Home DIREKTORI Gua Maria & Tempat Ziarah “Suscipe et Cuculla” di Biara Benediktin Norcia, Italia (1)

“Suscipe et Cuculla” di Biara Benediktin Norcia, Italia (1)

0

INDONESIA tidak mengenal Biara dan Rahib Benediktin di Indonesia. Kalau harus bicara tentang  keberadaan biara monastik dan rahib (kaum religius pertapa), maka kita hanya bisa menyebut Biara Trappist alias OCSO (Ordo Cisterciensis Strictioris Obsevantiae atawa Kongregasi Religius untuk Hidup Bakti dengan Pengawasan Ketat).

Tempatnya  berada di Pertapaan Trappist di Rowoseneng, Temanggung, Jawa Tengah yang menjadi lokasi bagi kelompok para rahib laki-laki. Sementara, kelompok Rahib Trappistin perempuan tinggal menetap di Pertapaan Suster-suster Trappistin Gedono di lereng Gunung Merbabu, Salatiga, Jawa Tengah.

Tentang hal-ikhwal Pertapaan dan Biara Benediktin, uraian Frater Ignazio Prakarsa OSB yang kini menjadi rahib Benediktin di Norcia, Perugia, Italia, sungguh merupakan sumbangan pemikiran yang istimewa untuk Sesawi.Net. Kali ini, Frater Ignazio bicara tentang profesi agung atau yang biasa disebut Kaul Kekal.

Profesi agung

Lazimnya di lingkungan Gereja Katolik dimana pun berada, setiap peristiwa hidup religius –antara lain pengucapan kaul-kaul—selalu dilakukan dalam kerangka upacara ibadat ekaristi. Pun pula pengucapan Kaul Kekal (Profesi Agung) dalam Biara Benediktin di Norcia, Italia, ekaristi menjadi pusatnya.

Upacara ini dilakukan, persis setelah homili (kotbah) selesai. Prosesi pengucapan Kaul Kekal ini berlangsung dalam beberapa tahapan secara berurutan.

Pertama, rahib calon pengucap Kaul Kekal akan dipanggil ke depan altar. Kepadanya, sebuah wejangan (nasehat-nasehat) tentang apa artinya dan konsekuensinya menjalani pola hidup bhakti/religius  dibentangkan alias dibeberkan secara gamblang. Pihak yang memberikan wejangan rohani ini adalah Romo Prior (pemimpin biara). Kepada rahib calon pengucap Kaul Kekal ini, Romo Prior akan bertanya: apakah yang bersangkutan merasa siap dan pantas mengucapkan dan menjalani profesi hidup membiara monastik seumur hidup?

Kedua, kalau dijawab “ya” maka prosesi tahap kedua segera berlanjut. Romo Prior akan mengundang rabih tersebut untuk membaca teks Kaul Kekal yang –seperti kebiasaan yang berlaku di Biara Benediktin—ia tulis sendiri dengan tangan. Ia diminta menandatangani “surat perjanjian hidup setia” ini di atas altar.

Ketiga, sembari membubuhkan tanda tangannya di atas teks buatan tangan sendiri itu rahib yang bersangkutan lalu berdoa mohon rahmat Tuhan agar dia disanggupkan oleh kekuatan ilahi untuk melaksanakan hidup bakti sesuai tradisi Biara Monastik Benediktin ini.  Prosesi tanda tangan ini dilakukan berbarengan dengan kelompok koor menyanyikan doa Suscipe (Terimalah ya Tuhan). Rahib yang bersangkutan akan membentangkan kedua tangannya terentang arah kanan-kiri menghadap posisi berdiri para rahib yang ada di kapel biara.

Nyanyian Suscipe kembali membahana  di kapel dimana para rahib yang telah berprofesi kaul kekal serentak bersama menyanyikan lagu Terimalah Ya Tuhan sebagai tanda dukungan penuh mereka atas “diterimanya” rahib berprofesi kekal dalam barisan mereka.

Keempat, rahib pengucap profesi agung kemudian diminta bertiarap di lantai dan sebagian badan bagian atasnya ditutup dengan selembar kain. Prosesi “penutupan kain” ini melambangkan tanda monastik mengubur dalam-dalam “kehidupan lama” dan inilah babak hidup baru bagi sang rahib berprofesi agung ini meniti hidup baru.

Kematian hidup lama ditandai dengan dentang bunyi lonceng gereja/kapel biara. Pada saat bersamaan, seluruh jemaat rahib Benediktin yang hadir di acara pengucapan Kaul Kekal ini serentak memanjatkan doa Litani Para Kudus untuk membantu pencurahan rahmat Allah bagi rahib pengucap Kaul Profesi Agung ini.

Kelima, segera setelah pendarasan doa Litani Para Kudus rampung, rabih pengucap doa kemudian berdiri bangkit. Kebangkitan ini menandai babak kehidupan barunya sebagai “manusia rohani” yang disambut oleh dentang lonceng gereja/kapel biara yang masih terus berbunyi.

Keenam, kepada rahib pengucap Kaul Kekal tersebut Romo Prior akan memberi jubah kebesaran tradisi Biara Benediktin yang biasa kami sebut cuculla. Begitu ia menerima cuculla dari Prior, maka rahib pengucap profesi agung ini segera berjalan berkeliling “menyapa hangat” dalam suasana persaudaraan sembari berucap “salam damai” kepada semua para rahib yang telah resmi mengucap profesi agung. (Bersambung)

Frater Ignazio Prakarsa OSB, rahib Benediktin asal Indonesia di Biara San Benedetto Norcia, Perugia, Italia.

Mathias Hariyadi, penulis dan anggota Redaksi Sesawi.Net.

NO COMMENTS

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here

Exit mobile version