Puncta 16.02.23
Kamis Biasa VI
Markus 8: 27-33
KISAH lahirnya Wisanggeni tidak ada dalam Kakawin Mahabarata. Ini kisah tambahan yang diciptakan dalam pewayangan Jawa.
Nun kala itu Arjuna diberi hadiah seorang bidadari kahyangan bernama Batari Dersanala.
Namun Batari Durga, isteri Batara Guru, raja pada dewa, memaksa supaya Dersanala menikah dengan Dewasrani, anaknya.
Dalam keadaan mengandung, Dersanala diculik dan dipaksa membuang bayinya. Jabang bayi merah yang baru lahir dibuang di kawah Candradimuka, api penyiksaan yang berkobar. Anehnya bayi itu tidak mati justru tumbuh cepat menjadi anak remaja.
Remaja itu bertanya kepada para dewa siapa dirinya dan siapa orangtuanya. Mereka tidak mampu menjawab.
Oleh Narada, remaja itu diberi nama Wisanggeni. Wisa artinya bisa, racun. Geni berarti api. Ia lahir dan besar dari kobaran api.
Wisanggeni mengamuk di Kahyangan, karena para dewa tidak bisa menjelaskan siapa dirinya, siapa orangtuanya dan dari mana asal-usulnya.
Para dewa minta bantuan Semar, pamomong Pandawa. Semar kemudian menjelaskan siapa sesungguhnya Wisanggeni.
Ia adalah putera Arjuna dan Batari Dersanala yang dibuang, karena keserakahan Dewasrani. Batari Durga dimarahi oleh Semar dan semua dewa meminta maaf karena bertindak salah.
Wisanggeni tumbuh menjadi pemuda gagah perkasa dan sakti mandraguna, tidak ada yang mampu mengalahkannya.
Dia mampu mengenal kehendak Sang Hyang Wenang, karena kedekatannya dengan Sang Pencipta.
Yesus menguji para murid-Nya sejauh mana mereka mengenal dan memahami pribadi-Nya. Ia bertanya kepada mereka.
“Menurut kata orang siapakah Aku ini?”
Aneka jawaban diberikan oleh para murid. Ada yang menyebut Yohanes Pembaptis. Ada pula yang menyebut Elia atau salah satu dari para nabi.
Namun Yesus masih menguji mereka, menurut kamu sendiri, siapakah Aku ini? Petrus mewakili teman-temannya menjawab, “Engkaulah Mesias.”
Jawaban spontan ini memang benar. Tetapi isinya masih belum sesuai seperti pikiran Tuhan.
Hal ini terbukti ketika Yesus menjelaskan bahwa Mesias harus menderita, ditolak dan dibunuh oleh para tua-tua bangsa Yahudi, Petrus tidak bisa memahaminya.
Petrus menegur Yesus berbicara seperti itu. Maka marahlah Yesus. “Enyahlah, iblis. Sebab engkau bukan memikirkan apa yang dipikirkan Allah, melainkan apa yang dipikirkan manusia.”
Kadangkala kita salah mengenal atau memahami orang lain. Orang yang dekat saja kita kadang salah menilai, apalagi mengenal dan memahami kehendak Tuhan.
Maka seperti Petrus yang ditegur dan dikoreksi, begitu pun kita juga harus selalu diluruskan agar semakin bisa menyesuaikan dengan kehendak Tuhan.
Mari kita belajar mengenal diri sendiri dan orang lain, tidak hanya dari “kulit luarnya” saja, tetapi belajar mengenali pribadi orang sedalam-dalamnya.
Pergi ke pasar menjual sapi,
Sapinya lepas ke jalan raya.
Mari mengenal Yang Ilahi,
Untuk lebih mengasihi sesama.
Cawas, mengenal semakin mendalam…