Home BERITA 130 OMK Ikuti Literasi Media PKSN KWI 2018 di Keuskupan Palangka...

130 OMK Ikuti Literasi Media PKSN KWI 2018 di Keuskupan Palangka Raya

0
130 OMK Ikuti Program Literasi Media PKSN KWI 2018 di Keuskupan Palangka Raya. (Romo Mardianus Indra Pr/Keuskupan Ketapang)

TAAT agama, sopan komunikasi. Itulah pesan yang menjadi  tagline Pekan Komunikasi Sosial Nasional KWI hari ketiga, 10 Mei 2018. Bertepatan dengan Hari Kenaikan Tuhan pada hari Kamis (10/5) ini, berlangsunglah lokakarya Literasi Media.

Sekitar 130-an OMK dari paroki paroki se-Keuskupan Palangkaraya mengikuti program ini.

Para peserta dari Keuskupan Palangkaraya ikut bergabung dengan utusan dari beberapa keuskupan lain, seperti Keuskupan Ketapang, Pangkalpinang, dan lainnya.

Sesi pertama diisi oleh Prof. Eko Indrajit. Sebagai narasumber, akedemisi yang juga penulis buku dan jurnal ini langsung menguji peserta.

Sebagai pembuka, suami penyanyi Lisa A. Rianto ini langsung mengadakan ujian dengan menyodorkan 10 model pertanyaan berbau teknologi. Uniknya, semua jawabannya sudah tersedia di kolom E.

Dalam paparannya yang diselingi joke itu, Eko menjelaskan bahwa kita sering menilai seseorang berdasarkan persepsi kita. “Misalnya dengan melihat Mr. Bean, maka di dalam pikiran kita muncul banyak hal misalnya jorok, diam, konyol, dan lain-lain,” ungkapnya.

Padahal menuruf Eko, dalam hidup aslinya, Mr Bean adalah lulusan Oxford dan pernah menjadi pilot dadakan ketika pilot asli pingsan dalam perjalanan.

Bagi Eko, persepsi sama dengan realitas yang membuat kita sering tergoda untuk masuknya hoaks. “Kalau melihat kembali tujuan komunikasi adalah mempengaruhi individu atau seseorang akan hal yang dinginkan pelaku komunikasi. Komunikasi itu cara,” terangnya.

Model komunikasi berubah

Eko juga menerangkan perbedaan komunikasi dari zaman ke zaman. “Tahun 1980-an, orang menggunakan komunikasi verbal dan face to face. Tetapi sekarang memakai medium seperti WA dan pesannya diungkapkan lewat emotion dan ikon.

Ia mengakui komunikasi melalui medium itu punya kelemahan. “Tidak melihat reaksi langsung, tidak merasa sungkan, tidak mendengar keluhan, tidak mencium keanehan dan tidak menyentuh fisik” ujarnya.

Dalam realitas komunikasi seperti inilah yang menyebabkan berkembang masifnya berita hoaks. Berita hoaks itu mempengaruhi seseorang untuk melakukan apa yang diinginkannya. Maka Ia mengusulkan perlunya literasi digital artinya mampu menggunakan, pandai memilah, bijak memanfaatkan, sadar akibat, sebar pengetahuan dan hindari kejahatan.

Eko juga mengutip Bapa Suci berpesan yang berpesan bahwa HP, gadget, internet dll itu sifatnya netral. “Mens sana in corpore sano. Judul ke sini, isinya ke sono. Mari kita mulai sekarang kita bijak berkomunikasi dengan media sosial,” pungkas Eko.

NO COMMENTS

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here

Exit mobile version