Home BERITA Belarasa Yayasan Sosial Soegijapranata Semarang, Wujud Belarasa Mgr. Albertus Soegijapranata SJ dan Keuskupan...

Yayasan Sosial Soegijapranata Semarang, Wujud Belarasa Mgr. Albertus Soegijapranata SJ dan Keuskupan Agung Semarang

0
Panti Wreda "Maria Sudarsih" ini berada di dalam Kompleks Gua Maria Kerep Ambarawa. Panti wreda ini merupakan satu dari tiga unit panti wredha lainnya yang dikelola oleh Yayasan Sosial Soegijapranata Keuskupan Agung Semarang, (Mathias Hariyadi)

“100 % Katolik, 100 % Indonesia”.

Ini adalah kata-kata sakti. Semacam sesanti yang merupakan warisan rohani paling terkenal peninggalan mendiang Romo Kandjeng Mgr. Albertus Soegijapranata SJ (1896-1963).

Beliau ditunjuk oleh Tahta Suci Vatikan menjadi Administrator Vikariat Apostolik Semarang (1940-1963). Dengan demikian, beliau menjadi uskup pribumi Indonesia pertama.

Romo Kandjeng Mgr. Albertus Soegijapranata SJ, Uskup pribumi Indonesia pertama.

Taman Makam Pahlawan “Giri Tunggal” Semarang

Sebagai Uskup Vikariat Apostolik Semarang, Mgr. Albertus Soegijapranata SJ ikut ambil bagian dalam Konsili Vatikan II (1963-1965) di Roma.

Di tengah-tengah masa reses sesi pertama sidang-sidang Konsili Vatikan II itulah, Mgr. Soegijapranata SJ menyempatkan diri berkunjung ke Negeri Belanda.

Namun, sungguh tak dinyana, beliau malah kemudian meninggal dunia di Negeri Belanda; tepatnya di Kota Steyl, dekat perbatasan Jerman.

Atas perintah Presiden Ir. Soekarno, jenazahnya segera diterbangkan pulang kembali ke Indonesia.

Tak berapa lama kemudian, Bung Karno selaku Kepala Negara RI lalu menobatkan mendiang Mgr. Albertus Soegijapranata SJ sebagai Pahlawan Nasional. Maka kemudian, jenazahnya langsung dimakamkan di Taman Makam Pahlawan “Giri Tunggal”, Kota Semarang.

TMP Giri Tunggal Semarang, di sinilah jasad Pahlawan Nasional Mgr. Albertus Soegijapranata SJ dimakamkan. (Mathias Hariyadi)

Dalam prosesi pemakamannya, Ibu Negara Ny. Fatmawati Soekarno terlihat menyempatkan diri terbang ke Semarang untuk datang dan melayat.

Ibu Negara Fatmawati Soekarno datang melayat pada prosesi pemakaman jenazah Mgr. Albertus Soegijapranata SJ di TMP Giri Tunggal Semarang tahun 1963. (Ist)

Harap tahu saja, bulan-bulan pertama sejak Proklamasi Kemerdekaan RI tanggal 17 Agustus 1945, sebagai “negara muda” Indonesia masih saja “diganggu” oleh banyak tantangan. Baik keamanan dan politik.

Ini terjadi sampai bulan-bulan pertama di tahun 1946, hingga meletup gegeran krisis politik di mana situasi kemanan di Jakarta semakin memburuk.

Situasi yang kurang kondusif ini akhirnya memaksa Presiden Soekarno untuk sementara harus memindahkan Ibukota RI dari Jakarta ke Yogyakarta.

Ini terjadi tanggal 4 April 1946, ketika Bung Karno akhrinya mulai “berkantor” di Yogyakarta.

Demi mendukung Pemerintahan RI, Vikariat Apostolik Semarang pindah ke Yogyakarta

Kondisi keamanan dan politik yang kurang stabil juga terjadi di Semarang di mana pusat Vikariat Apostolik Semarang berada. Ancaman keamanan pasca Kemerdekaan RI meletup di Semarang antara sisa-sisa tentara kolonial Jepang dengan tentara rakyat nasionalis RI.

Di sinilah, peran politik Romo Kandjeng Mgr. Albertus Soegijapranata SJ mulai menampakkan fungsinya. Beliau menampilkan diri sebagai menjadi “juru runding” pihak penengah antara pasukan Jepang dan pasukan RI agar kedua belah pihak bersedia segera melakukan “gencatan senjata” agar tidak terjadi perang lagi di Semarang.

Catatan sejarah menyebutkan, Romo Kandjeng Mgr. Albertus Soegijapranata SJ membantu menyelesaikan ekses Pertempuran Lima Hari di Semarang di masa transisi kekuasaan kurun waktu tanggal 15-19 Oktober 1945. Perang gerilya antara sisa-sisa pasukan kolonial Jepang melawan milisi bersenjata “tentara” nasionalis Indonesia.

Dua penyebab utama pertempuran ini adalah karena larinya tentara Jepang dan tewasnya dr. Kariadi – kini namanya diabadikan menjadi identitas RS Kariadi Semarang.

Pada waktu itu, Romo Kandjeng menuntut agar pemerintah pusat segera mengirim orang dari pemerintah untuk menghadapi kerusuhan sosial dan keamanan di Semarang. Jakarta memang akhirnya memenuhi permohonan ini.

Mgr. Albertus Soegijaprata SJ, Bung Karno, IJ Kasimo (Majalah Missiennieuws)

Namun, kondisi keamanan di Semarang semakin rusuh dan pada tahun 1947 Romo Kandjeng Mgr. Albertus Soegijapranata SJ terpaksa mengambil keputusan sulit. Untuk sementara, memindahkan “pusat pemerintahan” Vikaritat Apostolik Semarang ke Yogyakarta.

Juga dimotivasi oleh sebuah diplomasi politik untuk mendukung Pemerintahan Indonesia pimpinan Bung Karno yang baru “seumur jagung” dan masih menghadapi banyak tantangan baik dari dalam negeri maupun di luar negeri.

Maka akhirnya, dengan jiwa mantap dan demi NKRI, Romo Kandjeng Mgr. Albertus Soegijapranata SJ memutuskan memindahkan pusat pemerintahan Gereja Lokal Vikariat Apostolik Semarang dari Semarang ke Yogyakarta. Sebagai bentuk dukungan politis Gereja Lokal Vikariat Apostolik Semarang kepada Negara dan Pemerintahan Republik Indonesia di bawah duet Dwitunggal Bung Karno dan Bung Hatta.

Ketika kondisi keamanan dan krisis politik sudah usai, Mgr. Albertus Soegijapranata SJ aktif “bergerilya” -dalam arti sangat positif- untuk melakukan lobi-lobi tingkat internasional dan terutama Tahta Suci Vatikan agar semakin banyak negara-negara asing mengakui Kemerdekaan Indonesia.

Diplomasi politik Romo Kandjeng itu terbukti kemudian, ketika Tahta Suci Vatikan memutuskan mengutus Mgr. Georges-Marie de Jonghe d’Ardoye (6 Juli 1947–2 March 1955) dari Belgia untuk mengampu tugas diplomatiknya di Indonesia. Sebagai Delegatus Apostolik Vatikan untuk Republik Indonesia dan berkedukan di Jakarta – tepatnya di Jl. Jalan Merdeka Timur 18, Jakarta Pusat; tidak jauh dari Tugu Monas dan berada di seberang jalan tidak jauh dari Stasiun KA Gambir.

Mgr. Albertus Soegijapranoto SJ dalam sebuah kesempatan berpidato di depan umum. (Ist)

Semangat nasionalis dan murah hati pada masyarakat kecil

Selama berada di Yogyakarta itulah, Romo Kandjeng Mgr. Albertus Soegijapranata SJ sering menjadi “tumpuan” harapan dan sahabat diskusi bagi Bung Karno dan Ibu Fatmawati.

Dalam kisah hidupnya, sosok Mgr. Albertus Soegijapranata SJ digambarkan selalu punya semangat nasionalis yang besar. Memberi perhatian besar akan perjuangan kemandirian bangsa Indonesia pasca Kemerdekaan RI.

Beliau juga punya perhatian besar terhadap kaum miskin papa dan mereka yang secara sosial politik terpinggirkan di masyarakat.

Profil jiwa belarasa beliau tampil sangat menonjol dalam film semi dokumenter Soegija yang sempat berjaya di tahun 2012 silam.

Yayasan Sosial Soegijapranata KAS

Usai meninggal, tak berarti semangat sosial dan jiwa kepedulian Mgr. Albertus Soegijapranata SJ terhadap orang-orang kecil, miskin, dan terpinggirkan juga ikut hilang.

Dengan memanfaatkan uang sisa hasil pembangunan cungkup makam Romo Kandjeng di TMP Giri Tunggal Semarang inilah, maka Vikariat Apostolik Semarang -di kemudian hari menjadi Keuskupan Agung Semarang- lalu mendirikan lembaga non profit berbadan hukum bernama Yayasan Sosial Soegijapranata. Atau, sering disebut YSS-KAS.

Tujuannya jelas, agar jiwa sosial dan belarasa warisan Romo Kandjeng Mgr. Albertus Soegijapranata SJ jangan sampai lekang, hilang, dan kemnudian malah hilang dan hanyut oleh perjalanan sejarah. Terlebih pasca meninggalnya Romo Kandjeng.

Perhatian besar terhadap kaum lansia dilakukan oleh Keuskupan Agung Semarang (KAS) melalui lembaga sosial amal kasihnya yakni Yayasan Sosial Soegijapranata. (Dok. YSS)

Profil YSS dan videonya

YSS resmi berdiri tahun 1963. Profil lengkapnya bisa diakses di sini: https://ysskas.org

Sebagai lembaga sosial non profit berbada hukum, organ karya sosial ini sepenuhnya milik Keuskupan Agung Semarang. Karenanya, lembaga ini sering disebut YSS-KAS.

Lihat video lengkapnya di bawah ini.

Oleh Keuskupan Agung Semarang dan bersama dengan organ pelayanan lainnya, YSS menempati Gedung Kantor Pelayanan Pastoral Keuskupan Agung Semarang – tempat di mana “markas besar” YSS-KAS sekarang ini berada.

Lokasinya di Jl. Imam Bonjol No. 172, kawasan Poncol, Kota Semarang.

Yayasan Sosial Soegijapranata dengan Br. Konrad Samsari CSA sebagai direkturnya sejak 2014 sampai saat ini. Berkantor di Kantor Pusat Pelayanan Pastoral Keuskupan Agung Semarang di Jl. Imam Bonjol 172, Poncol, Kota Semarang. (Mathias Hariyadi)

Empat panti wreda dan dua panti cacat ganda

Kepada Titch TV dan Sesawi.Net yang menemuinya di Poncol, Semarang, Sabtu tanggal 11 Juni 2022 lalu, Direktur YSS-KAS Br. Konradus Samsari CSA menjelaskan medan dan ranah karya pelayanan sosial-kemanusiaan yang diampu oleh YSS-KAS ini.

Sejak operasional mulai bulan September 1963.

Aslinya dan menurut arsip dokumen akta notariat, demikian kata Br. Konradus CSA, YSS-KAS resminya berdiri pada tanggal  22 Juli 1963 – bertepatan dengan hari meninggalnya Romo Kandjeng Mgr. Albertus Soegijapranata SJ.

Yayasan Sosial Soegijapranata Keuskupan Agung Semarang mengelola Panti Wreda “Maria Sudarsih” yang berlokasi di kompleks Gua Maria Kerep Ambarawa, Jateng. (Mathias Hariyadi)

Ada empat unit lokasi karya sosial berupa panti layanan kaum lansia. Atau resminya bernama Panti Wredha Rindang Asih (PWRA).

“Keempat unit karya PWRA itu berlokasi di Ungaran, Ambarawa, Bongsari Semarang, dan di Boja, Kabupaten Kendal – semuanya ada di tlatah ranah pastoral Keuskupan Agung Semarang di Provinsi Jateng,” terang bruder Kongregasi Santo Aloysius (CSA) Semarang ini.

Jumlah penghuni di keempat PWRA itu kini ada sebanyak 99 orang.

Yayasan Sosial Soegijapranata milik Keuskupan Agung Semarang. Kantornya di Jl. Imam Bonjol No. 172, Poncol, Semarang. (YSS)

Karya sosial YSS-KAS lainnya adalah tanggungjawab mengelola Panti Asuhan Cacat Ganda (PACG) Bhakti Asih yang berlokasi di Bongsari, Semarang Barat. Jumlah penghuni PAGC Bongsari saat ini ada sebanyak 31 orang.

“Yang disebut pasien cacat ganda adalah mereka yang  mengalami disabilitas fisik dan mental. Sehingga praktis dalam hidup keseharianya, mereka itu sepenuhnya sangat tergantung pada perawat dan pengasuhnya,” tutur Bruder Konradus Samsari CSA yang berambut gondrong ini.

Selain itu, kata Br. Konrad CSA, “YSS-KAS saat ini masih melanjutkan proses pengembangan unit pelayanan PAGC lainnya di kawasan sekitar Pasar Pasar Bulu – masih di Kota Semarang. PAGC Bakti Asih di Bulu ini nantinya akan mampu menampung sekitar 60 pasien disabilitas ganda.”

Ilustrasi – Perhatian Gereja kepada kaum lansia. (Sukamta)

Ambulans gratis untuk pasien sakit dan antar jenazah

YSS-KAS masih menangani karya sosial lainnya yakni tanggungjawab bisa menyediakan jasa ambulans gratis untuk pasien sakit dan ambulans untuk mengantar jenazah.

“Berikutnya, YSS-KAS masih mengelola satu unit Klinik Pratama di Randusari – kawasan ranah pastoral Paroki Gereja Katedral Semarang,” terang bruder CSA asal dari Klepu, Sleman, DIY, saat menerima Titch TV dan Sesawi.Net di Kantor YSS-KAS

Dua ambulans milik Yayasan Sosial Soegijapranata Keuskupan Agung Semarang untuk misi layanan gratis antar jemput pasien dan antar jenazah. (Dok YSS)

Sejak berdirinya di tahun 1963, yang menjadi “komandan” utama lembaga ini adalah Romo Harsasusanto Pr. Namun, karena kesibukannya waktu itu, akhirnya tanggungjawab harian pengelolaan YSS diserahkan kepada Kongregasi Bruder FIC.

Akhirnya sejak awal berdiri tahun 1963 sampai tahun 1999, YSS-KAS praktis dikelola oleh Bruder Servasius dari Kongregasi Bruder FIC. Dan tahun-tahun berikutnya, YSS-KAS masih diampu oleh para bruder FIC sampai tahun 2004.

Setelah tidak lagi diampu oleh Kongregasi Bruder FIC, Keuskupan Agung Semarang lalu mempercayakan YSS-KAS kepada kaum awam kurun waktu 2004-2010.

Barulah di tahun 2010, Kongregasi Bruder CSA mendapat mandat dari Keuskupan Agung Semarang untuk mengelola karya sosial ini.

“Saya sendiri baru mulai total berkarya di YSS ini sejak tahun 2014 sampai saat ini,” tutur Br. Konrad Samsari CSA sembari mengakhiri perjumpaan dan percakapan singkat dengan Titch TV dan Sesawi.Net.

Terjadi di tengah hawa super panas dan bisingnya lalu lintas di jalan utama kawasan Poncol, Semarang, awal Juni 2022 lalu.

NO COMMENTS

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here

Exit mobile version