Dalam rangka Hari Pendidikan Nasional tanggal 2 Mei tahun ini, Uskup Agung Semarang Mgr. Johannes Pujasumarta Pr baru saja menerbitkan Surat Gembala Hari Pendidikan Nasional Tahun 2012. Lazimnya sebuah Surat Gembala yang dikeluarkan otoritas tertinggi diosis setempat, maka teks di bawah ini juga akan dibacakan sebagai pengganti homili pastur saat berlangsung perayaan ekaristi hari Sabtu-Minggu, 28-29 April 2012 di semua paroki di Keuskupan Agung Semarang.
—————————————————————
DALAM terang iman, kita maknai perayaan Hari Pendidikan Nasional
Ibu–Bapak, Suster/Bruder/Romo dan Saudari-saudaraku yang terkasih dalam Kristus,
Kebangkitan Kristus yang kita rayakan pada perayaan Paska masih hangat di dalam hati kita. Marilah kita syukuri panggilan menjadi murid-murid Kristus, sebagaimana tema Hari Minggu Panggilan tahun ini: Panggilan sebagai anugerah kasih Allah. Kristus, Sang Gembala baik memberikan nyawanya bagi domba-dombanya (Yoh. 10: 11-18).
Oleh Sang Gembala itu kita dididik menjadi anak-anak Allah (1 Yoh 3: 1-2). Untuk memaknai pendidikan menjadi anak-anak Allah itu, marilah bersama dengan semua sesama warga Negara Republik Indonesia, kita mawas diri pada kesempatan Hari Pendidikan Nasional tanggal 2 Mei. Keprihatinan dan kegembiraan bangsa Indonesia adalah keprihatinan dan kegembiraan kita sebagai warga negara yang Katolik. Kita ingat yang dikatakan oleh Uskup Agung Semarang yang pertama, Mgr. Albertus Soegijapranata: 100% Katolik dan 100% Indonesia!
Allah menghendaki, agar manusia sungguh berkembang sebagai Citra Allah (Kej 1:27), menjadi anak-anak Allah (1 Yoh. 3:1). Tujuan manusia diciptakan adalah untuk memuji, menghormati dan mengabdi Allah. Maka boleh dikatakan kita sebenarnya bertugas menjalankan “Missio Dei”, yaitu tugas hidup dari Allah. Baptisan yang sama mengandung tugas yang sama. Karena baptisan, kita telah ikut mati dan bangkit bersama Kristus (bdk. Rom 6:4), dan diharapkan hidup baru.
Namun kita disadarkan oleh Roh Kudus, bahwa martabat manusia dirusak oleh manusia sendiri karena kebebasannya untuk berdosa. Relasi dengan Allah, dengan sesama manusia dan dengan alam, telah dijauhkan dari keharmonisan dan cinta, karena sikap egoistis dan hedonis.
Saudara-saudariku yang terkasih dalam Kristus,
Tidak ada bangsa yang besar, tanpa memikirkan dengan serius pendidikan bagi generasi mudanya. Gereja Katolik dalam sejarahnya sangat sadar akan hal ini, seperti tampak dalam kisah-kisah Santo Bernardus, Benedictus, Dominikus, Fransiskus, Ignatius. Di Indonesia, khususnya di Keuskupan Agung Semarang, kita kenal semangat dan nilai pendidikan guru yang dikembangkan oleh Romo Van Lith di Muntilan, juga para suster OSF yang berkarya di Mendut.
Ini merupakan tanda yang jelas, bahwa iman dan baptisan bisa menjadi sumber inspirasi untuk mengembangkan pendidikan generasi muda, agar sungguh berkembang secara utuh sebagai manusia. Manusia yang hidup utuh secara manusiawi akan memancarkan cahaya kemuliaan Allah penciptanya (Gloria Dei vivens homo – Irenaeus, Adversus Haereses. IV.xx.7). Apa yang dapat kita sumbangkan bagi pendidikan generasi muda bangsa Indonesia, dengan tetap berlandaskan semangat iman Kristiani?
Kita merasakan bersama keprihatinan bangsa dan negara kita. Meskipun kaya akan sumber alam, namun kemiskinan masih sangat terasa ada di mana-mana, sampai banyak yang merasa kesulitan untuk membiayai pendidikan untuk anak-anak. Kita khawatir karena kesadaran untuk memelihara lingkungan hidup belum tumbuh di antara kita. Malah pengrusakan alam terus merajalela.
Kita khawatir akan pergaulan anak-anak kita, karena sikap intoleran yang merusak cara bergaul secara damai sebagai sesama warga. Apakah memang begitu susah membayangkan bahwa Allah yang Esa adalah Pencipta kita semua umat manusia? Kita memiliki Pancasila, namun banyak yang tidak menjadikannya dasar hidup yang nyata untuk bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Masalah korupsi di masyarakat sudah sama merajalela seperti menyontek di sekolahan.
Apa yang kita harapkan dari proses pendidikan? Kita menginginkan anak-anak berkembang utuh sebagai manusia, yang beriman dan berilmu. Manusia muda itu berkarakter, mempunyai kompetensi akademik, memiliki hati nurani, dan memiliki kepedulian. Anak-anak dipersiapkan hingga mampu membedakan mana yang baik dan buruk, mana yang salah dan benar, dan mampu mengambil keputusan pada perkara-perkara yang serius dan berat dalam hidup mereka. Iman mereka, yang mendalam dan tangguh, harus bisa menjadi landasan untuk hidup bersaudara, seperti pada Jemaat Pertama (bdk Kis 2:41-47).
Persaudaraan manusiawi sejati diharapkan menjadi habitus melayani dan berbagi ilmu kehidupan dengan sesama. Ini penting untuk kita di Indonesia, yang multikultur, multi agama, multi etnik, bhineka tunggal ika. Proses pendidikan akan berhasil bila seluruh Umat Allah, orangtua, orang muda, para religius, terpanggil untuk secara cerdas dan kreatif terlibat di dalamnya. (Bersambung)
Sumber: Blog pribadi Uskup Agung Semarang Mgr. Johannes Pujasumarta Pr (http://pujasumarta.multiply.com/journal/item/435/SURAT_GEMBALA_HARI_PENDIDIKAN_NASIONAL_TAHUN_2012)
Photo credit: Ilustrasi (Mathias Hariyadi); Anak-anak sekolah di Pulau Nias, Sumatra Utara (Kelompok Bakti Kasih Kemanusian/KBKK Indonesia)
Artikel terkait:
Uskup Agung Semarang Mgr. J. Pujasumarta: Mari Maknai Hardiknas 2 Mei 2012 dalam Terang Iman (2)
Bapa Uskup yang saya Hormati,membaca Surat Gembala Hari Pendidikan Nasional Tahun 2012,ada yang ingin saya tanyakan. Anak saya saat ini bersekolah di SD Kanisius yang menjadi SD favorit di kota saya dengan jumlah murid yang cukup banyak.Tetapi karena hasil pemeriksaan dari Psikolog yang saya temui karena keluhan dari guru yang mengatakan bahwa anak saya tidak mau mengerjakan tugas-tugas nya disekolah,mengatakan bahwa anak saya mengalami gangguan konsentrasi dan dianggap tidak mampu mengikuti pelajaran dalam kelas yang jumlah muridnya terlalu banyak, tetapi Yayasan Kanisius tidak mengijinkan pindah Sekolah sesama Kanisius padahal Sekolah dengan pendidikan dasar Agama Katolik yang sesuai dengan kemampuan kami hanya Kanisius,jadi sekarang apa yang harus kami lakukan? Terima Kasih.