Renungan Harian
Selasa, 20 April 2021
Bacaan I: Kis. 7: 51-8:1a
Injil: Yoh. 6: 30-35
SUATU sore, seorang bapak Ketua Lingkungan datang menyampaikan bahwa ada seorang warga yang sedang sakit; memohon Sakramen Pengurapan Orang Sakit.
Saya menyanggupi dan akan segera berangkat. Namun, bapak itu minta waktu untuk berbicara lebih dahulu.
“Romo, maaf, saya mau menyampaikan informasi berkaitan dengan bapak yang sakit ini terlebih dahulu. Bapak yang sakit ini, sebenarnya tidak terdaftar di lingkungan kami. Karena sebenarnya kami, warga lingkungan, tidak ada yang tahu kalau bapak ini sebenarnya Katolik.
Menurut cerita kakaknya yang Katolik, yang datang ke saya, bapak ini sudah lama tidak menjadi Katolik, karena perkawinan di luar gereja. Sekarang ini, menurut kakaknya, bapak ini sudah sakit parah, dan minta agar dapat menerima Sakramen Pengurapan Orang Sakit dan mohon untuk dapat menerima Tubuh Kristus,” bapak ketua lingkungan itu menjelaskan.
“Pak, bapak yang sakit ini karena perkawinannya dan juga karena sudah tidak menjadi Katolik lagi menjadi halangan bagi bapak yang sakit itu untuk menerima sakramen-sakramen lagi. Tetapi sebaiknya kita tetap ke rumah sakit dan mendoakan bapak yang sakit itu.”
Ketika saya sampai di rumah sakit, saya bertemu dengan kakak dan isteri dari bapak yang sakit.
Kakaknya kembali mengulang permohonannya sebagaimana telah disampaikan oleh ketua lingkungan. Bahkan isteri dan anak-anaknya menyampaikan bahwa mereka tidak keberatan kalau suami dan bapak mereka kembali menjadi Katolik.
Mereka ingin memenuhi permintaan bapak itu agar bapak itu menjadi bahagia.
Saat saya bertemu dengan bapak yang sakit itu, bapak itu dengan nafas yang berat dan berurai air mata mohon dengan sangat agar diperkenankan untuk menerima Sakramen Pengurapan Orang Sakit dan menerima Tubuh Kristus.
Saya bertanya sedikit apakah bapak, kalau sudah sembuh tetap mau menjadi katolik. Dan beliau dengan mantap menjawab iya.
Saya juga yakin karena isteri dan anak-anaknya sudah mengizinkan bapak itu untuk kembali menjadi Katolik.
Setelah bapak itu menerima Sakramen Rekonsiliasi, saya memberi Sakramen Pengurapan Orang Sakit dan Tubuh Kristus.
Bapak itu dengan penuh hormat dan dengan berurai air mata menyambut Tubuh Kristus.
Hal paling menarik yang saya lihat adalah bapak itu tampak menjadi lebih cerah mengalami kelegaan yang luar biasa.
“Romo, terima kasih tak terhingga, bahwa saya boleh menerima sakramen lagi. Sekarang saya sudah amat lega Romo, dan saya sudah siap untuk dipanggil.
Saya tahu pasti saya tidak pantas di hadapan Tuhan Yesus, tetapi apa pun saya siap menghadapN-ya, terlebih lewat perantaraan Romo saya boleh mengalami kembali Tuhan yang hadir dalam diri saya.”
Bapak itu mengungkapkan kebahagiaannya.
Malam hari saya mendapat kabar bahwa bapak itu sudah meninggal.
“Wah, beliau meninggal dalam kebahagiaan,” kataku dalam hati.
Bagiku bapak itu meski sudah lama meninggalkan Gereja, namun keyakinan akan daya sakramen luar biasa.
Bapak itu punya keyakinan bahwa lewat sakramen yang diterimanya menjadikan dirinya berani mendekat pada Tuhan, berani berpasrah, dan menemukan kedamaian bagi dirinya.
Sebagaimana sabda Tuhan hari ini sejauh diwartakan dalam Injil Yohanes “Akulah roti hidup! Barang siapa datang kepada-Ku, ia tidak akan lapar lagi, dan barang siapa percaya kepada-Ku, ia tidak akan haus lagi.”
Bagaimana dengan aku?
Apakah aku merasakan daya-daya sakramen dalam hidupku?