MELIHAT Yesus makan bersama dengan Matius dan teman-teman seprofesinya, orang Farisi bertanya; memprotes. “Mengapa gurumu makan bersama-sama dengan pemungut cukai dan orang berdosa?” (Mat 9: 11).
Pertanyaan itu mengungkapkan mentalitas orang Farisi.
Pertama, mereka merasa diri sebagai orang benar; tidak boleh bergaul dengan pendosa. Kedua, mereka adalah contoh bagi orang yang mencari Tuhan.
Orang yang mau menemukan Tuhan mesti memiliki hati yang bersih dari dosa. Salah satu caranya, menaati hukum agama sedetil-detilnya. Karena itu, kaum pendosa seperti Matius harus dijauhi. Dia penghalang dalam menemukan Tuhan.
Bahwa orang perlu mencari Tuhan lewat hidup tanpa dosa memang penting. Namun, ada yang jauh lebih penting, yakni membiarkan diri dicari oleh Tuhan. Menyambut belas kasih-Nya yang diberikan lewat Tuhan Yesus.
Matius tidak mencari Tuhan, tetapi dicari oleh Tuhan; bahkan diajak Tuhan. “Ikutlah Aku” (Mat 9: 9). Ajakan itu mendatangkan sukacita. Maka, dia mengajak teman-temannya (Mat 9: 10).
Itulah misi kristiani: mengajak orang mengalami Yesus.
Adalah jauh lebih mudah membiarkan diri dicari Tuhan daripada dengan kekuatan sendiri mau menemukan Tuhan.
Di hadapan Tuhan, semua orang itu pendosa. Yang bisa membersihkannya dari dosa hanya Tuhan; bukan usaha manusia memenuhi pelbagai hukum agama.
Karena itu, Yesus bersabda, “Yang Kukehendaki ialah belas kasihan dan bukan persembahan” (Mat 9: 13). Bukankah Tuhan menghendaki agar kita terbuka; menerima belas kasihan-Nya?
Artinya, membiarkan diri sebagai yang dicari oleh Tuhan.
Jumat, 1 Juli 2022