HARI Rabu, 23 Januari 2025, pukul 10.00 WIB, di Widya Mandala Hall, Jalan Kalisari, Mulyorejo, Surabaya, Romo Agustinus Tri Budi Utomo ditahbiskan menjadi Uskup Keuskupan Surabaya oleh Duta Besar Vatikan untuk Indonesia Mgr. Piero Pioppo sebagai penahbis utama. Didampingi Uskup Keuskupan Ketapang Mgr. Pius Riana Prapdi dan Uskup Keuskupan Malang Mgr. Prof. Dr. Henricus Pidyarto Gunawan O. Carm.
Hadir pula 37 uskup dan dua uskup emeritus dari seluruh Indonesia serta 2.500 umat; termasuk para birawan-biarawati
“Engkau memilih untuk menetapkan hamba dan imam-Mu Agustinus menjadi pemimpin gereja-Mu di Keuskupan Surabaya, bantulah hamba-Mu,” kata Mgr. Piero Pioppo saat Doa Kolekta.
Kemudian, salah satu imam yang ditugaskan, Romo Antonius Padua Dwi Joko Pr, membacakan surat pengangkatan uskup yang telah ditulis Bapa Suci Paus Fransiskus.
Dalam homilinya, Ignatius Kardinal Suharyo mengungkapkan, Mgr. Didik memilih moto tahbisannya “Mencintai seperti Kristus Mencintai”. Makna motto pastoral ini kemudian dijelaskan oleh Uskup Agung Jakarta Kardinal Ignatius Suharyo saat homili dengan merefleksikan percakapan antara Yesus dan Petrus pasca kebangkitan-Nya.
“Pada saat sesudah bangkit, Petrus bercakap dengan Petrus. Kata ‘kasih’ yang dipakai Yesus saat itu berbeda dengan kata ‘kasih’ yang dipakai Petrus. Yesus memakai kata ‘kasih’ yang berarti ‘kasih sempurna dan tak terbatas’. Ini berbeda dengan yang digunakan Petrus, sebab ia menggunakan kata ‘kasih’ yang ‘yaitu kasih yang terbatas’. Yesus kemudian bahkan menurunkan standarnya; dengan sekali lagi bertanya akan kasih Simon kepada-Nya,” jelas Kardinal Suharyo.
Kardinal Suharyo mengatakan, “Dari awalnya dengan kasih yang terbatas, Simon dibimbing untuk melayani dengan “asih yang tak terbatas. Ini nyata, ketika Petrus menyerahkan nyawanya menjadi martir. Bertumbuh dari kasih manusiawi menjadi kasih yang sempurna.”
“Ajaran resmi Gereja mengenai panggilan umat beriman. Bagi semua jelas, smua orang kristiani dipanggil untuk mencapai kepenuhan hidup kristiani, kesempurnaan kasih, dan kesempurnaan kesucian. Paus Fransiskus menegaskan panggilan ini dalam dunia sekarang ini,” kata Kardinal Suharyo.
Tema tahbisan ini, menurut Kardinal Suharyo, mengungkapkan harapan Mgr. Didik menjadi dorongan untuk umat Keuskupan Surabaya bertumbuh menuju kesempurnaan kasih.
Kardinal Suharyo kemudian bercerita tentang permohonan Mgr. Didik untuk tidak dipanggil dengan sebutan “monsinyur” atau ‘Yang Mulia’, namun lebih baik dipanggil dengan sebutan “Romo Uskup” atau “Bapak Uskup” Didik.
“Jadi ini pesan untuk umat (Keuskupan) Surabaya nanti jangan panggil ‘Monsinyur’ tetapi memanggilnya ‘Romo Uskup’ atau ‘Bapak Uskup’, suatu permintaan yang tidak sulit untuk diterima,” ujar Kardinal Suharyo.
Uskup berarti penilik. Dengan makna ini, Tuhan menyediakan jalan untuk bertumbuh dalam kesempurnaan kasih dan memilihnya menjadi “penilik”.
Kardinal Suharyo mengutip Paus Fransiskus yang mendorong pada uskup untuk sering mengunjungi umatnya dan hadir di tengah-tengah mereka dengan kehadiran sederhana dan penuh kasih. Pada kesempatan lain, uskup berdiri di belakang dan menuntun umat menentukan langkah-langkah baru.
Lalu, prosesi tersebut dilanjutkan dengan menyanyikan Veni, Creator Spiritus.
Sedangkan Romo Didik bersama dua imam pendamping berdiri menghadap altar dan mengikuti nyanyian. Dubes Vatikan memimpin janji tahbisan dengan menyampaikan sembilan pertanyaan kepada Romo Didik, yang berisi kesiapsediaan dia menjalani tugas sebagai pemimpin Gereja Lokal Keuskupan Surabaya.
“Bersediakah engkau, dengan bantuan Roh Kudus, melaksanakan sampai mati tugas yang dipercayakan para rasul kepada kami dan yang kini akan diserahkan kepadamu dengan penumpangan tangan?” tanya Mgr. Piero Pioppo.
Selanjutnya, Romo Didik menjawab sejumlah pertanyaan yang dilontarkan oleh Nuntius Piero. Ia bersedia mengemban seluruh tugas dan kewajiban sebagai Uskup.
Kemudian, Nuntius memegang kepala Romo Didik dan mengurapinya dengan minyak. Setelah itu, dia menyerahkan sejumlah lambang keuskupan seperti Injil, tongkat, mitra, dan cincin.
Dengan demikian, Romo Didik secara resmi menjadi Uskup Keuskupan Surabaya. Kini, dia mengemban tugas untuk memimpin sekitar 160 ribu umat Katolik di 46 paroki yang ada di Keuskupan Surabaya.
Pemimpin dekat dengan umat
Mgr. Agustinus Tri Budi Utomo lebih akrab disapa Mgr. Didik dikenal sebagai sosok yang rendah hati dan dekat dengan umat. Sebagai imam, ia banyak berinteraksi dengan masyarakat dan dikenal memiliki kedekatan dengan mereka.
Dalam sambutannya, Mgr. Didik menyampaikan komitmennya untuk menjalankan tugas dengan penuh tanggungjawab, serta mengajak umat untuk bersama-sama membangun komunitas iman yang kuat.
“Saya percaya, segala tugas ini hanya dapat dijalankan dengan bantuan Roh Kudus dan dukungan umat. Mari kita bekerja bersama membangun komunitas yang kokoh dalam iman,” ujarnya.
Tahbisan ini juga menjadi ajang silaturahmi bagi para uskup dan umat Katolik dari berbagai daerah, memperkuat rasa persaudaraan di tengah keberagaman iman.
Dengan ditahbiskannya Mgr. Agustinus Tri Budi Utomo, Keuskupan Surabaya memasuki babak baru dalam pelayanan pastoral, menghadapi tantangan zaman yang terus berkembang.
Mgr. Didiek juga bercerita bahwa ia merasa dipersiapkan oleh Tuhan melalui almarhum Mgr. Vincentius Sutikno Wisaksono, Uskup Keuskupan Surabaya waktu beliau menjadi Rektor Seminari Menengah St. Paulus A Paulo. Karena sama-sama suka menggambar, mereka pun akhirnya dekat. Dan Fr. Didiek waktu itu sempat diminta membuat lambang episkopal alm. Mgr. Sutikno yang mottonya”Ego veni ut vitam habeant et abundantius habeant” (Yohanes 10:10). Artinya: “Aku datang supaya mereka mempunyai hidup dan mempunyainya dalam segala kelimpahan”.
Kemudian sekarang Mgr. Didiek meneruskan estafet penggembalaan di Keuskupan Surabaya dengan motto: “Diligere sicut Christus dilexit” (Yohanes 17:26; Yohanes 15:12), yang artinya “Mencintai seperti Kristus Mencintai”.
Sesudah perayaan Tahnbisan Uskup Keuskuan Surabaya usai, diadakan ramah tamah dan makan bersama; dengan diiringi berbagai macam hiburan.