Usulan untuk menambah jam pelajaran agama bukan jalan keluar untuk menyelesaikan masalah tawuran antarpelajar, malah akan menambah stres pada anak karena beban pelajaran bertambah.
“Usul Mendikbud (Mohammad Nuh,red) dan Menteri Agama (Suryadharma Ali,red) untuk menambah mata pelajaran agama di sekolah tidak menjamin bisa mengubah perilaku anak, justru akan menambah stres anak karena beban pelajaran bertambah,” kata Ketua Satgas Perlindungan Anak, M Ihsan di Jakarta, Kamis.
Ihsan mengatakan, materi agama seharusnya masuk dalam seluruh mata pelajaran dan dicontohkan oleh orang dewasa, bukan sebatas pengetahuan.
Usul tersebut menunjukkan pemerintah panik dan reaktif merespon masalah tawuran, bukan berdasarkan pengkajian yang mendalam mendengarkan keinginan dan kondisi anak, karena dalam waktu hampir bersamaan sudah dua pelajar tewas akibat tawuran.
Menurut dia, untuk menurunkan agresivitas, kekerasan dan tawuran pada anak, maka yang paling utama adalah mengasuh anak dengan kasih sayang, menyapa dengan lembut. Lihat anak dengan hati yang tulus dan cinta.
Kekuatan cinta yang terpancar dari orang dewasa akan membuat anak menjadi lembut, penyayang dan bertanggung jawab.
“Selama ini kita terjebak dengan bahasa formal dan slogan, tapi implementasinya jauh ’panggang dari api’,” kata dia.
Banyak bentuk kekerasan yang dilakukan secara sadar maupun tidak sadar oleh orang dewasa terhadap anak di rumah, sekolah dan lingkungan.
“Bagaimana kita berharap anak-anak menjadi lembut dan penuh kasih sayang, jika kita tidak mampu memberi contoh kepada mereka,” tambah Ihsan.
Di awal pekan ini dua pelajar meninggal akibat tawuran. Alawy siswa kelas X SMA Negeri 6 menjadi korban dalam tawuran antar siswa sekolah itu dengan SMA 70 Bulungan, Jakarta Selatan pada Senin (24/9).
Seorang pelajar SMA Yayasan Karya 66 Kampung Melayu Jakarta Timur, Deni Januar juga meninggal akibat sabetan senjata tajam pelajar lainnya yang terlibat dalam tawuran dengan SMK Kartika Zeni di Manggarai, Tebet, Rabu (26/9).