INI kita sudah berada di zaman modern. Bukan lagi di zaman Abad Pertengahan, ketika banyak skandal menerpa Gereja Katolik. Sehingga mereka yang berseberangan dengan Paus dengan mudahnya dijatuhi Hukuman Ekskomunikasi atau kasanya dicabut status dan hak-hak keanggotaannya di dalam Gereja Katolik.
Namun, di zaman modern ini Tahta Suci Vatikan masih saja memberlakukan Hukuman Ekskomunikasi. Artinya, orang yang terkenak sanksi berupa hukuman tersebut dinyatakan sudah tidak lagi menjadi anggota Gereja Katolik. Ia dipaksa harus didepak keluar. Disébratke, itu istilah bahasa Jawanya. Artinya, dipaksa untuk keluar dari keanggotannya di dalam persekutuan Gereja Katolik.
Kabar tak enak itu menimpa diri kardinal asal Italia bernama Carlo Maria Viganò. Padahal, Viganò bukan sosok sembarangan. Karena sebelumnya, ia justru mendapat kepercayaan Vatikan mengemban misi diplomatik Tahta Suci sebagai Nuncio untuk Amerika Serikat. Kurun waktu masa tugas dan jabatan di Washington DC tahun 2011-2016.
Itu berarti, pengangkatan Uskup Mgr. Viganò menjadi Dubes AS terjadi di masa jabatan dan pemerintahan Paus Benedictus XVI. Karena Kardinal Jorge Mario Bergoglio SJ baru menjadi Paus dan kemudian menamakan diri sebagai Paus Fransiskus sejak tanggal 13 Maret 2013.
Dosa Vigano
Pertanyaannya, mengapa Vatikan “sampai hati” memecat Kardinal Vigano dari keanggotaannya sebagai umat Gereja Katolik? Laporan berbagai media asing arus utama menyebutkan, dosa paling besar yang dilakukan oleh Viganò adalah skisma.
Artinya, kardinal mantan dubes Vatikan untuk AS ini dianggap melakukan gerakan “pemisahan” dari kesatuan dengan Gereja Katolik.
Berbagai laporan menyebutkan, Viganò sudah sangat lama “berseberangan” paham dengan Paus Fransiskus. Ia juga menjadi sosok pengritik keras atas berbagai kebijakan Paus Fransiskus. Baik dalam hal kebijakan pastoral maupun pandangan-pandangan Paus atas berbagai isu atau masalah.
Meski sudah berusia 83 tahun, namun kegigihan Viganò dalam melancarkan serangan kritik tajamnya kepada Paus Fransiskus tidak pernah surut. Ia dikenal sebagai sosok petinggi Gereja yang ultra konservatif alias “sangat kolot” dalam mempertahankan sikap dan pandangan Gereja yang selama ini diyakininya lebih “baik dan benar” dibandingkan ajaran atau pandangan Gereja Katolik modern yang dalam beberapa tahun belakangan ini banyak disuarakan oleh Vatikan melalui Paus Fransiskus.
Viganò bahkan secara terang-terangkan mengecam Paus Fransiskus dan mendesak beliau agar mundur saja dari jabatannya. Terutama ketika Viganò angat berseberangan dengan pandangan dan pemikiran Paus Fransiskus tentang isu imigrasi, perubahan iklim, dan praktik hidup bersama dua pasangan sejenis.
Hukuman Ekskomunikasi
Keputusan menjatuhkan Hukuman Ekskomunikasi terhadap Viganò dirilis hari Jumat, setelah sebelum tim internal Vatikan mengadakan rapat dan pertemuan untuk membahas “masalah” dan hukuman apa yang mesti dijatuhkan.
Dikasteri Ajaran Iman -sebuah lembaga sentral Tahta Suci yang salah tugasnya adalah mempertahakan ajaran-ajaran resmi Gereja Katolik- antara lain menyebut dosa Viganò antara lain karena beliau menolak untuk bersedia mengaku dan tunduk kepada kekuasaan tertinggi Tahta Suci. Juga sikap penolakannya untuk tidak mau bersat dengan Persekutuan Gereja, kuasa mengajar dan warisan ajaran Gereja sebagaimana dirilis oleh Konsili Vatikan II.
Dengan dijatuhkannya Hukuman Ekskomunikasi tersebut, maka sejak hari Jumat kemarin itu Viganò kehilangan semua haknya di dalam Gereja; tidak boleh lagi memimpin Ekaristi dan menerimakan Sakramen-sakramen dan juga tidak diperbolehkan menerima semua layanan sakramental dari Gereja Katolik.
Dihukum demikian, karena Viganò sudah dibuktikan telah bersalah melanggar dosa paling berat menurut Hukum Gereja yakni memisahkan diri dan keluar dari persekutuannya dengan Gereja Katolik atau Skisma.
Kisah tahun 2018
Yang menarik, di tahun 2018 silam, Kardinal Viganò diam-diam “melarikan diri” dan bersembunyi entah di mana ketika dia tiba-tiba menuduh Vatikan dan Paus Fransiskus tidak “bertindak” sebagaimana mestinya ketika ada seorang kardinal Amerika ketahuan menyimpan sejarah dosa: tindak seksual. Atas tuduhan Viganò bahwa Paus tidak “melakukan apa-apa”, Vatikan menyatakan tuduhan itu tidak berdasar.
Saat pandemi Covid-19 tengah melanda dunia dan bersama sejumlah tokoh teori konspirasi Amerika, Viganò tegas berpendapat bahwa wabah itu sengaja didesain oleh kaum globalis; termasuk tentu saja isu tentang vaksinasi juga sebagai hasil rekayasa kaum globalis.
Keputusan Vatikan menjatuhkan Hukuman Ekskomunikasi atas diri Viganò ini dirilis hari Jumat tanggal 5 Juli 2024 kemarin.
“Yang Mulia Mgr. Viganò dinyatakan telah bersalah atas tindakannya melanggar Hukum Gereja tentang skisma atau perpisahan dengan Gereja,” demikian bunyi rilis resmi Tahta Suci sebagaimana dirilis oleh berbagai media asing arus utama.
“Oleh karena itu, beliau lalu dikeluarkan dari Gereja,” lanjut pernyataan resmi.
Salah satu kritik keras Viganò adalah bahwa dia praktis menolak apa-apa saja yang “diajarkan” oleh Paus Fransiskus dan menyebut sanksi Hukuman Ekskomunikasi itu sebagai “kehormatan”.
“Dengan ini, saya menentang sebagai hal kebenaran; juga menolak dan mengutuk semua bentuk skandal, pemikiran dan pemandangan yang tidak tepat benar, dan ajaran-ajaran sesat yang dikatakan oleh Jorge Mario Bergoglio,” ungkap Viganò tentang pendapatnya saat menyerang Paus Fransiskus yang dia sebut dengan nama aslinya dan bukan nama jabatannya sebagai Paus.
Sebagaimana kita ketahui, pandangan dan kebijakan pastoral Paus Fransiskus sering kali memang secara tajam “berseberangan” dengan para tokoh konservatif Gereja. Terutama isu-isu penting dan sentral mengenai kelompok penganut sikap dan menjalani praktik hidup LGBTQ, berjuang mendapatkan hak-hak migrasi, dan kecaman Paus atas ekses praktik kapitalisme modern.
Tahun 2023 lalu misalnya, Paus memutuskan menyingkirkan Uskup Keuskupan Texas Mgr. Joseph. E. Strickland, karena dia menolak mundur ketika Vatikan ingin melancarkan sebuah investigasi terhadap dirinya.
PS: Diolah dari berbagai sumber; utamanya The Guardian, BBC International, dan Washington Post.
Masukan ralat:
Uskup Vigano belum pernah menjadi Kardinal
terima kasih informasinya dan segera disunting ulang.