TANGGAL 22 September 2023 dan berkat usaha Ibu Lucia Werry, saya berkesempatan berjumpa dengan beberapa anggota Wanita Katolik Republik Indonesia (WKRI) Keuskupan Agung Ende. Organisasi ini dipimpin Ibu Paulina Dede – kini Ketua Presidium DPD.
Dalam pertemuan dengan mereka ini, hadir sebanyak 11 orang anggota WKRI Keuskupan Ende. Mereka adalah Ibu Paulina Pede, Ibu Maria Marisha Salung, Ibu Lunik Widyawati, Ibu JA Sri Suwarni, Ibu Maria Gabriela Aga, Ibu Clementina Lety, Ibu Rosalia Ari, Ibu Carolinda Mande, Ibu Arnolda Yuliana Weti, Ibu Marietha Marminah, Ibu Theresia H. Muda, Ibu Katharina L. Loso, Ibu Lusia Neot, dan Ibu Yohana A. Babaraki.
Pertemuan dengan para anggota WKRI DPD Keuskupan Agung Ende ini berlangsung di Pusat Pastoral Keuskupan Agung Ende. Selain anggota DPD Keuskupan Agung Ende, pertemuan ini juga dihadiri oleh sejumlah wakil dari DPC.
Tindakan beriman yang bertanggungjawab
Dalam pertemuan sehari itu, saya antusias mengajak para ibu anggota WKRI melakukan refleksi. Kepada mereka, saya lalu mengajukan pertanyaan-pertanyaan tentang tiga hal mengenai:
- Apa yang diketahui (head atau pikiran)?
- Apa yang dirasakan (heart atau perasaan)?
- Apa yang akan kita lakukan (hands atau tangan)?
Tiga pertanyaan itu saya ajukan sebagai bahan refleksi atas jenis tindakan beriman macam apa dan perilaku yang bertanggungjawab macam apa untuk bisa mengatasi situasi bumi yang semakin krisis. Kepada para ibu anggota WKRI ini, saya memberi ilustrasi sebagai berikut:
Kalau dulu ada pemanasan global, maka sekarang sudah terjadi pendidikan global.
Kalau dulu masih disebut perubahan iklim, kemudian berubah menjadi krisis iklim, maka sekarang sudah menjadi darurat iklim.
Bumi semakin tidak akomodatif lagi
Saat saya mengikuti pertemuan Asia-Pasifik di Melbourne, Australia, maka pada tahun 2009 kadar CO2 disebut masih 387 ppm. Saat itu, masih dikatakan bahwa bila kadar CO2 mencapai 415 ppm, maka bumi akan terlalu panas untuk ditinggali.
Tahun 2023 ini, kadar CO2 sudah melebih angka 421 ppm. Padahal, angka maksimal kadar CO2 sekarang ditentukan 450 ppm.
Bila kadar CO2 melebihi angka 450 ppm, maka manusia sudah tidak bisa lagi hidup di bumi yang kadar panasnya sudah menjadi sangat keterlaluan.
Di Kabupaten Berau, Kalimantan Utara, misalnya, saat ini para petani sudah tidak sanggup bekerja di sawah pada siang hari. Tanaman juga harus disiram dengan air lima kali sehari yang meningkatkan biaya untuk pertanian.
Pertanyaan pertama adalah apa yang diketahui para ibu mengenai kondisi Ibu Bumi yang sedang sakit.
Perubahan drastis yang terjadi di alam
Ibu Paulina menceritakan bagaimana kalau dulu di Bajawa, Flores, hawanya masih sangat dingin, maka sekarang ini kondisinya sudah tidak terlalu dingin lagi.
Ibu Yuli juga bercerita bagaimana di Detusoko kini juga sudah tidak dingin lagi. Juga aliran sungai yang dulu masih sangat bersih dan airnya bisa dipakai untuk mandi dan mencuci, tapi sekarang airnya sudah sedikit dan kotor.
Ibu Linda bercerita bagaimana mangga sekarang banyak yang sudah jatuh sebelum matang.
Ibu Ketty bercerita mengenai cuaca yang berubah-ubah dan sangat tidak menentu.
Ibu Afra menceritakan bahwa saat dia masih umur kecil, air di keran itu bisa diminum langsung. Air keran sekarang kotor, berbau, dan berlumut.
Masa depan anak cucu generasi mendatang
Pertanyaan kedua adalah bagaimana perasaan para ibu bila membayangkan bahwa anak cucu kita akan hidup di dunia yang lebih kotor, panas, banyak penyakit, sulit mendapat makanan yang sehat, semakin banyak penyakit dan lain-lain.
Ibu In Muda merasa kuatir dan sedih akan masa depan anak-cucu yang belum tentu bisa hidup sehat, karena terlalu sering mengkonsumsi makanan instan yang rasanya enak, tapi belum tenttu sehat. Anak-anak dan cucu belum tentu masih bisa memiliki tubuh yang kuat dan sehat untuk menghadapi cuaca kurun waktu tujuh tahun ke depan yang semakin buruk.
Ibu Afra merasa kuatir dengan makanan instan dengan kandungan bahan pengawet yang mempengaruhi pertumbuhan anak dan menimbulkan banyak penyakit.
Ibu Marisa mengamati tempat-tempat rekreasi wahana air di mana penampakan laut biru sudah berubah menjadi laut yang coklat. Anak-anak sudah tidak mau mandi di kali seperti zaman dia dahulu. Volume air sungai kini semakin sedikit dan banyak sampah sehingga tidak bisa dipakai berenang seperti zaman dahulu.
Ibu Mia Maria dulu pernah tinggal di Sidoarjo dan sering melewati daerah di mana petani semangka menyuntik semangka dengan pewarna buatan. Sejak itum saya lebih suka membelis semangka dengan biji yang lebih sehat.
Merancang masa depan sebagai bentuk pertanggunganjawab moral
Pertanyaan ketiga adalah apa yang masih bisa kita lakukan sebagai tanggungjawab kita semua untuk merawat kehidupan di bumi ini.
Ibu Mar akan menanam tomat, ubi, daun kelor, dan tanaman lain; ditanam dengan tidak memakai pupuk buatan untuk konsumsi keluarga.
Ibu Afra selama belasan tahun ini sudah selalu menanam sendiri lombok, bumbu dapur, juruk purut, sereh, tomat, kunyit, daun bawang, dan lain-lain; sehingga tidak pernah membeli karena bisa tinggal petik dari halaman rumah.
Ibu Mia Maria meyakinini bahwa kita sebaiknya kembali ke pupuk alam. Daun dan sampah organik rumahan bisa jadikan kompos sebagai pupuk alami untuk tanaman.
Ibu Marisa mengajari anak-anaknya untuk tidak membawa air minum dalam kemasan dan juga melarang jajan dalam kemasan. Jagung lokal lebih baik dibawa dari rumah daripada jagung manis.
Ibu Paulina sejak pension dan bersama suaminya selalu sarapan bubur dengan daun merongge. Juga memberi makanan kepada ternak babi yang mereka pelihara diambil dari sisa makanan dan pelepah daun pisang. Hasilnya, daging babinya lebih enak daripada bila diberikan pakan ternak dari toko.
Juga kalau belanja, ia tidak mau kalau barang-barang yang dibelinya itu lalu dibungkus plastik; termasuk ketika membeli obat dan makanan. Terlalu banyak menggunakan plastik sekali pakai sebagai kemasan artinya sudah menyumbang untuk kerusakan lingkungan hidup.
Semakin kelihatan bahwa ibu-ibu sudah sadar akan pentingnya konservasi lingkungan. Juga sadar diri bahwa salah satu langkah yang penting yang harus segera dilakukan oleh banyak orang -termasuk kaum ibu-ibu anggota WKRI- adalah: mulai sekarang semakin membiasakan diri berperilaku bijak agar bumi tetap layak huni.
Caranya dengan mengurangi penumpukan sampah plastik sekali pakai, lebih memilih bahan pangan produksi lokal dan mengkonsumsi semua makanan tanpa pengawet.
Semoga penyadaran kolektif ini -selain membantu keluarga untuk lebih sehat juga- para anggota WKRI bisa ikut memotivasi anggota-anggotanya untuk:
- Berperilaku lebih hemat dalam pengeluaran rumahtangga dengan menanam sendiri sebagian sayur dan buah-buahan;
- Mengurangi konsumsi daging dan ikan.
- Diharapkan juga para anggota WKRI semakin termotivasi untuk mempunyai usaha-usaha kecil mandiri. Dilakukan dengan tekun agar bisa menambah jumlah penghasilan bagi keluarga. Antara lain dengan menyediakan makanan yang lebih sehat.
Para ibu yang hadir berjanji akan berbagi pengetahuan, kesadaran, dan niat untuk lebih merawat kehidupan di bumi bagi keluarga dan anggota WKRI lainnya.