Hujan turun tiada henti sejak sore hari (Jumat 16/12), namun tidak menyurutkan niat delapan belas umat untuk mengikuti ujian Pengikat (Pengajaran Iman Katolik), sebuah terobosan katekese yang dilakukan oleh para pastor dekenat utara Keuskupan Purwokerto. Kegiatan katekese ini menggunakan materi dari buku Kompendium Katekismus Gereja Katolik.
Pengikat dilakukan sekaligus menjadi sarana tukar mimbar para pastor, dilaksanakan di 7 paroki di dekenat utara dan dimulai sesudah misa Sabtu sore tiap bulan sekali, minggu ketiga umat mengikuti Pengikat. Jadi selama satu tahun ada 12 kali pertemuan. Umat senang karena yang mengajar para pastor. Para pastor pun disadarkan akan tugas utamanya sebagai gembala dan pengajar umat.
Iman diterangi intelektual
Minggu yang lalu saya, sebagai pastor paroki sudah menyemangati agar umat tidak usah takut dengan ujian, karena justru dengan ujian makin tahu seberapa jauh pengetahuan iman katolik yang diperoleh dengan mengikuti Pengikat.
Pengetahuan mutlak perlu untuk sebuah penghayatan hidup beriman. Tanpa pengetahuan, iman dihayati secara buta. Maka perlu mengingat semboyan fides querens intelectuum (iman yg diterangi dengan kemampuan intektual).
Semula memang ada 125 orang yang mendaftar dan ingin mengikuti ujian, tetapi lalu gugur di tengah perjalanan. Hal itu sudah diprediksi jauh sebelumnya. Rupanya ada juga umat yang punya daya juang cukup tinggi, dengan tekun mengisi daftar hadir dan setia mengikuti hingga saat ujian. 18 orang mengaku, yang terpenting bukan nilai ujiannya namun semangat untuk memperdalam iman dan merasa diperkaya dengan kegiatan Pengikat.
Dari 40 soal, 35 soal berbentuk multiple choice atau pilihan ganda, 5 isian dan 5 uraian/essay. Tak ada satupun peserta yang mengosongi jawabannya. Tak ada yang mengusulkan open book. Tak ada yang saling mencontek. Separoh lebih dari semua pertanyaan dijawab dengan benar sehingga nilainya tidak ada yang jelek. Kunci jawaban memang ada yang salah; yakni no. 3 mestinya D dan no. 9 mestinya B. Cara penilaian juga salah ketik mestinya no. 36-40 diberi nilai 3, bukan 2 sehingga total 50.
Di luar ini semua, mereka tampak puas setelah mengerjakan soal ujian Pengikat. Salah satu dari mereka ada yang menghubungi temannya di paroki tetangga via sms, ternyata di sana diperbolehkan Open Book. Awalnya sebagian memprotes saya mengapa tidak diperbolehkan open book, sementara di paroki lain boleh.
Saya katakan pada mereka,”Justru Anda mesti berbangga, karena belajar sungguh dan hasilnya dari buah pikiran, bukan hasil mencontek di buku, sehingga kualitasnya bisa dibilang plus”. Pukul 21.30 mereka pulang ke rumah masing-masing dengan gembira. Hujanpun tinggal rintik-rintik, mengiringi kepulangan mereka ke rumah.