ALKISAH sebagaimana diceritakan di dalam Injil Matius, ketika bayi Yesus baru berumur beberapa hari saja di tempat dimana dilahirkan di Betlekem, malaikat menyampaikan pesan penting kepada Yusuf agar segera memboyong isterinya Maria dan anak mereka –bayi Yesus—ke Mesir. Pesan penting melalui mimpi itu menggerakkan Yusuf yang segera membawa Keluarga Kudus itu mengungsi ke Cairo, Mesir, karena Raja Herodes mengancam akan membunuh anak-anak kecil tak lama setelah Tiga Orang Majus dari Timur datang ‘sowan’ mengunjungi Keluarga Kudus di Betlehem.
Baca juga: Ziarah ke Tanah Suci: Tiga Titik Lokasi Penting di Jalur Cairo-Sinai (5)
Yang pasti, Keluarga Kudus ini pernah sampai tiba di Cairo dan tinggal beberapa lama di Ibukota Mesir ini sehingga benarlah bunyi nas di Injil Matius yang berbunyi sebagai berikut: “Dari Mesir, Kupanggil Anak-Ku.”
Perjalanan panjang kami dari Jakarta ke Timur Tengah terjadi melalui Doha di Qatar hingga akhirnya destinasi ziarah pertama kami terjadi di Ibukota Mesir: Cairo.
Mengapa harus mulai di Cairo? Pertanyaan ini menarik, karena Cairo menyimpan jejak historis-biblis darimana Sejarah Keselamatan Perjanjian Lama terjadi dengan lahirnya Nabi Musa dan peristiwa exodus ketika bangsa Israel meninggalkan Mesir menuju Tanah Terjanji. Juga di Cairo yang sama beberapa abad kemudian, Yesus bersama Maria dan Yusup datang ke sini untuk mengungsi, menghindari kejaran Raja Herodes yang menghendaki kematian bayi kanak-kanak Yesus.
Mari kita mulai menelisik jejak Sejarah Keselamatan Perjanjian Baru di Cairo, Mesir ini: Yesus, Maria dan Yusuf tinggal di Cairo untuk beberapa waktu lamanya.
Old Cairo
Menurut Amgad Amin, orang asli Mesir sang pemandu wisata rombongan ziarah yang fasih berbahasa Indonesia, Cairo pada dasarnya dibagi menjadi ‘dua kawasan’ berbeda menurut sejarah peradaban local. Yakni, Cairo modern dan Cairo Lama. Jejak-jejak Sejarah Keselamatan Perjanjian Lama ada di Cairo Modern, sedangkan jejak Sejarah Keselamatan Perjanjian Baru justru berada di Cairo Lama.
Maka, meluncurlah kami ke Cairo Lama, sedikit berada di luar kota; sekitar 25 km dari pusat kota. Destinasi ziarah rohani ini menuju ke sebuah permukiman lawas dimana menjadi semacam ‘pusat’ permukiman masyarakat kristiani Koptik Mesir. Lokasi permukiman ini berada di sebuah gang besar di tepi jalan utama.
Memasuki kawasan Cairo Lama, di ujung gang ini sama sekali belum terasa kalau kawasan ini dulunya pernah ‘disinggahi’ Keluarga Kudus dari Betlekem. Di pintu gang berdiri tegap beberapa orang bersenjata menjaga kawasan ‘suci’ dan historis ini: tentara dan polisi dengan pakaian loreng. Jadi, sekilas ada rasa ‘kurang sreg’ memasuki kawasan ini, karena mengapa justru kawasan suci kok malah dihadirkan aparat keamanan.
Memasuki kawasan ini sejauh 200-an meter ke depan, barulah aroma sejarah biblis-historis mulai terasa. Di sisi kiri jalan ini berdirilah sebuah kompleks bangunan kuno dimana jejak-jejak peristiwa biblis-historis era awal Perjanjian Baru terjadi.
Abu Serga Church
Ada perasaan ‘merinding’ ketika memasuki gereja tua di kawasan Old Cairo ini. Betapa tidak. Selain arsitektur gereja ini sangat unik, ada bagian ‘paling suci’ di bagian bawah gedung gereja ini yang menarik perhatian semua peziarah. Usai memasuki bangunan utama, para peziarah diajak menuju ke bagian bawah dengan menuruni tangga beberapa tapak dan di sebuah titik maka ada ‘lokasi keramat’ dimana bayi Yesus itu dulu disemayamkan (disembunyikan) di situ.
Tempat semacam ‘gua’ itu kini tidak ada yang istimewa, selain semacam meja kecil dengan taplak putih menutupinya. Konon, di ruangan kecil ukuran 2×2 m inilah, dulu sekali Yesus ‘disembunyikan’ oleh Bunda Maria dan Yusup di Cairo setelah Raja Herodes menghendaki kematiannya karena merasa kekuasaannya terancam oleh akan datangnya ‘Raja Orang Yahudi’.
Nama ‘Abu Serga’ itu sendiri berasal dari dua nama orang kudus bernama Sergius dan Bacchus. Gereja ini dibangun pada abad ke-4 dan di bawah bangunan gereja paling tua di Cairo ini dipercayai bahwa Yesus –Anak Tuhan yang lahir dari rahim Maria dan dirawat oleh Yusup—pernah ‘bersembunyi’ di situ.
Di dalam gereja tua ini pula, pimpinan tertinggi Gereja Koptik Mersir ini dipilih. Patriark Isaac menjadi Patriark kurun waktu tahun 681-692.
Yang menarik di sini tidak hanya fakta historis-biblis. Tetapi juga arsitekturnya yang sangat khas Koptik Mesir. Bangku-bangku di gereja kuno ini serasa kita duduk di gereja-gereja katolik di Jawa pada tahun 1970-an dimana ada bangku-bangku besar terbuat dari papan panjang tempat jemaat duduk dalam satu barisan kursi panjang (bangku). Pernak-pernik ikon Koptik juga ada di sana-sini.
Tidak banyak waktu kami bisa berada di tempat ini, karena waktu sudah sangat mepet dan harus ke tempat lain lagi sebelum hari berakhir di petang hari dan para peziarah sudah tidak boleh lagi memasuki kawasan historis-biblis ini.
Tapi syukurlah bahwa foto-foto masih bisa dibuat di sini, asalkan tanpa lampu kilat.