Waspadai Dampak Negatif Internet pada Anak!

0
1,971 views

Beberapa pegiat tumbuh kembang anak mengingatkan beberapa dampak negatif internet tersebut, di antaranya pornografi, pemangsa seksual, serta perkembangan kognitif.

Bukan rahasia lagi, pornografi di internet menjadi ladang bisnis online paling menguntungkan. Wajar jika penyedia jasa pornografi melakukan berbagai promosi, serta ragam cara agar alamat situsnya mudah sampai ke pengguna internet.

Bahkan untuk mengakses situs web porno tidaklah sulit, terkadang pada e-mail atau layar pop-up muncul situs porno tersebut. Semakin mudah mengaksesnya, kian gampang saja anak-anak menikmati situs dewasa tersebut. Lama kelamaan bisa kecanduan. Jika anak-anak kecanduan pornografi internet akan sulit menghentikannya.

Ancaman lain? banyak oknum yang coba-coba mengelabui anak-anak untuk kepuasan seks. Oknum ini adalah pemangsa seksual. Setidaknya ada 750.000 pemangsa atau predator seksual setiap hari yang memanfaatkan ruang rumpi (chatting room). Pada mulanya mereka mengajak berkenalan, kemudian menjurus pada kegiatan yang tidak senonoh.

Michael A. Weinstein, seorang profesor di Amerika Serikat, pernah melakukan penelitian internet.

Menurut dia, kecanduan internet diyakini akan menghilangkan kecerdasan dan keterampilan serta kesabaran dalam melakukan hubungan sosial di dunia nyata.

Ada sebuah bukti, di sebuah universitas besar di New York tingkat putus sekolah di kalangan mahasiswa baru naik drastis.  Administrator universitas menyatakan bahwa 43 persen angka putus sekolah tersebut adalah akibat mereka menghabiskan banyak malamnya di dunia internet.

Itulah internet, satu sisi dimanfaatkan dan pada sisi lain jadi ancaman serius bagi tumbuh kembang anak.

Karena itu, “Dampingilah anak-anak saat mereka mengakses internet,” kata Dian. Tetapi ini bukan soal mudah. Banyak anak-anak yang tidak mau diganggu saat asyik berinternet.

Biasanya, ketika orang tua ikut nimbrung, akses internet segera dimatikan dan berpura-puralah ia mengerjakan sesuatu di komputernya. Jika hal itu yang terjadi, orang tua tidak perlu khawatir, karena bisa ditempuh cara lain.

Dian menyebutkan, misalnya, orang tua perlu memiliki  pengetahuan tentang internet, meletakkan komputer pada tempat yang mudah dilihat, membantu anak untuk mengambil keputusan sendiri, dan jaga komunikasi dengan anak.

Ini patut diperhatikan orang tua. Berdasarkan riset terbaru Norton Online Family 2010, 96 persen anak-anak Indonesia pernah membuka konten negatif di internet. Parahnya lagi, sebanyak 36 persen orang tua tidak tahu apa yang dibuka anaknya karena pengawasan yang minim.

Hanya satu dari tiga orang tua tahu tentang yang apa dilihat anak-anak mereka ketika online, padahal anak-anak menghabiskan 64 jam untuk online setiap bulan.

Semua kembali kepada orang tua, membiarkan anak-anak bebas berinternet tetapi rawan atas dampak negatifnya, atau menyisihkan waktu untuk berkomunikasi dengan anak-anak.

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here