Rabu, 9 September 2020
1Kor 7:25-31 dan Luk 6:20-26
UKURAN kebahagiaan bagi setiap orang bisa jadi berbeda-beda. Ada yang dengan memiliki harta kekayaan, rumah dengan segala fasilitasnya merasa bahagia.
Tapi ada juga yang merasa bahagia cukup dengan apa yang ada, tak lebih tak kurang, asal punya rumah untuk berteduh, cukup makan, dan memiliki sepasang dua pasang pakaian, hidup baik, penuh damai dan sukacita dalam keluarga dan dengan sesama.
Santo Paulus menandaskan tentang sikap ugahari: memiliki tetapi seolah-olah tidak memiliki, bergembira tapi seolah-olah tidak gembira, membeli tapi seolah-olah tidak memiliki apa yang dibeli. Orang mempergunakan barang duniawi, seolah-olah sama sekali tidak mempergunakannya (bdk 1Kor 7:29-31).
Sikap ugahari merupakan sesuatu yang penting dalam hidup. Setiap kita mesti merasa puas, cukup dengan apa yang kita miliki. Orang yang serakah akan berusaha memiliki segala sesuatu, bahkan dengan menghalalkan segala cara, seperti korupsi dan mencuri.
Apa yang menurut dunia ini adalah baik dan benar, tapi di mata Tuhan tidaklah demikian. Menurut dunia orang kaya, kenyang, bergembira dan tertawa adalah orang yang sukses dan hidup penuh kebahagiaan, tapi bagi Yesus mereka ini yang dikecam: Celakalah.
Mengapa dikecam? Apakah Yesus tidak mau melihat orang bahagia di dunia ini? Yesus mengecam karena orang yang kaya, kenyang dan tertawa bahagia itu tidak memiliki sikap ugahari, merasa cukup dengan apa yang dimiliki, dan kurang memberi perhatian kepada sesama yang menderita dan berkekurangan.
Di Hati Allah ada tempat khusus bagi mereka yang miskin, kecil dan terabaikan. Bahkan Yesus menyamakan diri-Nya dengan kelompok pinggiran ini. “Segala sesuatu yang kamu lakukan untuk salah saudara-Ku yang paling hina ini, kamu lakukan untuk Aku.” (Mat 25:40).
Kita mesti bersikap ugahari yang mesti disertai sikap berbelaskasih (misericordia).
Semoga kita bisa. Amen.