BANYAK orang kini menjadi gila kerja. Semua waktu dipakai untuk bekerja hingga kemudian benar-benar menjadi budak kerja. Dalam konteks Ensiklik Laudato Si, Kardinal Tagle mengatakan ada saatnya kita perlu mengambil waktu jeda untuk beristirahat.
Ia mengambil contoh dari perjalanan tiga hari di Indonesia. Saat tiba di kamar, dia kemudian merenungkan kapan kamar hotel ini bisa istirahat? Begitu dia check out, maka orang lain sudah mengantri untuk masuk kamar tersebut.
“Nah, bekerja ada saatnya ambil jeda untuk istirahat. Untuk recuperate. Time for yourself, your family and your social life,” kata Sang Kardinal.
Dunia bisnis dengan kerja mati-matian hanya untuk mendatangkan profit bagi perusahaan, ujung-ujung yang tergilas adalah kaum yang lemah. “Nah, istirahat itu penting untuk bisa mendengarkan suara mereka,” kata Sang Kardinal.
Bagaimana menyebarkan virus kebaikan ini di masyarakat?
Belajar dari pengalamannya sendiri di Filipina dimana Gereja Katolik berhasil menggandeng organisasi-organisasi keagamaan, maka sudah waktunya Gereja Katolik Indonesia melakoni hal sama. “Kerjakan itu melalui pendekatan dengan para pemimpin agama karena mereka punya gerbong pengikut yang banyak,” tandasnya.
Menjawab pertanyaan Sesawi.Net di akhir sesi tanya jawab, sejauh mana Laudato Si sejak dikumandangakan dua bulan lalu berhasil membentuk opini baru di tataran publik, Sang Kardinal menjawab taktis-teologis. Mungkin bisa dikatakan ini karya Roh Kudus ya, karena dalam waktu singkat Paus Fransiskus berhasil menerbitkan ensiklik yang luar biasa ini.
Sebagai Jesuit, kata Sang Kardinal, metode refleksinya sangat jelas mengikuti spiritualitas Ignatian.
Dampaknya akan bisa terasakan, misalnya, ketika di bulan September 2015 ini Paus Fransiskus akan mengunjungi Amerika Serikat dan berkesempatan berpidato di depan Kongres Amerika. “Ini suatu peristiwa politik sangat penting, karena Kongres itu medan politik tingkat tinggi di Amerika dengan jaringan luar biasa di kalangan pebisnis, militer, dan politik,” kata Kardinal.
Berikutnya adalah agenda Paus berpidato di depan Majelis Umum PBB. Terakhir adalah kehadiran Paus di forum internasional di Paris bulan Desember 2015 dimana perhatian dunia akan mengarah pada salah satu isu global maha penting saat ini: climate change.
“Nah, untunglah ensiklik Laudato Si sudah lahir sebelum rentetan peristiwa-peristiwa sangat penting ini,” jelasnya.
Maka bisa dimengerti pula, Laudato Si juga menimbulkan perdebatan sengit baik di kalangan Gereja maupun di luar. Katakanlah, orang di luaran sana sampai bilang, sebaiknya Bapa Suci jangan masuk ke ranah politik, jangan bicara mengenai masalah lingkungan dan seterusnya.
Sejauh itu menyangkut masalah manusia, kata Sang Kardinal, rasanya Gereja Katolik memang harus omong.
http://www.sesawi.net/uskup-agung-manila-kardinal-tagle-rawatlah-bumi-demi-generasi-masa-depan-1/
http://www.sesawi.net/uskup-agung-manila-kardinal-tagle-empat-tahapan-penting-dalam-laudato-si-2/
Kredit foto: Luis Kardinal Antonio Gokim Tagle (Dokpen KWI/Matius Bramantyo)