm. 145:10-11,15-16,17-18.
Ef. 4:1-6.
Yoh. 6:1-15
KITA memiliki kelebihan, apa pun itu, misalnya kelebihan waktu, tenaga, uang, makanan, pakaian, dan sebagainya. Namun enggan berbagi dengan mereka yang membutuhkan. Kadang kekikiran menguasai diri kita sehingga menutup pintu kedermawanan dan kemurahan hati.
Kemurahan hati diartikan sebagai kebaikan hati; sifat kasih dan sayang. Kemurahan hati juga dapat dimaknai tindakan tidak mementingkan diri sendiri dan baik hati kepada orang lain.
Dengan kemurahan hati, dunia akan menjadi tempat yang lebih baik. Kita tak akan segan untuk saling berbagi, mengulurkan tangan untuk menolong sesama yang membutuhkan.
“Tuhan bisa mengubah keterbatasanku menjadi kelimpahan,” kata seorang bapak.
“Pengalamanku saat harus membiayai anak-anak studi telah mengajar selalu berharap pada Tuhan bahkan dalam situasi yang tampaknya mustahil. Saat aku kekurangan dana padahal sudah waktu membayar uang kuliah anakku, Tuhan mengulurkan tangan dan menolongku dengan cara yang sungguh di luar daya nalarku. Tuhan mampu mengubah yang sedikit menjadi banyak dan memenuhi kebutuhanku dengan cara yang tidak terduga.
Saya hanya berusaha untuk selalu menyerahkan segala kekurangan dan keterbatasanku kepada Tuhan dan mempercayakan segala sesuatu dalam tangan-Nya,” ujar bapak itu.
Dalam bacaan Injil hari ini kita dengar demikian, “Lalu Yesus mengambil roti itu, mengucap syukur dan membagi-bagikannya kepada mereka yang duduk di situ, demikian juga dibuat-Nya dengan ikan-ikan itu, sebanyak yang mereka kehendaki.”
Kisah penggadaan roti dan ikan ini, mengajarkan pelajaran penting tentang iman dan penyelenggaraan Ilahi.
Kita melihat, kebutuhan yang sangat besar dari orang banyak dan keterbatasan dari apa yang bisa diberikan oleh manusia.
Dalam hidup ini ada saatnya kita menghadapi masalah yang tampaknya tidak dapat kita atasi sendiri, seperti masalah keuangan, kesehatan, atau hubungan.
Sama seperti murid-murid Yesus yang tidak melihat bagaimana mereka bisa memberi makan semua orang dengan hanya lima roti dan dua ikan, kita juga sering merasa tidak memiliki cukup untuk memenuhi kebutuhan kita sendiri dan orang-orang di sekitar kita.
Namun, Yesus tidak terjebak dalam keterbatasan manusia. Dia tahu apa yang akan Dia lakukan dan meminta murid-murid-Nya untuk memberi tahu apa yang ada.
Dia mengambil roti dan ikan itu, mengucapkan syukur, dan membagikannya. Setiap orang makan sampai kenyang dan bahkan ada sisa yang dikumpulkan.
Peristiwa ini, mengajarkan kita bahwa dalam keterbatasan kita, kita perlu menaruh kepercayaan penuh pada kuasa Tuhan. Tuhan tidak hanya melihat apa yang kita miliki, tetapi Dia dapat mengubah keterbatasan kita menjadi sesuatu yang lebih dari cukup.
Ketika kita menyerahkan apa yang kita miliki kepada Tuhan dengan iman, Dia akan bekerja melampaui harapan kita.
Yesus menggunakan lima roti dan dua ikan yang ada di tangan seorang anak kecil untuk melakukan mukjizat.
Kisah Ini mengingatkan kita bahwa Tuhan dapat menggunakan apa pun yang kita miliki, sekecil atau sebesar apa pun itu, untuk mencapai tujuan-Nya.
Tugas kita adalah memberi dengan hati yang bersyukur dan penuh iman, bukan hanya menunggu sampai kita memiliki lebih banyak atau merasa lebih siap.
Bagaimana dengan diriku?
Apakah aku tetap berharap pada Tuhan meski kondisi sangat berat dan sulit?