“HP-ku Hilang” menjadi tema rekoleksi pasutri dalam rangka menyambut Hari Pernikahan Sedunia (World Marriage Day). Program rehat dari kesibukan untuk menimba semangat rohani dalam hidup bersama dalam keluarga Kristiani ini diselenggarakan oleh Komisi Keluarga Keuskupan Malang bekerjasama dengan Marriage Encounter (ME) Distrik X Malang dan Paroki Vincentius A Paulo (Langsep).
Kegiattan ini berlangsug di hari Minggu 17 Februari 2019 di Ruang Agape.
Bagaimana bila HP hilang?
Rekoleksi diawali dengan penyampaian bahwa HP saat ini sudah menjadi benda penting yang sangat dekat dengan kita.
Bagaimana kita sudah demikian membutuhkan dan terikat dengannya dalam kehidupan sehari-hari. Nah, bagaimana bila kita mengalami kehilangan HP itu?
Ada empat buah ilustrasi kehilangan HP dari seorang bapak yang sedang naik kereta api:
- Ilustrasi pertama, HP nya jatuh. Ada seseorang yang melihatnya dan mengambilnya; kemudian langsung mengembalikannya kepada Bapak itu.
- Ilustrasi kedua, HP nya jatuh. Ada seseorang yang melihat dan mengambilnya, namun baru dikembalikan ke Bapak itu pada saat Bapak itu mau turun dari kereta.
- Ilustrasi ketiga, HP nya jatuh dan oleh penemunya, HP tersebut tidak segera dikembalikan tetapi disimpan. Setelah turun dari kereta, Bapak itu baru sadar kalau HP nya hilang dan berusaha menelepon ke nomor HP itu. Panggilan telepon ini dijawab oleh yang menemukan dan bersedia bertemu di stasiun berikutnya untuk mengembalikan HP itu.
- Ilustrasi keempat, HP nya jatuh dan oleh penemunya sengaja dimatikan dan dibawa pulang ke rumah. Setelah turun dari kereta, Bapak itu baru sadar kalau HP nya hilang dan berusaha menelepon ke nomor HP itu, namun tidak tersambung. Setelah beberapa hari, orang yang menemukan barulah menghubungi Bapak itu untuk bertemu di suatu tempat untuk mengembalikannya.
Reaksi dan kadar terimakasih bervariasi
Dari semua ilustrasi tersebut, Bapak yang kehilangan HP itu sama-sama mendapatkan kembali HP nya yang sempat hilang.
Namun kadar apresiasi/terima kasih yang diberikan Bapak itu kepada si penemu HP-nya berbeda-beda.
Apresiasi besar-kecil
Pada ilustrasi pertama, nilai apresiasinya tidak sebesar pada ilustrasi kedua. Kadar terima kasih pada ilustrasi ketiga lebih besar daripada ilustrasi yang kedua. Kadar terima kasih terbesar terjadi di ilustrasi keempat di mana Bapak ini bisa jadi memberi “upah/hadiah” tambahan kepada si penemu atas “jasanya” itu.
Mengapa demikian?
Karena Bapak itu sudah sempat mengalami “rasa kehilangan” yang semakin besar atas sesuatu yang penting dalam hidupnya. Karena itu, Bapak itu rela memberikan lebih untuk mendapatkan kembali apa yang hilang itu.
Ada yang aneh dari keempat ilustrasi diatas.
Orang yang paling tulus dan menunjukkan kebaikan yang paling besar (seperti yang ditunjukkan dalam ilustrasi pertama) justru memperoleh apresiasi/terimakasih yang paling kecil dari orang yang dibantu.
Sebaliknya orang yang paling tidak tulus (seperti yang ditunjukkan dalam ilustrasi empat) justru memperoleh apresiasi/terimakasih yang paling besar.
Relasi suami-istri
Dalam kehidupan relasi suami istri, seringkali kita juga terjebak menempatkan pasangan kita pada kondisi ilustrasi yang tidak tepat. Itu dikarenakan kita mengganggap kebaikan yang dilakukan oleh pasangan kita itu sebagai sesuatu yang wajar, yang sudah biasa atau yang sudah sepantasnya dilakukan.
Misalkan suami tidak menghargai atau mengucapkan terimakasih kepada isterinya yang telah menyiapkan dan membawakan kopi. Namun ia dengan suka hati isa mengucapkan terima kasih kepada pelayan restoran yang mengerjakan hal yang sama.
Isteri tidak menghargai atau berterima kasih kepada suami yang telah mengantarnya; namun justru mengucapkan terima kasih kepada pengemudi ojol.
Padahal pasangan kita justru merupakan orang yang sebenarnya paling tulus melakukan kebaikan kepada kita, namun kerapkali memperoleh penghargaan yang paling minim.
Seringkali kita kurang atau bahkan tidak mensyukuri, atau bahkan kurang menghargai apa yang telah kita miliki saat ini (terutama keberadaan pasangan kita). Sampai saat kita telah kehilangan mereka, barulah kita menyesal dan menyadari betapa berartinya dia bagi kita.
Di penghujung rekoleksi, para pasutri diajak untuk merenungkan dan menyadari saat ini sedang berada pada ilustrasi keberapa dalam mengapresiasi pasangannya. Selanjutnya para pasutri diajak memperbaiki kualitas relasinya dengan memberikan apresiasi yang lebih baik dan pantas kepada pasangannya, segera sebelum semuanya terlambat, mengingat kita tahu kapan waktu kita di dunia ini akan berakhir.
Peneguhan
Romo Florentinus Hersemedi CM menyampaikan peneguhannya dengan mengajak para pasutri untuk mendengarkan Injil Lukas 15:11-32 tentang anak yang hilang yang kembali ke rumah bapanya. Bapak yang baik hati mau menyambut anaknya yang menghamburkan harta kekayaannya karena ia sudah bertobat dan menyadari akan kesalahan yang telah diperbuatnya.
Hendaknya para pasutri rajin untuk saling mengucapkan terimakasih atas segala kebaikan yang telah diterima dari pasangannya dan segera memohon maaf atas kesalahan yang telah dibuatnya.
Bertindak sebagai nara sumber dalam rekoleksi ini: Pasutri Lien-Antonius dari ME Distrik IV Surabaya, pasutri Cicil-Rudy dari ME Distrik X Malang, dan Romo Florentinus Hersemedi CM.
Refleksi bersama
Suasana Ruang Agape selama rekoleksi kelihatan gembira penuh tawa dari para peserta karena nara sumber dapat menyampaikan materinya dengan baik serius tapi santai dan disertai dengan joke-joke lucu sehingga tidak satu pun dari peserta yang meninggalkan tempat duduknya, mereka semua setia sampai akhir rekoleksi.
Sebelumnya, para pasutri telah mengikuti Perayaan Ekaristi yang diselenggarakan dalam rangka menyambut Hari Pernikahan SeDnunia di Gereja Paroki Santo Vincentius A Paulo Malang yang dipersembahkan oleh Bapak Uskuk Keuskupan Malang Mgr. Henricus Pidyarto Gunawan O.Carm bersama dengan Ketua Komisi Keluarga Keuskupan Malang Romo I. Ketut A. Hardana MSF, Koordinator ME Distrik X Malang Romo Aloysius Tjatur Raharso Pr, dan lima romo lainnya.
PS:
- Kredit foto Ibu Maria Endang.
- Bahan tulisan diperoleh dari Pasutri Cicil-Rudy Malang.