Puncta 20.04.21
Selasa Pekan Paskah III
Yohanes 6:30-35
SAYA pernah melihat iklan makanan di sebuah baliho pinggir jalan, gambar mulut orang dijejali hamburger super jumbo. Kita memang butuh makan, tetapi tidak sekedar makan.
Bukan soal kuantitas makanan, tetapi yang penting kualitasnya. Ini yang sering kurang diperhatikan.
Apa yang kita makan menunjukkan siapa diri kita.
Kadang di beberapa pastoran terlihat banyak sekali makanan. Di meja makan penuh aneka masakan caos dhahar umat. Di almari juga tersimpan berderet-deret dan bertumpuk-tumpuk makanan seperti super market saja.
Malah kadang sampai kadaluwarsa.
Sekali lagi bukan soal kuantitas makanan, tetapi kualitas yang akan mempengaruhi hidup kita ke depan.
Umat sering bertanya kepada romonya, “Eca mboten romo caosan dhaharipun?” (Enak gak romo makanannya?).
Yang pertama ditanyakan selalu soal enak atau tidak enak, bukan sehat atau tidak sehatnya.
Romo Mikael Sugito waktu bertugas di Pugeran sering berkomentar di meja makan, “Caosanne enak ning ora kepenak.” (Makanannya nikmat lezat, tetapi berbahaya untuk hidup sehat).
Beliau tidak milih daging-daging, cukup dengan tempe, tahu dan daun-daun direbus saja. Bukan soal enaknya, tetapi demi menjaga kualitas hidup, kesehatan.
Sekejap enak di mulut, tidak enak di pinggul. Enak hanya sesaat, jadi penyakit sampai sekarat.
Orang-orang Yahudi yang sudah kenyang oleh roti bertanya tentang tanda. Yesus berkata, ”Bekerjalah, bukan untuk makanan yang dapat binasa, melainkan untuk makanan yang bertahan sampai kepada hidup yang kekal.”
Apakah makanan itu?
Yesus menjelaskan, “Akulah roti hidup. Barangsiapa datang kepada-Ku, ia tidak akan lapar lagi, dan barangsiapa percaya kepada-Ku, ia tidak akan haus lagi.”
Makanan dunia ini memang lezat, tetapi akan binasa, menuju kematian. Tetapi roti hidup, yaitu Kristus, tubuh dan darah-Nya akan membawa kepada hidup yang kekal.
Mulai sekarang, belum terlambat, pilihlah makanan yang menyehatkan. Makanlah roti hidup yang menjamin hidup kekal, yaitu Kristus sendiri.
Datanglah kepada ekaristi. Di sana Tuhan memberikan diri-Nya menjadi makanan, dan darah-Nya menjadi minuman.
Urip iku kudu urup.
Kebaikan itu menjadi bekal.
Dalam ekaristi kita peroleh roti hidup.
Yang menuntun kita ke hidup yang kekal.