HARI yang penuh kepedihan menyelimuti hati para murid dan orang-orang yang mengasihinya. Ini ada orang yang diharapkan memimpin bangsa dan mempunyai wibawa penuh: memberi makan lima ribu orang, menyembuhkan orang sakit, mengobrak-abrik Bait Allah yang sudah dikotori dengan kepentingan duniawi, mengajarkan orang taat bayar pajak. Namun, nyatanya ia telah dikalahkan oleh kaum imam dan farisi, serta ahli-ahli kitab.
Mereka menggunakan masa dengan cara menghasut dan akhirnya bersorak-sorai kemenangan: Menghukum mati dengan satu tuduhan: Menghujat Allah yang sama dengan “menista agama nenek moyang mereka”. Mereka memilih Barabas. Pencampuradukan antara agama dan sosial politik menghasilkan korban yang tak bersalah harus menanggung kematian sebagai orang hukuman.
Kepedihan yang melanda para murid menjadikan mereka tertutup tidak hanya secara fisik berkumpul di ruang tertutup, tetapi hati dan jiwa mereka juga tertutup. Semakin membicarakan kepedihan atas kematian Sang Guru, semakin mereka terpuruk dalam tekanan batin yang berat dan semakin “matanya terhalang”.
Seperti yang terjadi dengan dua murid yang pulang ke Emmaus. Walaupun mereka berbicara tentang “kabar gembira tentang Yesus dari Nazaret”, tetapi hal itu dibicarakan dengan “muka muram”. Ada kesenjangan antara hati dan perkataan.
Yesus mengajarkan bagaimana menerima kepedihan dan penderitaan dengan legowo dan pengampunan menjadikan luka yang mengaga menjadi sumber penyelamatan. Cara itulah yang diterima oleh Bapa. Para rasul keluar dari keterkungkungan dan menjadi pewarta kebenaran dan suka cita. Walau dunia tetap memperlakukan mereka seperti yang dilakukan terhadap Guru mereka.
Peristiwa kunjungan Yesus lewat pintu-pintu yang tertutup, dan menunjukan luka-luka yang dideritanya ketika mendaki Golgota dan tergantung di kayu salib, yang diawali dengan berkat “damai sejahtera”, membuka mata hati mereka. Penderitaan dan kematian tidak lagi menjadi luka yang berkepanjangan, sebab diterima dengan tulus iklhas bahkan memberi pengampunan kepada mereka yang telah menganiaya.
Terima kasih Tuhan atas pembelajaran untuk menjadi dewasa dalam iman.