Selasa, 19 Januari 2021
Bacaan I: Ibr 6:10-20
Injil: Mrk 2:23-28
“DATANG terlambat menganggu umat, pulang cepat tidak hormat,” demikian bunyi tulisan di pintu gereja paroki yang pernah saya layani.
“Pastor harus menegurnya supaya tidak selalu terlambat mengikuti Perayaan Ekaristi,” kata umat mengeluhkan kebiasaan seorang ibu yang hampir selalu datang terlambat waktu misa.
“Kami para pengurus gereja sudah capai mengingatkannya,” katanya dengan nada jengkel.
“Coba sekali-kali kalian kunjung ke rumahnya supaya tahu penyebab dia terlambat,” kataku
“Apa pantas kita marah pada ibu itu?,” tanyaku.
“Ia bangun jam 04.00 wib lalu membawa tempe ke pasar dan ke warung-warung langganannya, kurang lebih jam 06.00 dia pulang jalan kaki dari pasar, sesampai di rumah dia mandi lalu siap-siap ke gereja,” kataku menyampaikan apa yang pernah saya dengar dari ibu itu saat saya berkunjung ke rumahnya.
“Setiap orang punya kesulitan dan permasalahnya sendiri, jangan cepat menyimpulkan, tapi lihatlah lebih dalam usaha dan perjuangannya apalagi kalau kesimpulan itu datang dari perasaan tidak nyaman atau tidak suka,” pintaku pada mereka.
Memang sebaiknya jangan sampai terlambat waktu datang misa, karena jika terlambat datang kita akan kehilangan waktu untuk mempersiapkan diri, batin dan pikiran kita untuk ikut perayaan perjamuan dengan Tuhan.
Yesus mengatakan,”Hari Sabat diadakan untuk manusia dan bukan manusia untuk hari Sabat, jadi Anak Manusia adalah Tuhan, juga atas Hari Sabat.”
Sabat hendaknya mendatangkan berkat, bukan menjadi belenggu. Sabat menjadikan kita makin menyadari hakikat diri dan memahami bahwa Allah adalah Si Empunya hari Sabat.
Apakah saya bersikap lemah terhadap diri sendiri, namun menuntut dengan keras sesama dalam menaati peraturan?
Selamat pagi dan berkah dalem.