Rekan-rekan yang baik,
Karena kehabisan gagasan mengenai Yoh 17:20-26 yang dibacakan dalam Minggu Paskah VII nanti 12 Mei 2013, saya tanyakan ke Oom Hans beberapa perkara dalam bacaan itu. Beliau malah panjang lebar menanggapinya
================
Oom Hans yang baik!
Di Indonesia hari Minggu ini dibacakan Yoh 17:20-26. Ada satu dua hal yang kurang jelas bagi saya. Apa sebenarnya yang dimaksud oleh Yesus ketika berdoa agar siapa saja yang ikut percaya kepadanya berkat pemberitaan para muridnya akan tetap bersatu sebagai satu umat (Yoh 17:21). Lalu menyangkut ayat 24, apa pula arti doa Yesus ini: “Aku (=Yesus) ingin agar di mana pun aku berada, mereka juga berada bersama-sama dengan aku…sehingga mereka memandangi kemuliaanku yang telah Engkau (=Bapa) berikan kepadaku, sebab Engkau mengasihi aku sebelum dunia dijadikan.”
Gus
================
Gus, Pax!
Doa Yesus selama perjamuan terakhir itu kutampilkan kembali agar kalian makin mengerti siapa dia itu. Itulah saat-saat orang mengungkapkan diri dengan jujur di hadapan Yang Mahakuasa. Kita beruntung dapat ikut mendengarkannya. Kau ingat kan, itu saat-saat terakhir ia masih bisa berada bersama para muridnya, saat-saat yang amat khusus, bebas dari kehadiran kuasa jahat, seperti kau sebut dalam esaimu mengenai Injil hari Minggu Paskah dua minggu lalu. Dia yang memikirkan para pengikutnya sampai saat-saat terakhir itu kini mendoakan murid-murid dan orang-orang yang bakal mempercayai berita para murid mengenai dirinya. Jadi ia juga berdoa bagi kalian di hadapan Yang Mahakuasa yang disapanya sebagai Bapa itu. Ia yakin permohonannya terkabul karena ia amat dekat denganNya.
Tapi baiklah kesempatan ini kita pakai membicarakan hal yang sudah lama kupikirkan tapi belum pernah bisa kuungkapkan. Begini. Yesus itu kan berdoa bagi kesatuan kalian. Ia tidak ingin kalian mengalami perpecahan. Namun bukan ia bermaksud membuat kalian merasakan hidup damai bersatu seperti di Firdaus. Ia ingin menunjukkan mengapa bersatu itu ada punya nilai sendiri. Maksudnya, supaya kalian bisa ikut menyadari kesatuan antara dia dengan Bapanya. Mungkin aneh penjelasanku ini? Tapi camkan! Ia berdoa agar kalian bersatu seperti ia bersatu dengan Bapanya. Jadi kesatuan dengan Bapanya itulah “paradigma”-nya, jadi contoh bagi kesatuan dalam umat manusia, begitu akan kaupikir tentunya.
Memang itulah cara berpikir ilmu ketuhanan – eh, istilah gagah kalian teologi. Tapi bila kalian melihatnya dari segi pengalaman hidup batin, akan sedikit berbeda rasanya. Begini penjelasannya. Kalian baru akan dapat memahami apa artinya Yesus ada sedemikian dekat dengan Bapanya hanya bila kalian mulai mengalami kesatuan di antara kalian. Boleh jadi kalian hanya akan dapat mengalaminya secara negatif. Bila tak ada kesatuan, kalian akan merasakan ada yang kurang. Ada yang belum beres. Begitulah. Bila kalian paham ini maka baru kalian bisa mulai mengerti kesatuan antara Yesus dan Bapa yang mengutusnya ke dunia ini.
Aku memusatkan seluruh pewartaan Injil justru pada kesatuan Yesus dengan Bapanya. Jadi Injil yang kutulis baru mudah dipahami bila orang mau melihat bahwa kesatuan itu memang dapat mendatangkan kebahagiaan dan membuat orang merasa tak kurang suatu apa. Ringkasnya, pengalaman batin kalian dalam menghadapi kesatuan atau perpecahan itu pengalaman yang amat berharga karena dapat membuat kalian memahami kehadiran Yang Ilahi sendiri.
Kukira kalian tidak menyangkal bahwa masih ada sisi-sisi gelap dalam hidup kita. Bukan gelap bagi persepsi orang lain, tapi bagi diri kita masing-masing. Memang kita belum utuh. Dan banyak orang menderita karena itu. Kesukaran ini sering tak terkatakan dan hanya bisa dihidupi. Namun bernilai. Sang Firman itu datang bersinar ke dunia yang terkurung kegelapan. Tak semua sisi dunia ini dapat menerima terangnya. Tapi ia terarah bagi semua sisi kehidupan. Inilah yang makin lama makin kumengerti sebagai kebesaran Tuhan. Ia datang kepada siapa saja, baik yang menerima maupun yang tidak segera menerimaNya. Bahkan yang menolakNya pun tidak dijauhiNya. Ia tetap menunggu. Ia membiarkan orang berjalan sampai menemukanNya.
Sekaligus kujawab pertanyaanmu mengenai Yoh 17:24. Memang sejak awal Tuhan itu ada bagi siapa saja. Tak ada yang bisa berada tanpa kehadiranNya. Ini semua kusebut dalam bagian awal Injilku. Dan orang tidak bisa mendiamkanNya saja. Ia mendatangi orang-orangNya. Ia berperhatian. Kalian mungkin belum menyadarinya. Tapi nanti akan kau lihat betapa besarnya perhatianNya kepada kalian, kepada alam ciptaan. Ia memandangi semuanya. Kalian ini menjadi bagian dari dia yang dikasihiNya, dari Yesus yang sekarang mendoakan kalian.
Aku tahu mungkin hal-hal ini akan terasa rada sulit bagi rekan-rekan Internos. Tak usah khawatir. Yang Mahakuasa menerangi. Uskup Hipo yang sering kau kutip itu kan pernah merumuskan hal ini dengan jitu. Ada pencerahan, ada illuminatio, tulisnya, yang asalnya dari atas sana sehingga orang bisa mengerti makna hal-hal yang pada dirinya sendiri sulit dipahami. Tak usah was-was menjelaskan misteri kehadiran Yang Ilahi. Beri ruang padaNya dan sisanya akan dikerjakanNya sendiri. Ini martyria, ini kesaksian.
Salam,
Hans
=================
Oom Hans yang baik!
Terima kasih banyak. Penjelasannya amat membantu. Tetapi saya ragu-ragu apa bisa semua ini diceritakan begitu saja kepada rekan-rekan. Kok rasanya seperti ajaran mistik. Akan saya coba nanti. Satu hal lagi ingin saya tanyakan. Apa doa Yesus itu juga disampaikan dengan maksud berbagi “sangkan paran” atau “asal dan tujuan” hidup dengan siapa saja yang percaya kepadanya, kepada kita-kita ini?
Salam hangat
Gus
==================
Gus yang baik!
Seperti pernah kau jelaskan kepada rekan-rekan Kamis Putih yang lalu, dalam perjamuan terakhir itu Yesus memang mau berbagi kepercayaan “asal usul” dengan para muridnya. Dan dalam doa itu, ia malah meminta Bapanya agar membuat kalian juga bisa berbagi hidup dengannya. Dan bukan dengan dia saja, melainkan dengan Yang Mahakuasa yang dipanggilnya sebagai Bapa. Lihatlah betapa besar perhatiannya bagi kalian!
Dengan ini bisakah kalian tinggal diam kalau melihat kemanusiaan terpojok oleh tingkah kekerasan manusia sendiri. Jangan salah mengerti. Aku tidak mengajarkan perlawanan. Aku hanya mau menunjukkan betapa tingginya martabat manusia dan betapa rendahnya tindak kekerasan. Jangan dihadapi dengan cara yang sama-sama memerosotkan. Mintalah kepada Bapa di atas sana menyinarkan wajahnya kepada dunia supaya orang-orang yang berkemauan baik makin mengerti.
Salam,
Hans