Minggu, 4 September 2016
Minggu Biasa XXIII
Keb 9:13-18; Mzm 90:3-4.5-6. 12-13.14.17; Flm 1:9b-10.12-17; Luk 14:25-33
Sambil berpaling Yesus berkata kepada mereka, “Jika seorang datang kepada-Ku dan ia tidak membenci bapanya, ibunya, isterinya, anak-anaknya, saudara-saudaranya laki-laki atau perempuan, bahkan nyawanya sendiri, ia tidak dapat menjadi murid-Ku. Barangsiapa tidak memanggul salibnya dan mengikuti Aku, ia tidak dapat menjadi murid-Ku. … Demikianlah setiap orang di antara kamu, yang tidak melepaskan diri dari segala miliknya, tidak dapat menjadi murid-Ku.”
BACAAN Injil hari ini mewartakan kata-kata yang sangat ekstrem tentang kemuridan kita. Jika kita datang kepada dan mau mengikuti Yesus Kristus tanpa membenci ayah, ibu, istri dan anak, saudara dan saudari, bahkan hidup kita sendiri, kita tidak dapat menjadi murid-Nya. Apa artinya? Sebegitu pentingnya relasi kita dengan Kristus, mereka tidak dapat menggantikan Dia di tempat pertama dalam hati kita. Hati dan hidup kita milik sumber seluruh keberadaan kita, pribadi yang sangat mengasihi kita dengan kasih yang istimewa, yakni Yesus Kristus sendiri.
Dengan sabda ini, Yesus Kristus hendak menyatakan kepada kita bahwa mengikuti Dia tidaklah mudah. Ia menantang kita untuk menaruh segalanya pada tempat kedua sesudah Dia dan kita pun harus memanggul salib kita setiap hari. Tentu, kita tidak akan mampu melakukannya tanpa rahmat-Nya sebab kita ini rapuh dan ringkih. Namun kita percaya bahwa Ia akan memberi kita kekuatan yang kita perlukan. Kita harus memikirkan prioritas kita untuk meyakinkan bahwa Yesus Kristus selalu menjadi yang pertama. Untuk itu butuh banyak pengorbanan!
Apa maknanya bagi kita? Pertama-tama, Yesus Kristus menghendaki kita menjadi orang suci. Kita harus bersikap radikal dalam rangka melawan dosa demi mencapai kekudusan. Ia menghendaki kita memiliki sukacita tanpa batas karena sungguh mengasihi dan bersama-Nya selamanya di surga. Maka, Ia menggetarkan kita untuk keluar dari zona nyaman menuju relasi yang lebih mendalam bersama-Nya.
Apakah sabda itu tidak berlawanan dengan perintah utama untuk mengasihi? Apakah Yesus mau mengatakan bahwa kita harus membenci orang-orang yang seharusnya kita kasihi? Tidak! Maka, Injil hari ini bukan suatu ijin ilahi untuk membenci. Yesus ingin mengajarkan kepada kita bahwa tanpa kita mengasihi Dia melebihi kasih kita pada keluarga kita, kita tidak dapat sungguh-sungguh mengasihi Dia. Jika kita menilai hidup kita dan kenyamanan kita lebih dari kasih kita kepada-Nya, kita tidak akan bisa mengalami sukacita persahabatan mendalam dengan Dia.
Dalam Injil hari ini, Yesus Kristus juga memberikan kepada kita kunci untuk mengasihi Dia lebih dari segala yang lain. Untuk itu, kita harus menanggalkan cinta kita yang sering kali begitu posesif. Yesus memberikan kesimpulan yang begitu jelas pada akhir Injil dengan bersabda, “Demikianlah setiap orang di antara kamu, yang tidak melepaskan diri dari segala miliknya, tidak dapat menjadi murid-Ku.”
Tentu Yesus tidak sedang berkata bahwa setiap orang harus menjual rumahnya dan mobilnya seketika sesudah Misa ini. Kita bertanggung jawab pada sesama dan kita harus menggunakan anugerah Allah dengan bijaksana. Ia memanggil kita untuk tidak bersikap posesif, menimbun harta benda dan lekat pada sesama. Ia mengundang kita untuk memanggul salib kita dengan melepaskan harta kita sehingga kita dapat sungguh mampu mengasihi Dia tanpa batas melebihi segalanya.
Sesungguhnya, itu berarti bahwa kita dipanggil untuk semakin mengasihi sesama kita secara benar. Begitu sering kita mengasihi sesama karena mereka telah berbuat baik kepada kita, atau kita mengasihi mereka dalam kelekatan. Semakin kita mengasihi Yesus Kristus di tempat pertama dalam hidup kita, kita pun mestinya semakin mengasihi sesama secara benar.
Kehidupan Bunda Teresa dari Kalkuta memberikan gambaran jelas tentang kebenaran sabda ini. Setiap kali kita melihat gambar Bunda Teresa membopong bayi yang sakit atau orang yang sedang sekarat kita mengetahui kebenaran sabda ini. Orang-orang suci adalah mereka yang mengasihi Yesus Kristus melebihi segala sesuatu; dan mereka mengasihi sesama dengan kasih yang sama kepada-Nya.
Dalam hidup kita kini yang ditandai konsumerisme dan hedonisme, Injil hari ini dapat terdengar menakutkan. Maka Yesus mengingatkan kita tentang perlunya berhitung biaya dan mempertimbangkan segala yang kita perlukan untuk membangun rencana hidup rohani kita demi keselamatan kita. Kita harus mengetahui segala yang dibutuhkan untuk mencapai tujuan itu.
Yesus juga memberi kita pokok penting tentang kemuridan. Kemuridan itu seperti perang yang hebat dan kita harus menemukan taktik terbaik untuk memenangkannya. Begitulah kemuridan kita. Upaya kita untuk bertumbuh menjadi suci, beberapa perang akan mudah dimenangkan, namun ada kesempatan lain yang perlu sama sekali dihindari.
Maka, marilah kita tidak berperang dengan kebodohan dengan mengagungkan kemampuan kita. Ini terjadi khususnya saat kita tidak menghindari dosa, berpikir bahwa diri kita cukup kuat mengatasinya. Pada saat itu, strategi perang bukanlah dengan menghadapinya dan bertempur, melainkan dengan berlari kepada kasih kerahiman-Nya.
Dalam Adorasi Ekaristi Abadi sementara kita bersembah sujud di hadirat Yesus Kristus kita belajar untuk menempatkan Dia sebagai prioritas pertama dalam kehidupan kita. Kita tahu bahwa Ia telah menunggu kita di sana. Kita sungguh berharap untuk memberikan diri kita sepenuhnya kepada-Nya selama adorasi kita sebagai ungkapan syukur dan kasih kita pada-Nya. Apakah kita mengasihi Dia melebihi segala sesuatu yang lain?
Tuhan Yesus Kristus, mengikuti Dikau tidaklah mudah. Engkau meminta kami untuk meninggalkan segala sesuatu yang lain demi Dikau dan memanggul salib kami setiap hari. Kami tidak mampu melakukan semua itu tanpa bantuan rahmat-Mu. Kami rapuh dan ringkih, Tuhan, namun kami percaya bahwa Dikau akan memberi kami kekuatan yang kami perlukan. Bantulah kami memikul salib kami setiap hari dengan setia kini dan selamanya. Amin.
Kredit foto: Ilustrasi (Ist)