INDONESIA adalah negeri kaya akan keberagaman, terdiri dari aneka kearifan lokal di berbagai tempat. Indonesia tidak akan menjadi seperti yang sekarang ini, jika tidak ada pendahulu kita yang telah berjasa dan berjuang hingga titik darah penghabisan.
Kita tidak akan merasakan hingar-bingar dunia saat ini yang penuh tantangan, tanpa pendahulu yang beraneka latar belakang berbeda dan mampu melebur dalam memerdekakan negara ini.
Dalam rangka menyemarakkan peringatan Hari Ulang Tahun ke-74 Negara Kesatuan Republik Indonesia, Universitas Katolik Musi Charitas (UKMC) Palembang menggelar seminar kebangsaan yang diikuti seluruh mahasiswa dari berbagai fakultas, termasuk siswa Kelas Rethorica Seminari Menengah Santo Paulus Palembang.
Bangsa bersemangat Pancasila
Seminar bertajuk “Merajut Tali Persaudaraan Membangun Indonesia Maju” ini mau mengajak para pesertanya belajar menjadi bangsa Pancasilais.
Salah satu alasan seminar kebangsaan diungkapkan oleh Romo C. Kristianto SCJ dengan membedah-bedah aneka “penyakit” negara ini merujuk pada semangat bangsa yang berjiwa Pancasilais.
Indonesia dengan berbagai keragaman, kata Romo, menjadi sumber kekuatan untuk mewujudkan Proklamasi.
Empat pilar kebangsaan
Kita hidup di Indonesia dan hal itu sudah diatur negara dalam UUD 1945, khususnya pasal 27 dan 30 ayat 1 bahwa Sistem Ketahanan Negara (Sishanneg) itu diselenggarakan dengan memberdayakan seluruh sumber daya.
Dalam hal ini, kita sebagai bangsa, diajak untuk berjalan bersama dalam perbedaan ras dan agama untuk menyatukan niat membangun negeri ini.
Indonesia dari ujung hingga ke ujung harus kita perjuangkan bersama, karena di lingkungan kita, banyak saudara kita masih ada yang perlu dibantu.
Sebagai bangsa, kita harus menumbuhkan pikiran positif untuk membangun negeri ini, mau rontok atau berdiri tergantung penghuninya. Prasyarat utama keteguhan dan kekokohan terhadap ideologi Pancasila, persatuan dan kesatuan bangsa serta Bhinneka Tunggal Ika yang dimiliki Indonesia.
Selaku narasumber seminar adalah Brigjen TNI (K) Dr. Paula Theresia yang kini menjadi Tenaga Ahli Pengkaji Madya Bidang SKA LEMHANNAS RI.
Ia menjelaskan bahwa perjalanan sejarah bangsa Indonesia ditopang oleh empat pilar, yakni Pancasila, UUD1945, konsep Negara NKRI, serta sesanti “Bhinneka Tunggal Ika”. Dan sayangnya, keempat hal itu sering diabaikan.
Dalam beberapa dekade terakhir ini, terkesan bahwa tidak ada upaya tindak lanjut yang optimal dan sistematis untuk merevitalisasi sosialisasi keempat pilar itu dan menghayatinya dalam kehidupan berbangsa.
Realitas yang memprihatinkan adalah praktik-praktik politik di Indonesia yang dianggapnya masih jauh dari spirit empat pilar tersebut; juga lemah dalam visi kebangsaan, pragmatis.
Dalam mengaktualisasi empat pilar ini, terkesan belum menjadi landasan cara berfikir, bertindak, bernalar dan berperilaku dalam menentukan kebijakan publik.
Ancaman seriusnya saat ini bahwa kebhinnekaan itu malah sering dianggp menjadi masalah, konfliktif bukan komplementer. Banyak orang tidak siap hidup berbeda, mulai pudarnya toleransi, kebersamaan dan penghormatan nilai-nilai keragaman.
Empat pilar itu kemudian dibedah di hadapan para peserta seminar.
- Pancasila mengandung di dalamnya nilai religius, kekeluargaan, keselarasan, kerakyatan, keadilan.
- Undang Undang Dasar 1945 mengandung nilai demokrasi, kesamaan derajat, ketaatan hukum.
- Bhinneka Tunggal Ika menyiratkan nilai toleransi, keadilan, gotong royong.
- Negara Kesatuan Republik Indonesia memuat nilai kesatuan wilayah, persatuan bangsa, dan kemandirian.
Kebhinekaan itu niscaya
Di penghujung acara, Romo Guido Suprapto Pr menyampaikan beberapa simpul dari seminar kebangsaan ini.
- Realitas Indonesia sebagai bangsa yang bhinneka dalam berbagai aspek atau dimensi merupakan keniscayaan yang harus disyukuri. Indonesia adalah suatu bangsa yang luas dan unik untuk selalu diperjuangkan.
- Tantangan yang dihadapi saat ini adalah minimnya pengertian pemahaman dan wawasan kebangsaan yang berakibat pada rendahya semangat nasionalisme atau cinta Tanahair.
- Kesatuan dan kerukunan sebagai suatu masyarakat dan bangsa mulai pudar, dan ini berkaitan dengan rasa cinta satu dengan yang lainnya.
- Tumbuhnya gerakan ideologi radikal yang tidak sejalan dengan semangat pancasila dan cita-cita bangsa Indonesia yang tercantum dalam pembukaan Undang Undang 1945.
- Terbukanya kesempatan untuk meraih kemajuan dan kehebatan sebagai suatu bangsa.
Harapan bersama adalah kebhinnekaan sebagai realitas dan keniscayaan harus dijaga dan disyukuri.
Kebhinekaan perlu dirajut untuk menjaga keutuhan, meneguhkan kebersamaan dan memantapkan kecintaan kepada bangsa dan Negara Indonesia.
Panggilan kita bersama untuk menampilkan visi-misi Indonesia dalam 8 butir Nawacita sebagai gerak bersama dan bukan untuk kepentingan pribadi atau golongan tertentu yang dapat merusak bangsa Indonesia.
Upaya konkritnya dengan meningkatkan pemahaman dan pengertian wawasan yang inisiatif dan kreatif untuk membangun dialog sebagai kesempatan untuk saling kenal demi menghilangkan egoisme dan serta menjunjung tinggi etika berbangsa dan bernegara serta menjadikannya cara dan modal dalam kehidupan sehari-hari.
Revitalisasi dan reinternalisasi nilai-nilai Pancasila sebagai jalan hidup di tengah masyarakat Indonesia yang bhinneka.
Dalam konteks ini radikalisasi pancasila yang diperlukan adalah revolusi gagasan yang tegas efektif dan menjadi petunjuk bagaimana negara ini ditata dan dikelola dengan benar. Idiologi tulus bukan strategi tetapi cara berada, deradikalisasi, revitalisasi dan reinternalisasi nilai-nilai pancasila di tengah masyarakat Indonesia yang bhinneka.
Penegasan akan tegaknya NKRI pada akhirnya berpulang pada apakah kita masih mau menggunakan empat pilar?
Maka, pembangunan hukum haruslah dalam asas yang sejalan dengan empat pilar kebangsaan tersebut:
Bernafaskan Pancasila dan bertindak secara konstitusional dalam kerangka NKRI untuk menjamin keanekaragaman budaya sukubangsa dan agama.
Jika salah satu pondasi itu tidak dijadikan pegangan maka akan goyahlah Negara Indonesia.
Jika penopang yang satu tidak kuat maka akan berpengaruh pada pilar yang lain. Pada akhirnya bukan tak mungkin Indonesia akan ambruk yang tentunya kita tidak ingin menghendakinya.
Pancasila harus menjadi way of life serta saling mengasihi satu sama lain.