Puncta 14 Februari 2025
PW. St. Sirilus, Rahib dan St. Metodius, Uskup
Markus 7: 31-37
BAYAT adalah sebuah desa di Kabupaten Klaten. Di sana ada Gua Maria “Marganingsih.” Ingat Bayat, kita ingat almarhum Romo Soenarwijaya SJ dan Romo A. Sandiwan Brata Pr, karena beliau-beliau berasal dari Bayat, Klaten.
Sebelum sampai di Gua Maria, kita melewati toko-toko penjual kerajinan dari tanah liat atau orang Jawa menyebut “Grabah.”
Benda itu bisa berbentuk pot, kendi, cobek, jun atau klenthing, dan barang hiasan lainnya.
Tukang grabah menciptakan pot atau kendi dari tanah liat. Tanah diolah dengan air sampai lembut. Lalu dibentuk dengan tangannya di meja pencetakan.
Kadang belum sempurna, harus dirusak dan dimulai dari awal lagi, sampai jadi indah dan baik.
Peristiwa Yesus menyembuhkan orang yang tuli dan yang gagap kali ini mengingatkan akan kisah penciptaan manusia dalam Kitab Kejadian.
Hal ini dipertegas dengan kalimat orang banyak yang menyatakan: “Ia melakukan segala-galanya dengan baik; yang tuli dijadikan-Nya mendengar, yang bisu dijadikan-Nya berkata-kata.”
Kita diingatkan akan pernyataan bahwa “Allah melihat segala yang dijadikan-Nya itu, sungguh amat baik.”
Kita menjadi Katolik tidak otomatis menjadi sempurna. Masih ada banyak cacat cela dan kerusakan dalam diri kita. Maka kita terus memohon kepada Tuhan untuk memperbaiki kita.
Kita ini berasal dari tanah. Biarkan Tuhan yang membentuk kita. Kita hanya siap sedia jika proses penciptaan itu terus berlangsung. Kadang hidup kita hancur, berantakan, gagal, jatuh dan pecah.
Biarlah Tuhan membentuk kita kembali menjadi indah dan bagus lagi. Ingatlah bahwa kita masing-masing diciptakan baik adanya oleh Tuhan.
Bisa jadi sekarang kita sedang mengalami pembentukan kembali untuk diperbaiki oleh Tuhan.
Setelah jalan di Pantai Drini,
Jangan lupa santap ikan dan nasi.
Cobaan datang silih berganti,
Jangan biarkan doamu berhenti.
Wonogiri, dibentuk kembali
Rm. A. Joko Purwanto, Pr