ADA ungkapan menarik dalam Injil hari ini (Lukas 5:33-39). Yesus menyebut Diri-Nya sebagai mempelai pria dan para murid sebagai sahabat-Nya. Mereka bagai sedang berada bersama dalam suatu pesta yang diwarnai dengan suasana khas.
Pertama, suasana sukacita. Ketika para murid bersama dengan Yesus mereka dapat menikmati sukacita. Mereka tidak perlu berpuasa (Lukas 5:34). Pesta dan makan bersama menggambarkan kehidupan di surga (Matius 22:2).
Kedua, relasi akrab antara mempelai pria dan para sahabat-Nya. Mempelai pria itu Yesus dan sahabat-sahabat-Nya adalah para murid. Kehadiran sang mempelai pria amat menentukan sukacita dalam pesta itu.
Pesta nikah di kalangan orang Yahudi biasanya berlangsung selama tujuh hari. Mereka yang berada dalam pesta itu menikmati sukacita dengan minum anggur. Anggur itu lambang sukacita dan tidak ada pesta tanpa anggur.
Mempelai pria bertanggungjawab untuk menyediakan anggur itu (Yohanes 2:9-10). Karena itu, dalam Injil hari Yesus berbicara tentang anggur tua dan baru (Lukas 5:39). Biasanya mempelai pria menyiapkan anggur tua, karena para tamu lebih menyukainya. Tetapi Yesus menyiapkan anggur yang baru.
Sebagai sahabat bagi para tamu pesta pernikahan, Yesus membawa ajaran dan hidup baru, yaitu hidup dalam Roh. Orang menghayatinya dalam relasi batin yang kuat dan murni dengan Tuhan. Hidup ini lebih baik daripada hidup keagamaan yang hanya berupa ketaatan lahiriah terhadap hukum dan aturan.
Ketaatan lahiriah itulah yang mendasari pertanyaan orang Farisi dan Ahli Taurat kepada Yesus. Murid Yohanes Pembaptis berpuasa, mengapa murid Yesus tidak (Lukas 5:33). Jawaban Yesus menegaskan bahwa mereka yang bersama Yesus tidak perlu berpuasa.
Yesus itu sumber sukacita. Dia adalah sahabat yang mendatangkan sukacita sejati. Namun, ada banyak orang yang lebih memilih mencari sukacita di luar Yesus, Sang Sahabat. Apakah kita mencari dan menikmati sukacita dalam Yesus?
Jumat, 6 September 2024
HWDSF