Petikan Injil Lukas kali ini (Luk7:11-17) mengisahkan bagaimana Yesus tergerak hatinya melihat penderitaan seorang ibu yang sudah janda yang kehilangan anak satu-satunya. Anak itu dibangkitkannya dan diberikannya kembali kepada ibunya. Bagaimana menarik hikmat dari kisah ini?
Di antara para penulis Injil, hanya Lukas-lah yang mengisahkan peristiwa ini. Tapi tentunya kejadian ini disaksikan murid-murid yang menyertai Yesus berjalan dari kota ke kota. Bayangkan, selama perjalanan itu terjadi pelbagai peristiwa yang membuat orang-orang dan khususnya para murid terdekatnya semakin menyadari siapa sebenarnya Yesus ini. Ia sudah dikenal sebagai orang yang pengajarannya mengena di hati dan benak orang banyak, ia juga berlaku sebagai penyembuh, malah ia dikenal memiliki kekuatan mengeluarkan roh jahat dari orang yang kerasukan. Jadi bukan sebarang orang. Karena itu ia semakin diikuti.
Tetapi lebih penting lagi Yesus juga semakin dikenal sebagai orang yang direstui Yang Mahakuasa sendiri untuk mendatangi orang-orang yang membutuhkan bantuan. Ia semakin dikenali sebagai utusan dari atas sana untuk melepaskan orang-orang dari pelbagai kesulitan.
Lukas mengaitkannya peristiwa ini dengan kisah dari Perjanjian Lama yang sudah amat dikenal orang pada zaman itu, yakni kisah Elia menghidupkan kembali anak seorang janda di Sarfat seperti didapati dalam 1Raj 17:17-24 seperti terdapat dalam bacaan pertama Hari Minggu ini. Setelah menghidupkan kembali anak janda dari Nain itu, Yesus pun “menyerahkannya kepada ibunya”. Tindakan ini persis sama dengan yang diceritakan mengenai Elia setelah menghidupkan kembali anak janda di Sarfat, lihat 1Raj 17:23. Pembaca awal Injil Lukas akan langsung mengerti bahwa Lukas hendak menjajarkan kedua peristiwa ini. Oleh karena itu dalam Luk 17:16 ditegaskan, orang-orang yang menyaksikan penghidupan kembali anak di Nain itu menyadari Yesus sebagai seorang besar yang tampil di tengah-tengah mereka. Jelas mereka memahami Yesus sebagai Elia, sang nabi besar yang kini hadir kembali.
Kisah Yesus menghidupkan kembali anak seorang janda di Nain ini disusun Lukas bukanlah semata-mata sebagai kisah mukjizat melainkan pula sebagai ungkapan simpati, belarasa Yesus terhadap ibu yang sudah janda itu. Lukas menceritakan seluk beluk yang biasanya tidak terekam dalam kisah mukjizat yang biasa. Terbaca “…anak tunggal ibunya yang sudah janda,…” (ayat 13a). Kemudian, “ketika Tuhan melihat janda itu, tergeraklah hati-Nya oleh belas kasihan.” (ayat 13b). Dan akhirnya, “..lalu Yesus menyerahkannya kepada ibunya.” (ayat 15) Pusat perhatian petikan ini pada perjumpaan Yesus dengan sang ibu tadi, bukan terutama pada penghidupan kembali anak yang mati itu.
Pembaca zaman kini sebaiknya berusaha mendekati warta petikan ini dengan menyadari dua hal berikut ini:
Pertama. Lukas menampikan Yesus sebagai utusan ilahi yang penuh kuasa. Kata-katanya cukup untuk memanggil kembali orang yang sudah mati: “Hai anak muda, Aku berkata kepadamu, bangkitlah!” (ayat 14). Dan langsung terjadi demikian. Kematian pun tidak dapat menghalangi pendengaran anak muda itu. Pembaca zaman ini bisa pula mengingat kisah Yesus memanggil kembali Lazarus (Yoh 11). Bahkan badan yang sudah mulai membusuk empat hari di dalam kubur pun (Yoh 11,17. 39) tidak menghalangi pendengaran kata-kata utusan ilahi. Orang yang sudah mati mendengar kata-katanya dan menaatinya. Lazarus keluar dari kubur. Dan dalam peristiwa di Nain, anak muda itu bangun dari kerandanya! Warta Injil jelas: kata-kata yang berasal dari Yang Mahakuasa yang disampaikan oleh utusan-Nya memiliki daya yang amat besar. Orang dihimbau untuk menyadari dan mempercayai kekuatan sabda ilahi.
Kedua, pembaca zaman sekarang akan menarik manfaat dari petikan Lukas kali ini bila mencoba mengenali bagaimana sang utusan ilahi itu ialah seorang manusia. Bisa ikut merasakan kesedihan, da tidak tahan melihat seorang sesama yang kehilangan satu-satunya harapan kehidupannya – anak tunggal sang janda tadi. Inilah tokoh yang diwartakan Injil sebagai yang diikuti orang banyak, dan kita juga di zaman lain, di tempat lain. Keilahian menjadi nyata. Bukan dalam sisi yang mengagetkan, yang menakjubkan, melainkan sisi yang amat manusiawi.
Ada satu seluk beluk lain yang menarik bagi tafsir. Peristiwa dalam Injil kali ini dikisahkan terjadi di kota yang bernama Nain (Luk 7,11) – lebih rinci lagi disebutkan “pintu gerbang kota” (ayat 12). Kota itu diketahui letaknya, yakni sekitar 10 km sebelah tenggara Nazaret. Jadi di wilayah tempat asal Yesus. Namun yang ditonjolkan bukannya wilayah geografi, melainkan wilayah rohani. Penjelasannya begini. Nama kota itu, Nain, artinya “menyenangkan”, “enak dipandang”, begitulah. Pembaca zaman itu akan segera menaruh kisah ini dalam latar ini. Kejadian yang disampaikan Lukas ini memberi kesenangan, enak diceritakan, didengar, semakin dikisahkan semakin mendatangkan nikmat. Mengapa? Karena kisah ini dengan mudah menjadi jalan untuk memandangi bagaimana Tuhan “tergerak hari-Nya oleh belas kasihan” dan menjalankan yang dapat dijalankannya: mendekati usungan, menyentuhnya, dan memanggil anak mudah yang sudah mati itu untuk bangun!
Disebutkan semua ini terjadi di “pintu gerbang kota”. Tempat yang biasa disebut demikian itu dalam Kitab Suci bukan hanya pintu atau gapura kota saja, melainkan pula pelataran, tempat terbuka yang ada di muka dan di belakangnya. Di tempat seperti itulah biasa orang-orang berkumpul dalam kesempatan penting. Dulu “pengadilan”, “pertikaian hukum” terjadi di “pintu gerbang” kota. Di situ sang penguasa kota duduk menyaksikan pembicaraan, pertikaian, mendengarkan protes dan permohonan. Di situ pula kebesaran dan kemampuan memimpin sang pembesar terlihat. Ini semua ikut disampaikan Lukas dengan menyebutkan kejadian itu terjadi di pintu gerbang. Yesus ditampilkan sebagai pemimpin yang hadir menyaksikan kejadian ini dan bertindak sebagaimana layaknya seorang yang wajib melindungi orang-orang yang mendekat padanya. Namun lebih dari itu. Dalam kisah ini Lukas amat cerdik. Sang pemimpin, Yesus, bukannya didatangi orang-orang, melainkan mendatangi yang membutuhkannya. Inilah yang ditonjolkan Injil kali ini.
Salam hangat,
A. Gianto
dua rombongan bertemu di pintu gerbang kota:orang banyak menyertai Yesus dan banyak orang meenyertai janda semuanya dibuat senang dan enak dipandang, sunggu menggembirakan dan menyenangkan kita semua mempunyai sang juru selamatYesusKristus.