Vietnam dalam Tiga Pekan: Cukup 10 Menit ke China dari Vietnam Lewat Lao Cai (10)

8
14,417 views

BANYAK cara menuju Roma, begitu kata pepatah lama yang mengiang-ngiang di kepala ketika saya akhirnya bisa sampai di Sapa, kota wisata pegunungan nan dingin sekitar 500 km arah Barat Laut dari Ibukota Hanoi. Karena sudah kedinginan di Sapa dan ingin segera kembali menikmati Hanoi, maka tiada jalan lain kecuali harus ‘turun gunung’ melalui Lao Cai, kota terdekat Sapa menuju Hanoi.

Lao Cai yang indah juga merupakan kota stasiun terakhir untuk jalur KA trayek Hanoi-Lao Cai menuju Sapa. Namun jalur Hanoi-Lao Cai masih bisa berlanjut terus ke arah Utara menuju daratan RRC ke Kunming di Provinsi Yunnan.

Menyeberang ke daratan China

Begitu tiba di Lao Cai menjelang sore hari, saya memutuskan jalan kaki menuju daratan China (RRC).

Apa itu mungkin? “Sangat-sangat bisa,” kata temen lokal orang Vietnam asli Lao Cai. Omongan dia ini semakin membesarkan hati dan niat saya untuk wisata blusukan nekat: masuk daratan China sekedar menikmati hawa dingin yang sedikit lain di luar Vietnam.

Begitu turun dari angkot “Transit” minivan Ford yang mengantar kami turun dari Sapa menuju Terminal Bus Lao Cai, saya bersama dua teman Vietnam langsung nglencer menuju Gereja Katolik Lao Cai agak sedikit di luar kota. Dari terminas bus, jarak tempuh menuju gereja sekitar 6 km.

Pengalaman menarik

“Mau sedikit tantangan?,” bujuk teman perjalanan orang lokal Vietnam mengamini keinginan saya bisa masuk daratan RRC melalui jalur darat. Tentu sebuah penawaran menarik untuk saya yang tak mau meluangkan bisa ‘mendarat’ di China melalui jalur perjalanan darat.

Jauh? Kata dia, hanya 2 km dan lebih baik jalan kaki saja daripada naik taksi dengan kisaran harga 30 ribu Vietnam dong (Rp15 ribu).

Okelah, kami bertiga berjalan kaki meninggalkan Gereja Katolik Lao Cai untuk menembus garis perbatasan Vietnam-China melalui jalur darat.

Di depan mata terjadi pemandangan menarik: sebuah jembatan besar tengah diperbaiki. Meski hujan rintik-rintik disertai hembusan angin super dingin pada kisaran suhu 5 Celcius, kami bertiga berjalan meniti jembatan itu sembari main jeprat-jepret.

Jembatan besar itu berdiri di atas Sunga Merah yang merupakan garis batas resmi antara wilayah daratan China dan Vietnam. Segera setelah selesai menyusuri jembatan yang membelah Sungai Merah ini, saya lalu belok kiri. Melewati kota kecil di luaran Lao Cai, hawa “RRC” sudah menyebar kemana-mana: mulai barang-barang produksi China yang banyak ditemukan di pasar tradisional, persis di samping Gereja Katolik dan sepanjang jalan raya menuju Gerbang Perbatasan China-Vietnam.

600 meter saja

Tak sampai 10 menit kemudian, tiba-tiba teman saya berteriak girang: “Lihat, gedung tingkat itu sudah masuk wilayah RRC,” katanya membisiki saya.

Hah? Hanya sejengkal dekat itu?

Makin penasaran saya untuk segera memutuskan menyeberang ke daratan China melalui jalur perbatasan Lao Cai (Vietnam) – Haikou yang masuk dalam Provinsi Yunan, RRC.

Petugas imigrasi langsung menanyai saya dengan amat-amat ramah: “Sudah ada visa masuk RRC?,” kata mereka dengan sangat sopan.

Visa masuk RRC saya berlaku 1 (satu) tahun dan izin  multi entry itu  saya peroleh dengan gampang di Kedubes RRC di Lingkar Mega Kuningan Jakarta, September 2011 lalu.  Petugas imigrasi Vietnam dengan senang hati membimbing saya masuk koridor untuk pemeriksaan dokumen keimigrasian.

Cedok…maka stempel exit meninggalkan kawasan Vietnam sudah menempel bagus di halaman paspor saya. Nah, dalam sekejap saya melangkah ke garis perbatasan Vietnam-China.

Saya berjalan kurang lebih 100 meter setelah meninggalkan gerbang Vietnam dan sampailah saya di sebuah jembatan panjang sebagai ‘penghubung’ wilayah China-Vietnam di atas Sungai Merah. Banyak pelintas batas Vietnam-China juga menyusuri jembatan sejauh 300 meter ini.

Tak ada banyak penjagaan seperti pemandangan yang saya alami ketika menyeberang ke Kamboja melalui Moc Bai dari Vietnam, Agustus 2011 lalu. Di garis batas Vietnam-RRC di Lao Cai ini, praktis saya hanya melihat dua opsir polisi China berdiri santun di ujung jalan mengawai para pelintas batas.

Selebihnya adalah kemudahan dan keramahan para petugas imigrasi di kedua belah pihak: China dan Vietnam.

Tiba di gedung imigrasi wilayah RRC, saya sedikit menemui kebingungan lantaran para pelintas batas itu langsung menuju ke koridor pemeriksaan imigrasi.

Tanpa arrival card? Begitu pertanyaan saya. Ah, mungkin mereka ini orang-orang lokal Vietnam atau orang lokal Haikou. Pikir saya, mereka pasti ada kartu khusus yang bisa dengan mudah mengantar mereka keluar-masuk ke wilayah RRC-Vietnam tanpa harus menyelesaikan urusan administrasi keimigrasian yang lebih njelimet.

Sebagai pemegang paspor Indonesia, tentu saja saya ingin memenuhi semua persyaratan keimigrasian. Maka saya ambil arrival card di salah satu sudut sebelum memasuki koridor imigrasi.

Seorang petugas imigrasi –seorang pria opsir China– yang santun dan ramah membantu saya mengisi kolom-kolom itu dengan huruf mandarin. Ia lalu menyodorkan kertas itu kepada saya, “Sir, your signature please!”.

Sreet…tanda tangan saya tertulis rapi di arrival card dan langsung saya masuk barisan koridor pemeriksaan paspor.

“Indonesia?,” tanya petugas imigrasi.

“Ya….Jakarta,” kata saya dengan gaya sok bisa bahasa mandarin dengan sedikit melafalkan kata “Jakarta” dengan lafal “Yacata”. Tapi tentu saja tetap dengan dialek Jawa yang sangat medok.

Dalam sekejap saja, paspor saya sudah mendapat cap entry permit masuk wilayah Haikou di Provinsi Yunan, China.

Cukup 10 menit

Saya memasuki kawasan Haikou dengan perasaan full penasaran. Jauh di depan mata sudah terbayang kota Kunming yang maju.

Kunming bisa ditempuh dengan naik KA dari Lao Cai (Vietnam) dengan jarak tempuh sekitar 8 jam perjalanan. Biaya naik kereta api –kata biro travel di Lao Cai—sekitar 800 ribu Vietnam dong (Rp 400 ribu).

Tapi kali ini, saya hanya mengandalkan dua kaki untuk bisa mencapai Haikou dalam sekejap saja. Baru di kemudian hari, saya berkeinginan bisa menembus masuk ke dalam daratan RRC menuju Kunming.

RRC (China) juga bisa ditempuh dari Hanoi menuju arah Timur yakni Nanning. Jalur KA dari Hanoi ke Nanning bisa dicapai dalam waktu 8 jam dengan biaya kurang lebih sama: 800 ribu Vietnam dong.

Di Haikou, saya hanya “berdiam” 10 menit saja, karena di seberang sana ada dua teman lokal Vietnam yang tak yang bisa menyeberang ke China lantaran tidak ada visa. Di perbatasan Lao Cai-Haikou tidak ada layanan visa on arrival.

Lalu saya kembali memasuki lorong pemeriksanan imigrasi wilayah RRC. Lagi-lagi saya membuat ‘salah’ karena tidak punya ‘arrival card’ karena tadi telanjur disobek oleh petugas imigrasi yang membantu saya mendapatkan arrival card.

 

8 COMMENTS

  1. Terima kasih atas sharingnya, minta infonya mas kalau kita mau ke Border lao cai apakah harus melewati imigrasi ?…karena saya ada rencana ke lao cai namun hanya sampai di Border Lao Cai dan Heikou,tidak bermaksud ke China

  2. Heiko sudah masuk wilayah China masl jadi harus ada visa dan melewati borderline China-Vietnam.

    Borderline itu hanya selangkah jalan kaki 10 menit melewati sungai besar entah apa nanamya.

    Saya menginjakkan kaki di China hanya 10 menit lalu balik lagi ke Vietnam saking tidak tahan dinginnya. Soalnya pas winter beneran.

  3. halo mau tanya kalo nyebrang arah sebaliknya dari hekou ke laocai itu kita perlu visa ga ya sebagai pemegang paspor indonesia?

  4. maksudnya vietnam utara gimana gan? saya rencana juga mau nyebrang dari hekou ke laocai. jadi ga perlu urus visa vietnam kan ya untuk nyebrang land border itu?

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here