PAUS Fransiskus memenuhi janjinya, ketika bulan Mei lalu Paus mengatakan akan membentuk apa yang bisa disebut sebagai “perubahan historis mengakhiri praktek bahwa klerus katolik hanya pria”.
Paus Fransiskus telah membentuk sebuah komisi untuk mempelajari kemungkinan mengizinkan kaum perempuan bisa melayani sebagai diakon dalam Gereja Katolik. Paus mengangkat para anggota komisi tersebut dalam jumlah yang sama antara pria dan wanita dan komisi diketuai oleh Uskup Agung Luis Francisco Ladaria SJ, orang kedua di Kongregasi Ajaran Iman.
Aggota komisi tersebut terdiri dari para ahli teologi patristik, ekklesiologi dan spiritualitas. Di antara nama anggota komisi itu ialah Sr. Mary Melone (Suster Fransiskanes, Rektor Universitas Kepausan Antonianum di Roma; Phyllis Zagano, peneliti senior di Universitas Hofstra New York. Termasuk di dalam komisi itu adalah enam fakultas dari universitas kepausan, empat anggota komisi teologi internasional dan seorang anggota dari Komisi Kitab Suci Kepausan. Komisi tersebut terdiri dari 6 imam; 4 awam perempuandan 2 suster biarawati.)
Seperti telah diketahui umum, bulan Mei 2016 lalu Paus Fransiskus bertemu dengan 900 pemimpin kongrrgasi para suster di seluruh dunia pada kesempatan “meeting tiga tahunan para Superior General tarekat suster”.
Pada pertemuan tanggal 12 Mei itu, para religius wanita tersebut mengatakan kepada Paus bahwa kaum perempuan bisa melayani sebagai diakon pada masa-masa Gereja awal. Karena itu, mereka bertanya: “Mengapa tidak dibentuk sebuah komisi resmi tingkat kepausan untuk mempelajari masalah itu?”
Paus menjawab: ‘Ya, saya setuju. Saya akan bicarakan untuk melakukan sesuatu seperti itu. (Bahasa Italinya mungkin bunyinya: “Sono d’accordo. Desidero parlare qualcosa del genere”) –“I am in agreement,” the Pontiff replied. “I will speak to do something like this.”
Kemudian, dalam konperensi pers dengan para wartawan pada bulan Juni, Paus mengatakan bahwa beliau telah meminta Kardinal Gerhard Muller (Ketua Kongregasi Ajaran Iman) dan Sr. Carmen Sammut (Ketua para Superior General tarekat suster (UISG) untuk membuatkan daftar orang-orang yang bisa diusulkan untuk dimasukkan ke dalam komisi itu.
Keterbukaan Paus Fransiskus untuk mempelajari kemungkinan wanita melayani dalam jabatan diakon dapat menghadirkan sebuah permulaan baru atau “perubahan historis” dalam Gereja Katolik yang selama ini tidak menahbiskan perempuan dalam jabatan klerus.
Paus Yohanes Paulus II dalam surat apostolik “Ordinatio Sacerdotalis” tahun 1994 menyatakan bahwa “Gereja tidak mempunyai kekuasaan apa pun untuk menahbiskan seorang perempuan menjadi imam, dengan mengutip bahwa Yesus hanya memilih laki-laki untuk menjadi 12 rasul.”
Namun banyak ahli sejarah Gereja mengatakan bahwa terdapat banyak sekali bukti bahwa perempuan melayani sebagai diakon pada abad-abad pertama Gereja. Rasul Paulus menyebut nama Febe (Rom. 16: 1-2) dalam surat kepada umat di Roma, sebagai salah satunya.
Pada zaman modern ini, Gereja Katolik telah menghidupkan kembali peran diakon permanen sesuai dengan pembaruan Konsili Vatikan II. Peran itu umumnya dibuka hanya bagi para pria yang sudah menikah (bapak keluarga) yang telah berusia di atas 35 tahun.
(Kalau di Indonesia diangkat banyak pro-diakon untuk membantu pastor membagi komuni dalam Ekaristi, dan membawa komuni kepada orang sakit, serta untuk pimpin ibadat pemakaman juga).
Diakon permanen itu ditahbiskan seperti imam; namun hanya bisa melaksanakan beberapa pelayanan di dalam Gereja, misalnya: memimpin ibadah sabda, membaptis dan menangani administrasi paroki jika tidak ada imam.
Diakon permanen tidak bisa merayakan Ekaristi.
Diakon permanen tidak sama dengan pro-diakon.
Daftar Nama para anggota komisi kepausan untuk mempelajari kemungkinan ditahbiskannya diakon perempuan itu ialah:
- Uskup Agung Luis Francisco Ladaria, (Sekretaris Kongregasi Ajaran Iman)
- Sr. Nuria Calduch-Benages, dari tarekat Keluarga Kudus (Anggota Komisi Kitab Suci Kepausan)
- Pastor. Piero Coda (Rektor Universitas Sophia, Roma, dan anggota komisi teologi internasional).
- Pastor Robert Dodari, OSA (Rektor Institut Patristik Agustiniamun)
- Pastor Santiago Madrigal (Ahli ekklesiologi dari Universitas Comillas, Madrid)
- Sr. Mary Melone, Perempuan pertama sebagai Rektor Universitas Pontifikal Antonianum di Roma.
- Pastor Karl-Heinz Menke, profesor emeritus teologi dogmatik di Universitas Bonn, Jerman dan anggota komisi teologi internasional.
- Pastor Aimable Musoni, ahli ekklesiologi di Universitas Salesian di Roma.
- Pastor Bernard Pottier SJ, dari Brussels’ Institute d’Etudes Théologiques dan anggota komisi teologi internasional.
- Marianne Schlosser, teolog perempuan dari Universitas Wina dan anggota komisi teologi internasional.
- Micheline Tenace, teolog perempuan dari Universitas Gregoriana, Roma.
- Phyllis Zagano, peneliti senior dari Universitas Hofstra di New York.
(Rupanya wartawan Vatikan salah hitung: bukan 6 pria dan 6 wanita; melainkan 7 pria dan 5 wanita; dan 5 wanita itu terdiri dari 2 suster dan 3 awam).
(Tambahan Sujoko: Paus Fransiskus telah menjadikan tanggal 22 Juli sebagai Pesta St. Maria Magdalena yang sejajar dengan pesta para rasul, (misalnya pesta Santo Petrus dan Paulus). Sebelumnya tanggal 22 juli diperingati sebagai Peringatan Wajib (PW) dalam liturgi Gereja. Keputusan Paus Fransiskus itu untuk menekankan pentingnya Maria Magdalena sebagai pewarta pertama kebangkitan Kristus. Dialah yang memberitahu Petrus dan Yohanes bahwa Yesus telah bangkit, (bacalah: Yoh. 20 :17-18).
Romo Stenly Pondaag MSC yang tengah studi program doktor liturgi di Jerman menambahkan informasi sbb:
Judul prefasi khusus untuk Pesta St. Maria Magdalena sangat inovatif: de apostolorum apostola (rasul perempuan dari para rasul pria).
Untuk pertama kalinya dalam teks liturgi resmi, seorang perempuan disebut apostola (rasul perempuan). Dalam teks prefasi dikatakan juga bahwa Yesus telah menghormati Maria Magdalena di hadapan para rasul dengan jabatan pelayanan kerasulan (apostolatus afficio): “Et eam apostolatus afficio coram apostolis honoravit”.
Dengan demikian, menurut prefasi itu: Maria Magdalena adalah Rasul (apostola) dan martabat kerasulannya berasal dari Kristus).