BAPERAN-BAcaan PERmenungan hariAN.
Rabu, 5 Januari 2022.
Tema: Harga kasih sebagai minoritas.
Bacaan.
- 1 Yoh. 4; 11- 18.
- Mrk. 6: 45- 52.
DALAM sebuah pertemuan pembahasan iman ada pertanyaan. “Sejauh mana Gereja, kita, menjalin kerjasama dengan pihak-pihak lain mewartakan keadilan, kebaikan, dan persaudaraan?”
Semua hening dan mulai berpikir mencari pengalaman konkrit.
Kemudian, seorang bapak berkisah panjang-lebar demikian ini.
“Memang, harapannya tidak selalu demikian Romo. Kami menghadapi sendiri dan konkrit hidup bermasyarakat. Kadang dialami lebih banyak prihatin daripada suka bersama.
Seandainya keadaan seperti biasa, usaha lancar, aman, dan tidak ada gesekan anggap aja sedang berbagi. Tapi di balik itu semua, rasanya kami menjadi semacam sapi perah dari pihak-pihak tertentu.
Dan itu tidak hanya sekali. Tapi berkali-kali. Kadang, kami menghindar; bahkan bersembunyi. Itu pun tidak bisa memberi solusi. Malah, nanti keadaan bisa lebih gawat.
Jadi, ya pintar-pintar saja kami mensiasatinya. Yang penting usaha kami tidak diganggu. Kami dapat berdoa bersama di Gereja.
Walau pun sementara kami bisa menggunakannya, tapi selalu was-was. Kami berusaha, jangan sampai ada benturan waktu dengan kegiatan keagamaan yang lain. Atau, suara kita terlampau keras, terdengar dari luar.
Kata kami sih, masyarakat sudah baik dan tidak apa-apa. Disinyalir ada oknum-oknum tertentu yang mungkin belum terbuka untuk bersahabat. Lebih-lebih ketika kami ingin mempunyai tempat ibadat yang resmi.
Selalu ada biaya pengeluaran yang tidak kecil. Tapi ya sudahlah, anggap saja itu biaya persaudaraan, pelumas persahabatan. Yang penting hidup dengan masyarakat terjaga dengan baik.”
Begitu kisah itu diceritakan secara mendetil.
“Adakah pengalaman kegembiraan yang lain dalam perjumpaan?”
“Tapi yang saya alami bukan kegembiraan. Selalu saja dirundung perasaan was-was dan ketakutan,” kata seorang ibu.
“Bagaimana kisahnya.”
“Kami sudah lama tinggal di sini. Mengenal masyarakat dan akrab dengan tetangga. kesehariannya tidak ada persoalan. Kalau kami punya lebih, kami memberi tetangga dan kadang tetangga melakukan hal yang sama kepada kami. Menyenangkan.
Kami buka toko. Suami sangat berperan. Saya hanya mendukung dan merawat rumah. Tapi beberapa tahun ini, saya yang lebih berperan.
Yang kasihan suami saya. Ia selalu dimintai bantuan, lebih-lebih materi. Mereka sering mencari suami saya kalau ada kegiatan-kegiatan atau acara apa pun. Kesannya, suami saya selalu menjadi target sasaran. Memang sih bukan oknum langsung yang datang. Ia menyuruh pihak ketiga.
Kadang suami saya memberi alasan tentang keadaan yang ada. Tetapi mereka tidak mau tahu. Pokoknya harus ada partisipasi. Dan mereka yang menentukan bentuk atau nominal.
Ya, terpaksalah. Untunglah akhir-akhir ini, saya kenal dengan orang yang punya pengaruh. Agak berkurang. Tapi kami juga kan harus mengerti ke orang yang berpengaruh itu. Ada plus-minusnya lah hidup di tengah masyarakat.
Begitulah keprihatinan kami menjadi warga dobel minoritas di tempat ini. Masalahnya, usaha kami kan tidak selalu lancar selama pendemi ini.
Yang penting usaha kami tidak diganggu. Terlebih kami masih dapat ber-ekaristi bersama di Gereja.
Sudah diusahakan sih, tapi ya mandek. Biaya pun tidak sedikit sudah keluar. Tidak tahu berkasnya di mana lagi. Mesti dari nol lagi.”
“Tapi kami tetap bersyukur. Ketika ‘kejadian’ dulu, toko kami tidak begitu dijarah. Memang ada ongkos penjagaan.
Intinya, mah selalu ada biaya yang mesti kami bayar sebagai kelompok dobel minoritas di dalam bidang hidup sosial apa pun.”
Saya pun terdiam mendengar. Tidak bisa berbuat atau mengusulkan apa-apa. Mereka sendiri yang tinggal di tengah-tengah masyarakat seperti itu.
Betul, kita mesti pintar-pintar bergaul dan hidup di tengah masyarakat seperti itu.
“Selalu saja ada biaya yang harus dibayar sebagai warga dobel minoritas di negeri +62 ini. Kami anggap sebagai cara berbagi,” tutur spontan seorang bapak.
Yohanes mengajari, “Allah adalah kasih, dan barangsiapa tetap berada di dalam kasih, ia tetap berada di dalam Allah dan Allah di dalam dia.” ay 16b.
Tuhan, kuatkanlah iman kami. Dan biarlah Salib Sucimu membentuk dan mewarnai hidup kami di tengah-tengah masyarakat. Amin.