KOLASI Kevikepan Surakarta, Keuskupan Agung Semarang (KAS) yang diadakan di Paroki Santo Yohanes Rasul Wonogiri pada Rabu (24/5/2017) menghasirkan banyak narasumber. Satu di antaranya adalah dari Komisi Keadilan, Perdamaian, dan Keutuhan Ciptaan Keuskupan Agung Semarang (KKPKC KAS).
Dalam paparannya, komisi yang digagas oleh almarhum Bapa Uskup KAS Mgr. Johannes Pujasumarta ini menyampaikan, ‘wajah nasional’ Indonesia sekarang ini dipengaruhi oleh empat komponen, yaitu politisi busuk, birokrat rakus, pengusaha hitam, dan radikal intoleran transnasional yang saling beririsan. Dari keempat komponen tersebut, politisi busuk dan pengusaha hitam ditengarai akan terus bermain dengan menggunakan segala sumber daya untuk mencapai tujuan atau kepentingannya.
Komisi yang diketuai oleh Rama FX Endro Wijayanto Pr itu menjelaskan, situasi masyarakat Indonesia belakangan ini diwarnai oleh banyak hal.
- Kelompok atau kaum nasionalis tetap lebih banyak dari kelompok radikal, tetapi kaum radikal ini lebih terorganisir.
- Publik rentan operasi politik lewat media massa dan media digital.
- Sekitar 101 juta anak muda pasca 1998 tidak mengenal Pancasila.
- Pergeseran demografis dari desa ke kota.
- Pergeseran kelas ekonomi dalam masyarakat Indonesia.
Lantas, bagaimana posisi Gereja Katolik dalam perjuangan kebangsaan Indonesia dewasa ini?
Komisi yang digawangi oleh para akademisi, praktisi, dan penggiat Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) ini menganjurkan Gereja untuk terus mengikuti dan mencermati berbagai perkembangan atau tekanan isu yang terjadi.
“Tekanan isu itu di antaranya satu, penegasan kebangsaan. Dua, penguatan dukungan ke kepemimpinan nasional saat ini. Tiga, penguatan konsolidasi nasionalis. Dan empat, perlu perluasan isu ke isu keadilan, perdamaian, dan sebagainya yang lebih luas,” katanya.
Karena itu, Komisi yang didirikan pada tanggal 5 Oktober 2016 ini perlu memberikan beberapa rekomendasi kepada Gereja di KAS.
Rekomendasi itu di antaranya sebagai berikut:
- Penyadaran dan konsolidasi terus-menerus ke tubuh Gereja di segala lini.
- Perlu pengembangan kemampuan paralegal tokoh umat.
- Merapat ke kalangan nasionalis di segala lapis, dan konsolidasi kebangsaan antara kaum nasionalis dan Katolik di banyak lini.
- Umat katolik perlu tampil menunjukkan kehadirannya dalam dukungan perjuangan kebangsaan.
- Perlu keteladanan sosial Katolik lewat figur Imam atau tokoh katolik yang memperjuangkan keadilan dan perdamaian.
- Pembentukan laskar digital dan pendidikan digital untuk Gereja dan masyarakat.
Bisa membaca sikon
Komisi KPKC KAS menyatakan, umat Katolik di Kevikepan Surakarta dirasa perlu membaca ‘wajah daerah’ dan mengantisipasi dampaknya terhadap Gereja dan masyarakat. “Misalnya, bagaimana dampak Jalur Jawa Lintas Selatan (JLLS) bagi masyarakat di Kevikepan Surakarta bagian selatan? Bagaimana perimbangan kekuatan ‘kiri dan ‘kanan’ dalam kawasan Kevikepan Surakarta dan dampaknya bagi Gereja dan masyarakat? Bagaimana antisipasi Gereja dan masyarakat atas perusakan keutuhan ciptaan? Misalnya, di Kabupaten Wonogiri yang telah ditemukan cadangan kapur terbesar di Pulau Jawa,” paparnya.
Terkait kasus ketidakadilan yang terjadi di Gereja atau masyarakat lokal, maka Komisi KPKC KAS menyarankan agar romo paroki melihat dan mencermati persoalan yang terjadi dengan data komplit. Misalnya peristiwanya, pribadi atau institusi yang bersangkutan dengan peristiwa itu, apa persoalannya. Baik juga kalau ada dokumentasi seperti foto, video, surat, WhatsApp, SMS, dan lain sebagainya.
Juga, sejauh mungkin, menyelesaikan persoalan dengan baik bersama dengan Dewan Paroki atau jejaring yang ada di wilayah tertentu (seperti aparat pemerintah, aparat keamanan, pengacara, tokoh masyarakat, dan lain sebagainya). Baik pula apabila rama atau dewan paroki menginformasikan pada Komisi KPKC, meski persoalannya ‘kecil dan privat’.
“Bila rama paroki merasa persoalan itu membias dan meluas pada isu yang lebih besar, maka Komisi KPKC akan terlibat langsung membantu dengan berbagai cara,” pesannya.