Rabu 15 Oktober 2015:
Santo Fransiskus dari Assisi mengingatkan kita bahwa “rumah kita bersama bagaikan saudari yang berbagi hidup dengan kita, dan bagaikan ibu yang jelita yang menyambut kita dengan tangan terbuka” (Laudato Si’ #1).
Para Temanku Terkasih,
Hari ini adalah hari terakhir TEMU KOLESE 2015. Beberapa siswa berceloteh, “TEKOL-nya diperpanjang aja yuk…”, “Kenapa ngga seminggu sekalian sih TEKOL-nya, kerasa cepet banget…”
Beberapa kesan dan pernyataan spontan itu menggambarkan betapa mereka sungguh menikmati dinamikanya dan seakan tak ingin ‘move on’ dari serunya TEKOL. Momen bersama yang tidak tiap tahun diadakan ini bagi para peserta sungguh berharga. Mereka sungguh belajar apa artinya menjadi sahabat satu kolese, menemukan kekayaan satu sama lain, serta memperjuangkan nilai dari keprihatinan bersama.
Kami bersyukur atas acara TEMU KOLESE ini.
Dalam Laudato Si’ Paus Fransiskus membicarakan pentingnya Santo Fransiskus dari Assisi bagi kehidupan dan pelayanannya sendiri, dan menyebutnya “contoh unggul perlindungan orang rentan dan ekologi yang integral, yang dihayati dengan gembira dan otentik.”
Demikian Paus dengan jelas menyatakan salah satu tema dasar ensiklik, yakni hubungan antara keadilan sosial dan perawatan lingkungan.
Paus mengatakan bahwa: “Dia (Santo Fransiskus) menunjukkan kepada kita hubungan tak terpisahkan antara kepedulian terhadap alam, keadilan bagi kaum miskin, komitmen kepada masyarakat, dan kedamaian batin” (#10).
Hari ini diadakan pertandingan eksibisi sepak bola, antara para guru-pendamping. Di antara para pendamping pun terjalin kerja sama, persaudaraan dan kegembiraan. Olahraga menjadi sarana yang membantu untuk menjalin networking, melebur menjadi satu tim. Para siswa yang lain melanjutkan pertandingan final di masing-masing cabang: sepak bola, basket, voli, dsb.
Puncak dari seluruh acara yakni Ekaristi Syukur sekaligus menutup secara resmi TEMU KOLESE 2015. Ekaristi penutup konselebrasi ini dihadiri oleh para Rektor, Direktur dan pamong kolese.
Seluruh peserta dan pendamping memakai kaos TEKOL yang sama, secara simbolis bahwa kita dipersatukan dalam semangat-spiritualitas Ignasian yang sama, visi pedagogis yang sama, serta semangat yang sama. Semua kolese terlibat untuk mengambil peran dalam Ekaristi ini.
Ekaristi dimulai dengan fragmen pembuka yang dibawakan oleh pemenang lomba mendongeng, dengan judul cerita ‘batu menangis’ dari Lampung. Pesan fragmen itu dihubungkan dengan tema TEKOL yakni memandang Bumi sebagai Ibu yang merawat dan menyediakan segala kebutuhan manusia, kini saatnya manusia, yang lahir dari rahim Bumi bertanggungjawab memeluk, mencintai dan menjaga kelestariannya.
Ekaristi ini diiringi oleh orkestra kolaborasi (dadakan tapi bagus!) dan koor dari para peserta lomba acapella.
Dalam homili, Rm. Guido SJ (sebagai ketua umum) terus mengulang kembali makna tema TEKOL 2015 ini seraya menarik benang merah dari para pemain fragmen saat homili (menjelaskan ketergantungan manusia pada air, tanah, udara, dan ciptaan lain).
Persembahan dimeriahkan oleh tari-tarian dari para siswa Le Cocque – Nabire. Pada bagian komuni, para siswa JB (pemenang lomba acapella) menyanyikan lagu “Heal the World” dengan sangat mengesankan. Setelah perayaan Ekaristi, selebrasi puncak-rasa syukur atas segala dinamika TEKOL 2015 ini, acara dilanjutkan dengan penutupan resmi TEKOL oleh ketua umum.
Secara simbolis perwakilan kolese menaruh sampah pada tempat yang disediakan. Setelah itu, dibacakan para pemenang olahraga dan non-olahraga selama TEKOL. Pemberian medali dan kenang-kenangan dihadiri oleh semua peserta dan pendamping.
Demikianlah rangkaian Ekaristi penutup diselenggarakan. Theme song kembali dikumandangkan di sport hall Laudato Si’ oleh seluruh peserta dengan penuh kegembiraan dan semangat.
Para nostri terkasih, api sudah menyala di antara para siswa kolese. Panitia sudah menyiapkan sedemikian rupa sehingga mengajak para peserta untuk sungguh memahami, memiliki cara berpikir, paradigma yang utuh tentang lingkungan hidup dan relasi di dalamnya.
Kini saatnya membuat aksi konkret di kolese masing-masing. Tentu saja, ini adalah tantangan kita semua, yang tidak mudah, yakni kembali ke dalam hidup sehari-hari (mistik hidup harian) – saatnya ‘turun gunung’, diutus kembali ke dinamika harian.
Apakah para siswa dan kita semua tahu, mau, dan mampu dengan setia, tekun membuat aksi konkret berkaitan dengan lingkungan hidup di kolese masing-masing? Semoga kesadaran, kebersamaan dan gerak bersama semua kolese ini dapat menjadi langkah awal yang saling meneguhkan untuk menggerakkan hati-budi-kehendak kita untuk merawat dan menjaga bumi dari hal yang paling sederhana. Memandang bumi dan segala isinya sebagai saudara (inspirasi Laudato Si – on care for our common home)
Apa yang akan dibuat bisa jadi tidaklah hal-hal besar yang heroik, melainkan berangkat dari diri kita sendiri, hal-hal sederhana dengan segala kekayaannya, tentang mengubah gaya hidup, kebiasaan, pertobatan ekologis (rekonsiliasi dengan Pencipta dan ciptaan), penuh sukacita dan damai dalam relasinya dengan yang lain.
Semoga TEMU KOLESE 2015 ini menjadi awal yang menggugat kesadaran, mempertajam nurani dan menggerakkan aksi ekologis konkret bagi para siswa dan kita semua, secara khusus di dalam dinamika pendidikan di kolese (rumah kita bersama) masing-masing. Semoga. Marilah kita saling mendoakan satu sama lain, semakin mengembangkan kesatuan hati dan budi seraya bersorak: Terpujilah Engkau!
Terima kasih atas dukungan dan doa Rm. Provinsial, Para Rektor, Direktur, Pamong kolese dan para nostri sekalian selama TEMU KOLESE 2015 berlangsung.
salam perutusan,
Ad Maiorem Dei Gloriam
Paulus Prabowo SJ
Link dan kredit foto: www.temukolese.com