Banyak persoalan muncul dalam karya kerasulan kitab suci terkait dengan cara para lektor membaca kitab suci saat perayaan ekaristi dan perayaan sabda lainnya. Persoalan cara membaca itu antara lain perihal intonasi, artukalasi, serta pemenggalan kalimat dan kata.
“Saya berani pastikan, banyak masalah lain lagi terjadi di tempat pelayanan para fasilitator terkait dengan pendampingan kitab suci. Maka dalam kesempatan ini mari kita mulai dengan sharing dalam kelompok dan bersama-sama berdiskusi menemukan solusi terbaik,”ujar Wakil Ketua Lembaga Biblika Indonesia (LBI) Konferensi Waligereja Indonesia RP Petrus Cristologus Dhogo SVD atau biasa disapa dengan Rm Itho Dhogo saat mendampingi 92 fasilitator kitab suci di Aula Emaus Pastoral Center, Keuskupan Atambua, Jumat (04/08/2023).
Para fasilitator kitab suci yang datang dari seluruh paroki di Keuskupan Atambua beserta perwakilan dari tanah Flores seperti Ende, Larantuka, Maumere, Kupang ini mulai Hari Rabu, 2 Agustus hingga Minggu, 6 Agustus 2023 sedang menghabiskan waktu di Keuskupan Atambua untuk membekali diri sebagai persiapan jelang Bulan Kitab Suci Nasional (BKSN) yang bakal diselenggarakan pada Bulan September.
Persoalan lain yang didapati terkait dengan karya kerasulan kitab suci yang terungkap dalam diskusi kelompok adalah minimnya gairah umat Katolik dalam membaca kitab suci. Sebagian besar dilihat tidak mau terlibat dalam kegiatan katekese paroki, jarang mau berlatih menjadi lektor dan masih banyak hal lainnya.
“Semuanya ini karena minimnya ketersediaan fasilitator handal, terampil dan kreatif serta kurangnya semangat melatih diri. Kita harus terus membangun habitus atau kebiasaan mengakrabi kitab suci. Misalnya dengan membaca setiap hari lima menit. Kita buat istilah Gabrak, singkatan dari gerakan baca kitab suci setiap hari,”ujar Romo Itho.
Komunikasi Iman
Selain Itho, hadir pula dalam pembekalan ini Sekretaris Umum Pusat Pastoral Keuskupan Atambua Yosef M.L Hello yang membantu peserta agar mampu belajar berkomunikasi dengan baik sebagai katekis.
Dalam kesempatan itu Yosef mengungkapkan bahwa saat ini Gereja Katolik mengalami kendala dalam karya katekese karena kurangnya para pembina katekese atau katekis yang terampil dan kreatif. Menurut Yosef, pembina yang terampil dan kreatif merupakan panah ampuh yang sangat dirindukan dalam pertumbuhan iman dewasa ini.
Sebagai sebuah proses komunikasi iman, katekese sangat membutuhkan keahlian berkomunikasi, kata Yosef. “Ketrampilan komunikasi sungguh menjadi ikon utama dalam katekese. Antara pemandu dan peserta harus mampu mengulas dan menyampaikan pesan iman secara efektif dan efisien. Tujuannya supaya maksud pesan iman itu tersampaikan dengan baik dan memberi dampak,”ujar Yosef.
Yosef menyebutkan, para fasilitator kitab suci yang kemudian bakal dididik menjadi pembina katekese harus memiliki tiga ketrampilan dasar, yakni terampil dalam berkomunikasi iman, berefleksi iman, dan menggunakan media sosial seperti Youtube, Tiktok, Videocall, Zoom, dan media sosial lain.
“Tantangan terbesar Gereja adalah bagaimana mengakrabi media digital secara baik dan benar, efektif dan efisien dalam berkatekese. Tipsnya adalah selalu saling mendengar dengan saksama, gunakan bahasa yang jelas, contoh dan ilustrasi yang mengena, responsif, dan selalu menggunakan media sosial untuk berefleksi dan berdoa,”ujar Yosef.