TANGGAL 14 Februari adalah Hari Kasih Sayang. Siswa Seminari Menengah Santo Yosep di Tarakan, Keuskupan Tanjung Selor di Provinsi Kalimantan Utara (Kaltara) rupanya juga ingin merayakan Valentine’s Day.
Tapi dengan ragam dan cara mereka sendiri.
Dirayakan bukan di kompleks seminari, melainkan di tempat mereka belajar – di sekolah menengah umum di mana mereka juga bertemu dengan teman-teman sekolah; termasuk teman sekolah yang perempuan.
Sedangkan para seminaris KPA tetap tetap beraktivitas di asrama seminari seperti biasa.
Semalam sebelum Hari Valentine, penulis mengajak siswa KPA minum es buah. Lalu mereka bertanya dengan antusias: “Bu besok kita tetap belajar?”
Saya menjawab bahwa besok tetap belajar.
Pertanyaan itu mengisyaratkan adanya harapan bahwa Valentine’s Day itu ingin mereka rayakan.
Dan akhirnya
Perayaan dimulai dengan bernyanyi bersama disusul doa pembuka. Kemudian siswa dipandu mendalami tema Valentine’s Day yang dipilih: “Aku Mengasihi Sesama”.
Tentu kata “mengasihi” ini sudah tidak asing lagi di telinga, karena hampir setiap hari orang berbicara tentang kasih.
Spontan mereka mengatakan kasih itu sabar, kasih itu murah hati, kasih itu lemah lembut dan seterusnya.
Sebelum masuk dalam pembahasan, penulis mengajak mereka untuk melantunkan lagu Di Hati Ini Ada Cinta sambil bergerak. Lagu yang biasa saya putar setiap kali memulai pelajaran.
Lagu di atas disusul dengan ajakan menonton sebuah video animasi tentang kisah “Orang Samaria yang Baik Hati.” (Luk 10: 25-37).
Setelah menonton video animasi, salah satu seminaris diminta menceritakan kembali alur kisah video. Salah satu siswa menceritakan kembali bagaimana Yesus menjawab pertanyaan seorang Ahli Taurat mengenai siapakah sesamaku?
Yesus mengisahkan tentang seorang dalam perjalanan dari Yerusalem ke Yerikho, ia diserang oleh perampok. Seorang imam, orang Lewi, lewat saja, tetapi tidak (mau) menolong sama sekali.
Lalu, seorang dari Samaria yang dianggap orang asing dan berdosa yang justru menaruh belas kasih kepada orang yang dirampok tersebut.
Seminaris itu kemudian mengatakan, terkadang kita pun cenderung melihat sesama hanya orang terdekat; sedangkan orang asing dianggap bukan sesama.
Ia menjelaskan begitu baik dan panjang lebar, walaupun hanya disuruh untuk menceritakan kembali kisah tersebut.
Maksud dan tujuan bernarasi
Sasaran yang ingin dicapai dalam kegiatan mengisi hari kasih sayang adalah agar para seminaris mengetahui secara konkret bentuk tindakan kasih dalam komunitas dan mampu mengungkapkannya dalam kehidupan sehari-hari.
Para seminaris diharapkan nantinya sering berbagi kasih kepada semua orang; tanpa membeda-bedakan satu sama lain sama seperti teladan Yesus sendiri.
Para seminaris di Seminari Menengah Santo Yosep Tarakan di Kaltara ini berasal dari latar belakang budaya macam-macam dan berbeda-beda.
Sebagian berasal dari keluarga-keluarga lokal masyarakat Dayak di wilayah Provinsi Kaltara yang di dalamnya memiliki banyak sub-suku.
Lalu juga dari masyarakat Toraja maupun NTT namun yang telah lama tinggal di Kaltara.
Dalam satu komunitas, tentu masih ada pilih-memilih teman dekat berdasarkan suku atau paroki.
Maka dalam perayaan Valentine’s Day ini, mereka diajak menunjukkkan kasih secara konkret kepada teman komunitas dan teman seangkatan.
Harapannya agar satu sama lain bisa peduli, terutama ketika ada yang sakit dan membutuhkan bantuan.
Para siswa diminta menulis biodata mereka di buku temannya berkaitan dengan diri masing-masing dan keluarganya. Mereka menulis dengan semangat.
Selesai menulis lalu dilanjutkan dengan game kelompok bernyanyi lagu-lagu animasi untuk mengakrabkan persaudaraan.
Setelah dinamika kelompok selesai, maka saatnya membagikan hadiah untuk para seminaris. Staf seminari menyediakan paket menu makanan berupa mie instan, ayam geprek, jus buah jambu biji, dan dan daging babi. Semua sudah dibungkus rapi dengan koran.
Begitu menyebutkan daging babi, mereka semakin bersemangat apalagi sudah mendekati jam makan siang.
Merebus mie dan makan bersama di bawah pohon mangga sebagai bagian dari penutupan acara Valentine.
Sambil makan mereka berbincang-bincang mengenai angkatan mereka dengan segala keunikan satu sama lain. Bahkan saling berbagi kisah masa kecil.
Belajar saling menerima dan menghargai
Memang mereka sering berbagi cerita tetapi hanya berlalu begitu saja. Mereka kompak namun kadang-kadang membentuk kelompok; entah itu berdsarkan hobi, suku maupun paroki asal.
Satu hal yang mulai terbangun yakni mereka mulai menerima kekurangan satu sama lain dan belajar untuk saling melengkapi sebagai satu keluarga, sebagai satu angkatan.
Salah satu siswa seminari menulis di dalam bukunya bahwa ia tidak suka dibanding-bandingkan dengan teman karena waktu kecil punya pengalaman dibanding-bandingkan dengan anak tetangga. Semua mengungkapkan apa yang mereka sukai dan tidak sukai.
Dengan mengetahui hal itu mereka belajar untuk tidak melakukan apa yang tidak disukai oleh temannya. Salah satu kebiasaan unik angkatan ini yaitu jika ada yang kedapatan berbohong dan disaksikan lebih dari empat orang, maka yang berbohong mendapat sanksi mencuci piring teman angkatan selama sepekan lamanya.
Kebiasaan itu mereka bangun sebagai usaha untuk memperbaiki kebiasaan teman yang suka prank, berbohong.
Karena sekarang kebiasaan prank menjadi tren di kalangan anak muda bahkan orangtua.
Maka para seminaris membuat sanksi bagi yang berbohong atau nge-prank.
Tetap semangat Bu lidwine, dalam membimbing anak-anak seminari. Semoga menjadi calon-calon pemimpin yang baik dan bijaksana. Semoga segala kegiatan yang dilakukan berjalan dengan lancar. Berkat Tuhan selalu menyertai ?✝️☺️