Umat Kapela Fatke, Timor Tengah Utara Rayakan Peringatan Arwah di Tengah Situasi Kekeringan

0
477 views
Ilustrasi: Kekeringan panjang. (Ist)

KENYATAAN miris terjadi di Fatke,  Desa Kaubele, Kec. Biboki Moenleu, Kab. Timor Tengah Utara,  Prop. NTT. Betapa tidak,  ketika hari ini, Rabu (2/11/2016) semua orang Katolik berbondong-bondong pergi ke gereja dan kuburan untuk mendoakan para anggota keluarga yang telah meninggal,  umat yang berasal dari Desa Kaubele ini malah menyibukkan diri dengan mencari air untuk kebutuhan masak memasak dan untuk diberi kepada ternak peliharaan mereka. Hal ini disaksikan langsung oleh RD. Filto selaku pastor yang bertugas memberikan pelayanan misa di Kapela desa tersebut.

Dalam perjalanannya menuju ke kapela, sang Pastor dikagetkan dengan satu pemandangan yang cukup memprihatinkan.  Beliau secara tidak sengaja melewati sebuah kali kering. Di situ ia bertemu dengan seorang bapak yang bernama Hendrikus Timo. Bapak yang sering disapa dengan nama Hendrik ini sedang menimba air dari sebuah kubangan hasil galian Ekskavator.

Melihat pemandangan yang langka ini sang pastor lantas memberhentikan motor yang dikendarainya dan berbincang-bincang sejenak dengan bapak itu. “Bapak timba air di sini untuk apa?” tanya sang pastor. “Aduh Romo. Air ini kami pakai untuk kebutuhan masak-memasak dan untuk kasih minum ternak kami”. Jawab Bapak Hendrik. “Kami sekarang ini air susah sekali Romo. Mau dapat air bersih, kami harus jalan mendaki ke bukit Boentuu sekitar dua sampai tiga kilometer dari sini,  atau ke kali besar yang jaraknya kurang lebih sama. Jadi kalau terburu-buru terpaksa timba saja di sini”, tambahnya.

misa arwahKetika ditanyai tentang persiapannya untuk mendoakan arwah anggota keluarganya yang telah meninggal, bapak Hendrik memberi jawaban dengan datar sambil senyum simpul. “Kami urus air dulu romo. Mungkin kami ikut misa agak terlambat karena kesulitan air. Harap Romo mengerti”, kata bapak Hendrik mengakhiri pembicaraan dengan sang pastor.

Ojek Air

Sebuah istilah yang cukup menarik ditemui di desa Kaubele ini. Setelah bercakap-cakap dengan bapak Hendrik,  sang pastor kembali melanjutkan perjalanan ke kapela. Di tengah perjalanan seorang umat kembali ditemui, Yuven Tanii namanya. Ia pun dimintai komentar terkait fenomena kekeringan air yang melanda desa mereka. “Kami air susah romo. Kalau mau dapat air kami harus pake ojek. Kebetulan saya ada mobil, jadi saya bisa pake mobil untuk angkut air dengan mobil”, kisahnya.

Selanjutnya sang pastor kembali melanjutkan perjalanannya ke kapela. Setibanya di sana, tidak ada seorang pun yang ditemui. Setelah menunggu sekitar dua jam lamanya, barulah umat bermunculan satu per satu. Dalam percakapan dengan beberapa umat yang telah hadir, mereka menuturkan hal yang sama. Alasan kekeringan air menjadi penghambat segala aktivitas mereka. “Romo, kami saat ini hanya bisa menikmati air bersih dengan menggunakan ojek air” kata Ibu Vin Humoen. “Ojek air ini bisa pake motor,  bisa pake mobil, bisa pake tenaga manual manusia atau pun dengan menggunakan tenaga ternak kuda dan sapi”, jelasnya. “Ongkos satu kali angkut, biasanya satu jerigen yang berukuran lima liter air dihitung dengan harga seribu rupiah”, tambahnya lagi.

Situasi kekurangan air ternyata berdwarga Fakeampak banyak bagi umat yang ada di desa ini. Meskipun demikian, berkat kesabaran dan sikap saling pengertian di antara pastor dan umat akhirnya perayaan peringatan arwah semua orang beriman tetap dilaksanakan.

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here