Yayasan Senior Efata Indonesia: Eksitensi Kaum Lansia bersama Lingkungan Setempat (2)

0
34 views
Sejumlah penggerak Yayasan Senior Efata Indonesia (YSEI) yang diajak Lidwina Maya Prajogo -salah satu pendiri YSEI (ketiga dari kiri) datang melakukan audiensi dengan Rektor Unika Atma Jaya Jakarta Prof. Dr. dr. Yuda Turana SP.N (K) di Kampus Semangi, Agustus 2024. (Dok. Lidwina Maya Prajogo)

YAYASAN Senior Efata Indonesia (YSEI) sudah eksis sejak tahun 2006. Lama didahului dengan yang namanya Paguyuban Lansia Efata yang sudah berdiri sejak tahun 1995. Dibesut oleh dua inisiatornya sebagai pendiri yakni Bu Cicilia Astuti Wardhana dan sosok dinamisator Bu Sulistyowati Prabowo.

Kini, bersama dan diteruskan oleh Lidwina Maya Prajogo, satu inisiator dan pendiri YSEI di tahun 2006, lembaga sosial nirlaba ini menjadi kelompok penggerak pemberdayaan kaum lansia.

Dengan misi mulia. Yakni, ingin memfasilitasi kaum lansia agar mereka merasa dirinya masih tetap eksis dalam lingkup pergaulan komunitas manusia.

Logo Yayasan Senior Efata Indonesia (YSEI)

Karena motivasi luhur inilah, maka bulan Agustus 2024 lalu Lidwina Maya Prajogo datang membawa YSEI bertemu Rektor Unika Atma Jaya Jakarta Prof. Dr. Dr. Yuda Turana Sp.N (K).

Dari audiensi bersama sejumlah penggerak YSEI inilah, maka kemudian lahir gagasan merancang seminar tentang kaum lansia. Diinisiasi oleh Unika Atma Jaya Jakarta.

Acara talkshow bertema pemberdayaan kaum lansia itu sudah terjadi di kampus Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan (FKIK) Unika Atma Jaya di kawasan Pluit, Jakarta Utara, Kamis 26 September 2026 pekan lalu. Terjadi berkat dukungan kuat Unika Atma Jaya Jakarta, Pergeri (Perhimpunan Geriartri Gerontologi), dan YSEI.

Bermula dari perhatian bersama

Bagaimana kisahnya hingga YSEI sampai bisa ikut terlibat “merancang” perbincangan tentang kesehatan kaum lansia ini?

Jawaban pastinya mesti dirunut dari sebuah acara audiensi YSEI dengan Rektor Unika Atma Jaya: Prof. Dr. dr. Yuna Turana Sp.N (K).

Semua itu sungguh berawal dari sebuah forum pertemuan informal dengan Prof. Yuda Turana di Kampus Unika Atma Jaya Semanggi, Jakarta Selatan, Agustus 2024 lalu.

Saat itu, Lidwina Prajogo datang menemui Prof. Yuda Turana untuk sekedar berbincang-bincang tentang keinginan bisa kembali menggerakan roda kegiatan YSEI.

Dalam pertemuan dengan Rektor Unika Atma Jaya Jakarta itu, Lidwina Maya Prajogo hadir mewakili YSEI. Ia juga menjadi representan Paguyuban Lansia Efata yang inisiator pemrakarsa pendiriannya adalah Ibu Cicilia Astuti Wardhana.

Bu Cicilia Astuti Wardana dibantu oleh tokoh dinamisator bernama Ibu Lis Prabowo – ibu kandung Ignasius Suhendro Prabowo.

  • Bu Lis Prabowo aktif kurun waktu dekade tahun 1998 sampai meninggalnya tahun 2005.
  • Sedangkan, tokoh dinamisator lainnya adalah tiga besan Bu Astuti Wardana yang saat ini masih hidup. Nama tiga dinamisator era dekade tahun 1990-an dan masih aktif sampai sekarang sebagai lansia adalah Ibu Lie Djoe Lan, Ibu Bong Nam Sen, dan Ibu Jeanne Budihardjo.

Dalam pertemuan dengan Rektor Unika Atma Jaya Jakarta Prof. Yuda Turana bulan Agustus 2024 lalu, Lidwina Maya Prajogo hadir bersama sejumlah tokoh lansia. Mereka adalah:

  • Ketua Umum Asosiasi Tradisi Lisan Pusat Prof. Tety Pudentia MPSS yang sekaligus datang mewakili sosok tokoh pendiri YSEI: mendiang Ny. Cicilia Astuti Wardana.
  • Richard Phan mewakili sosok tokoh pendiri YSEI lainnya yakni almarhum Josep Go.  
  • Dr. Herman, warga senior RW 016, mewakili tokoh pembina YSEI: mendiang Drs. Cosmas Batubara.

Kaum lansia butuh komunitas

Dalam pertemuan informal ini, Prof. Yuda menyambut baik gagasan YSEI atas kepeduliannya mau memperhatian dan -lebih jauh lagi- juga ingin “merawat” kaum lansia.

Dengan maksud dan tujuan mulia. Yakni agar mereka yang sudah tua-renta ini -karena usia lanjut- masih punya “harga diri”. Juga agar kaum lansia ini merasa tetap eksis di masyarakat, meski keterbatan fisiknya sudah sangat “menghalangi” mereka untuk tidak bisa lagi sedinamis pergerakan fisiknya sama seperti saat masih lebih muda.

“Salah satu hal penting yang kita semua berharap adalah agar kaum lansia bisa merasakan keberadaannya masih tetap ‘diakui’ oleh masyarakat. Dalam hal ini adalah lingkungan terdekatnya. Apakah itu keluarga internal, lingkungan setempat, dan secara lebih luas lagi adalah masyarakat pada umumnya,” papar Lidwina Maya Prajogo menjawab Sesawi.Net awal Oktober 2024.

Dalam konteks inilah, demikian gagasan pemikiran Lidwina Maya Prajogo, kaum lansia sangat membutuhkan apa yang disebutnya “komunitas”. Yakni, lingkup pergaulan sosial di mana kaum lansia mendapatkan pijakan eksistensinya sebagai mahkluk sosial yang keberadaannya masih tetap “diperhitungkan” oleh masyarakat.

“Apalagi juga menemukan kelompok bayanya. Sehingga ketika sudah mendapatkan ‘komunitas sebaya’-nya itu, kaum lansia menjadi tidak merasa sendiri dan kesepian lagi,” papar Lidwina Maya Prajogo.

Lebih dari itu, demikian harapan Maya, kaum lansia yang secara fisik masih dinamis dan mampu mobile, bisa memiliki ruang dan peluang untuk kembali produktif dalam artian yang seluas-luasnya.

Sosok misionaris Jesuit dan perintis berdirinya Paroki Kebon Dalem Semarang: Romo Simon van Beekman SJ. (Dok. keluarga Lidwina Maya Prajogo)

Pastoral kaum lansia Romo Simon Beekman SJ (1893-1974)

Dalam catatan sejarah, semangat YSEI dan Lidwina Maya Prajogo yang ingin memberdayakan kaum lansia ini banyak dimotivasi oleh pengalaman pribadinya dalam keluarga. Terutama karena sosok almarhum kedua orangtuanya.

“Visi berupa keinginan memberdayakan kaum lansia itu datang dari kedua orangtua kami. Mereka mendapat ‘suntikan’ motivasi spiritualitas Ignatian dari mendiang Romo Simon van Beekman SJ saat mendiang pastor misionaris Jesuit berkarya di Gereja St. Fransiskus Xaverius Paroki Kebon Dalem Semarang,” papar Maya.

Penggalan sejarah Paroki Kebon Dalem Semarang mencatat hal berikut ini.

Romo Simon van Beekman SJ merupakan sosok perintis berdirinya Gereja St. Fransiskus Xaverius Paroki Kebon Dalem Semarang. Ia berkarya di Paroki Kebon Dalem kurang lebih selama 39 tahun. Ia benar-benar ngoyot (mengakar kuat dan sangat mendalam) dalam berkarya di Paroki Kebon Dalem.

“Saya kenal banget sosok romo parokiku ini. Saya jadi misdinar beliau. Tahun 1961, saya datang di Semarang dari Bandung. Romo Beekman SJ saat itu sudah menjadi Pastor Paroki Kebon Dalem.

Beliau punya hobi menyanyi. Setiap kali memimpin perayaan ekaristi, Romo Beekman selalu banyak bernyanyi,” kenang Arthur Pwan Swa Liong, alumnus Seminari Mertoyudan dan Kolese Loyola Semarang menjawab Sesawi.Net, Kamis malam 3 Oktober 2024.

Ny. Cicilia Astuti Wardana yang pernah menjadi umat Paroki Kebon Dalem Semarang dan merasa sangat terkesan dengan perhatian besar Romo Beekman SJ terhadap kaum lansia. (Dok. keluarga Prajogo)

Kesan mendalam terhadap sosok Romo Beekman SJ ini juga sangat ngoyot di benak dan hati mendiang Joseph Handoko Prajogo dan Ny. Cicilia Astuti Wardhana – nama kedua orangtua Lidwina Maya Prajogo.

Mereka berdua -tapi terlebih ibunya- sangat terkesan dengan model pelayanan kunjungan pastoral keluarga yang saat itu secara rutin selalu dilakukan oleh Romo Beekman SJ.

“Utamanya perhatian besar pastor misionaris Jesuit ini terhadap kaum lansia; terutama dalam setiap kunjungan pastoral keluarga,” papar Lidwina Maya Prajogo.

Koh Arthur membenarkan kesan mendalam umat bahwa Romo Beekman SJ itu punya “hobi” blusukan masuk-keluar banyak kampung di sekitaran Pecinan Semarang: Kebon Dalem dan sekitarnya.

Keluarga Arthur sendiri tinggal di Gang Besen; ujung utara Pabrik Pia Cap Bayi yang nyambung dengan Gang Pinggir.

“Romo Beekman SJ dikenal luas punya hobi suka pergi blusukan ke permukiman warga lokal di kampung-kampung. Juga punya hobi ke mana-mana jalan kaki.

Sudah sampai dibeliin becak segala. Namun, ya dasar Romo Beekman SJ; beliau maunya tetap jalan kaki saja. Abang tukang becak lalu disuruhnya jalan mengikuti dia dari belakang,” papar Koh Arthur yang ayahnya -Henricus Pwa Khay Liang Arif Wijana, tokoh Partai Katolik saat itu- sekali waktu pernah menjadi anggota DPH Paroki Kebon Dalem saat Romo Beekman SJ berkarya di kawasan Pecinan dan Kota Lama Semarang.

Perjalanan waktu menuju YSEI

Usai Pergerakan Paguyuban Lansia Efata kurun waktu tahun 1998-2006 Josep Go bertemu Ir. Cosmas Batubara. Keduanya aktif membahas topik mengenai apa dan bagaimana “pembangunan manusia”. Di tangan mereka ada kumpulan tulisan artikel yang mereka bawa dari Litbang Kompas.

Sudah saat itu pula, Drs. Cosmas Batubara menyatakan ikut bersedia terlibat dalam Akta Pendirian YSEI. Dengan mengambil sebagai visi Yayasan Senior Efata Indonesia adalah spiritualitas lansia sinergi lintas batas Nusantara global. Penandatangan akta dilakukan di hadapan Notaris Milly Karmila SH tepat tanggal 22 November 2006 di rumah keluarga Drs. Cosmas Batubara.

Perjalanan sejarah berikutnya mencatat peristiwa ini. Joseph Handoko Prajogo mengajak Drs. Cosmas Batubara mendirikan Yayasan Senior Efata Indonesia dan mendudukannya sebagai pembina. Sementara, Lidwina Maya Prajogo dalam struktur kepengurusan YSEI didapuk menjadi salah satu pendirinya.

Kaum lansia tampak sangat antusias berdiri, angkat tangan, dan bertanya kepada empat dokter yang menjadi narasumber dalam gelaran perbincangan tentang kaum lansia di Kampus Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Unika Atma Jaya Jakarta di kawasan Pluit, Jakarta Utara, Kamis 26 September 2024. Gelaran seminar ini dibesut dalam bingkai kerjasama antara Unika Atma Jaya Jakarta, Pergeri (Perhimpunan Geriartri Gerontologi) dan Yayasan Senior Efata Indonesia atau YSEI. (FKIK Atma Jaya Jakarta)
Gelaran acara perbincangan tentang kaum lansia mendapat sambutan hangat dari audiens kaum lansia dan para mahasiswa Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Unika Atma Jaya Jakarta Kampus Pluit, Jakarta Utara, Kamis 26 September 2024. (FKIK Atma Jaya Jakarta)
Suasana gelaran perbincangan tentang lansia bertema “Siapkah Jadi Lansia? Masih Tetap Sehat, Mandiri, Aktif dan Produktif” di Kampus Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Unika Atma Jaya Jakarta, 26 September 2024. (FKIK Unika Atma Jaya)

Singkat cerita, kemudian bergulir sebuah inisiatif menggelar kegiatan bertema lansia. Maka jadilah kegiatan itu diberi nama talkshow dengan tema besar berjudul “Siapkah Jadi Lansia? Masih Tetap Sehat, Mandiri, Aktif dan Produktif”.

“Berkat dukungan Prof. Yuda dari Unika Atma Jaya saat kami melakukan audiensi itulah, maka kemudian digagaslah kegiatan talkshow yang akhirnya berhasil kesampaian.

Acara kegiatan tersebut telah berlangsung di Kampus Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Unika Atma Jaya di kawasan Pluit, Jakarta Utara, Kamis 26 September 2024 pekan lalu,” papar Lidwina Maya Prajogo menjawab Sesawi.Net di lokasi acara. (Berlanjut)

Baca juga: Fakultas Kedokteran & Ilmu Kesehatan Unika Atma Jaya Jakarta: Tetap Sehat dan Produktif Saat Lansia (1)

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here