[media-credit name=”praise.com” align=”aligncenter” width=”590″][/media-credit]LIFE is just a mirror,
and what you see out there, you must first see inside of you.
(Wally ‘Famous’ Amos)
Kita makan untuk lapar kembali. Kita mengambil nafas untuk mengeluarkannya kembali. Kita tidur untuk bangun kembali. Hidup ini benar-benar sebuah perjalanan jauh untuk kembali ke titik dimana kita berangkat. Tidak ada yang tidak kembali, semua kembali.
Hidup ini adalah pengulangan-pengulangan untuk apa yang sudah kita lakukan dan sudah dilakukan oleh pendahulu dan penerus kita, ribuan tahun sebelum dan sesudahnya. Kita mengingat banyak hal untuk melupakannya, menimbun barang yang menggiurkan untuk dibuang ke tong sampah. Kita mengingini sesuatu yang akhirnya tidak kita ingini. Kita memeluk sesuatu yang akhirnya kita lepas. Kita membuat ikatan yang akhirnya kita berpisah juga.
Kembali kepada ketiadaan, seperti api yang panas membara lalu mati, yang tak kita tahu kemanakah nyalanya pergi. Tuhan adalah Yang Maha Tiada dan Maha Ada. Kembali kepada ketiadaan adalah kembali kepada pelukan si Pencipta kita, yang membuat kehadiran kita di dunia ini dari “ketiadaan” menjadi “ada”. Itulah yang disebut creatio ex nihilo, mencipta dari ketiadaan.
Dipeluk ketiadaan
Banyak musafir yang merindukan lenyap di pelukan ketiadaan, mereka menempuh jalan-jalan kesunyian, karena kesunyian adalah lorong setapak mendekat pada ketiadaan, rahim segala yang ada di muka bumi ini. Karena hidup adalah sebuah pijar kesementaraan, maka nyalanya sangat berharga, bukan hanya saat ketika dibuat ada dan dibuat tidak ada, tetapi saat ia berlangsung menyala.
Ketika hidup ini seperti nyala sementara, maka jadilah nyala seterang-terangnya, sepanas-panasnya, mencahayai dan menghangatkan sekitar kita.
Jika kita beranggapan kalau hidup ini berharga pada apa yang kita capai dan pada apa yang kita kumpulkan, itu sebuah pandangan keliru.
Hidup ini berharga karena kita menghargai pada hidup yang sedang berlangsung ini, pada sel-sel tubuh kita yang bergerak membangun konfigurasi mempertahankan kehidupan, pada jantung yang terus berdetak memompa darah untuk kehidupan, pada hati, lambung, usus, panca indera, dan segala hal yang menopang kehidupan kita.
Pada matahari, rotasi dan gravitasi, alam, dan pada penyelenggaraan illahi yang penuh keajaiban pada sedenyut kehidupan yang terjadi dan berlangsung.
so true, thanks, Gbu..