SEKALI waktu, tanggal 26 Desember 2017 lalu, Uskup Keuskupan Agung Pontianak Mgr. Agustinus Agus berkesempatan datang mengunjungi Rutan Kelas II B Bengkayang, Kalbar.
Kunjungan itu terjadi saat itu masih dalam nuansa Natal di mana banyak orang tengah sibuk merayakan Natal di rumah dan melakukan kunjungan ke rumah sahabat atau kerabat.
Hari Natal adalah hari yang harusnya bergembira dan berbagi sukacita. Ya kira-kira begitulah sekilas keindahan Natal yang harusnya kita rayakan.
Pada hari natal kedua, saat itu kebetulan sebagai anggota Komisi Komunikasi Sosial Keuskupan Agung Pontianak, penulis tengah mengikuti perjalanan Mgr Agustinus Agus untuk merayakan Natal di Kabupaten Bengkayang.
Tidak disangka Uskup Agustinus memang sudah lama menjadwalkan kedatanganya untuk merayakan Natal bersama warga binaan penghuni Rutan Kelas II B Bengkayang.
Tercatat dalam jurnal harian rumah tahanan Negara Kelas II B Bengkarang saat itu berkapasitas sebanyak 217 orang dengan isi rutan sebanyak 197 orang, tahanan ada 41 orang, dan narapidana sebanyak 156 orang.
Mgr. Agustinus Agus spontan mengadakan Misa Natal bersama dengan para penghuni rutan.
Isak tangis bahagia di rutan
Masih hangat dalam ingatan, ketika Uskup Agustinus melangkah masuk mengunjungi rutan.
Mata para warga binaan kala itu langsung sontak tertuju ke sosok uskup sepuh orang tua berkharisma itu dengan tatapan penuh harapan dan senyuman yang menggugah hati.
Tangannya tidak segan-segan merangkul para narapidana kala itu. Tampak hampir semua mata berkaca-kaca membisu tanpa suara.
Hanya tatapan mata mereka lah yang seolah menceritakan isi hati saat itu.
Tercetus kalimat dari seorang narapidana saat itu, “Bagaimana mungkin seorang pembesar Gereja Katolik di Kalimantan Barat -seorang Uskup Agung Pontianak- mau mengunjungi dan memimpin perayaan Natal bersama kami para tahanan,” ujar seorang warga binaan.
Namun itulah gayanya Uskup Agus.
Beliau bukan sosok uskup jaim. Tidak pernah segan untuk datang dan memberi penghiburan kepada mereka yang sedang mengalami proses hukuman.
Tangisan semakin bergaung, saat uskup memberkati mereka non-Katolik.
Merinding.
Momen tak biasa yang benar-benar penulis bisa gila rasakan sebagai pekerja media yang mengikuti gaya pastoral Uskup Agus.
Begitu total, beliau melayani tanpa memandang siapa dan dari mana orang itu berasal.
Setiap orang memiliki kesempatan
Dalam homilinya saat itu, Mgr Agustinus Agus mengatakan bahwa setiap orang membutuhkan kesempatan berbuat baik di manapun ia berada dan dalam kondisi apa pun ia berada.
“Kadang-kadang manusia terlalu muluk dengan apa yang sebetulnya bukan prioritas utama, sehingga apa yang diberikan dan diserahkan terkait dengan hidup merupakan bagian yang tidak terlepas dari moral hidup,” kata Uskup Agus.
Uskup Agustinus juga menyatakan bahwa bagi mereka yang melakukan tindak kriminal dan bagi mereka yang terlanjur masuk dalam rumah tahanan, mau atau tidak ia mesti menanggung masa hukuman yang sudah ditetapkan sesuai dengan ketentuan hukum.
“Dalam proses masa hukuman yang mereka jalani, tentunya ada perasaan yang sangat sulit untuk mereka terima,” lanjut Uskup Agustinus.
“Kebutuhan dan keperluan setiap orang memang berbeda,” lanjut Uskup Agus, “karena perbedaan itulah setiap manusia memiliki kebebasan untuk mendapatkannya dan menggunakan kebebasan hidup itu tadi.”
“Tetapi apa akibatnya bagi mereka yang tidak menggunakan kebebasan itu dengan sebaik mungkin?
Tentu ada ganjarannya, lantas mereka yang sudah masuk dalam sel tahanan harus dicap sebagai kriminal bahkan lebih parahnya adalah sebagai ‘sampah’ masyarakat?”
“Tentu tidak, mereka masuk dalam tahanan bukan juga sepenuhnya kesalahan mereka,” kata Mgr. Agustinus Agus.
Pengaruh lain di luar kontrol
Melihat kondisi narapidana saat itu, Mgr. Agustinus Agus meneguhkan mereka dengan memberi semangat hidup baru untuk memulai dan melakukan kebaikan untuk semua orang.
Uskup Agustinus juga melihat bahwa perbuatan mereka juga ada karena pengaruh lain yang tak terduga.
Menurut beliau, mungkin edukasi yang kurang, kesadaran pribadi, pengaruh lingkungan, kurangnya perhatian dan didikan orangtua, maupun keadaan ekonomi yang tidak memungkinkan sehingga sampai membuat mereka terjerumus dalam hal yang tidak mereka inginkan.
Menutup homilinya, Uskup Agustinus Agus berdoa agar Natal itu memberikan semangat baru bagi semua yang berkumpul.
Natal adalah kelahiran baru, lahir roh baru dan serba baru, jadi kasih Tuhan tidak terpengaruh oleh tembok, jarak dan waktu.
“Lakukanlah kebaikan, mulai sekarang dan jadikan dirimu terang,” pesannya.
Uskup Agustinus Agus mengatakan dalam berkat penutupnya bunyinya demikian.
“Setiap manusia pasti tidak terlepas dari masalah hidup, dan masalah itu jangan pernah kita lewatkan. Justru karena itu adalah sebuah pengalaman, dan karena pengalaman itulah yang membentuk manusia.”
72 tahun
Hari Senin ini, tepat tanggal 22 November 2021, Bapak Uskup Keuskupan Agung Pontianak Mgr. Agustinus Agus genap berumur 72 tahun.
Pada hari ini, di Rumah Retret Anjongan segenap karyawan-karyawati Keuskupan Agung Pontianak, Komsos KAP, PSE KAP,
Pertukangan KAP, Yayasan Pendidikan, segenap rohaniwan-rohaniwati, dan 16 orang imam hadir merayakan HUT ke-72 Mgr. Agustinus Agus.
Ikut hadir di sini Bapak Kapolda Kalbar Irjenpol Sigid Tri Hardjianto SH MSi.
Selamat ulang tahun Bapak Uskup Mgr. Agustinus Agus.
Kami selalu mendoakan Bapa Uskup dalam tugas dan pelayanannya.